The Role of Middle Power In Shaping Global Affairs
oleh: Brigitta Kalina Tristani Hernawan
Dinamika politik internasional dewasa ini secara tidak langsung telah “memaksa” dunia untuk sekadar melihat peranan negara-negara besar yang memiliki power dalam pergaulan internasional saja, sebut saja Amerika Serikat dan Cina yang setiap geraknya selalu menjadi tajuk utama berbagai media. Sibuk melihat peranan aktor-aktor besar ini, masyarakat internasional secara tidak sadar abai akan peranan negara-negara middle power yang sebenarnya memiliki kekuatan yang cukup besar atas tatanan internasional. Membahas mengenai peranan middle power di dunia internasional saat ini, CIFP 2019 pada sesi “Young Diplomat Forum” mengundang 6 diplomat muda dari 6 negara middle power, yaitu Scott Bradford (Australia), Daniel Barra Ferreira (Brasil), Shruti Pandey (India), Niwa Dwitama(Indonesia), Simen Johan Willgohs (Norwegia), serta Chang Yuen Yi (Singapura).
Di sesi ini, diskusi dibuka dengan pertanyaan besar, apakah sebenarnya peranan negara-negara middle power di dalam dinamika politik internasional dewasa ini? Para diplomat muda percaya bahwa negara-negara middle power memiliki peranan yang cukup signifikan di dunia internasional, terutama untuk membentuk iklim internasional yang stabil. Selama berdiskusi, para diplomat muda ini menjelaskan bahwa negara-negara middle power, sebagai negara yang “bebas pihak” dan memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar di dunia internasional, mampu berperan untuk meredakan tensi yang sedang terjadi di lingkup internasional. Hal ini bisa dilakukan dengan cara membuat narasi lain, setelah selama ini dikuasai oleh negara-negara superpower, sehingga mampu mendemokratisasi hubungan internasional. Peranan negara-negara menengah di berbagai forum internasional seperti di
Konferensi Asia Afrika serta mulai berkembangnya ide hubungan selatan-selatan menjadi sarana yang tepat untuk membangun narasi yang mampu meredakan tensi yang sedang terjadi. Dengan kekuatan ekonomi yang cukup signifikan ini pula, negara-negara middle power sebenarnya punya kekuatan untuk menstabilkan ekonomi global. Pentingnya peranan middle power ini bisa dilihat dari bagaimana G-20 dibentuk, dimana G-20 dibentuk sebagai
respon atas tidak cukupnya peranan G-7 seorang diri untuk menyelesaikan berbagai persoalan ekonomi dunia. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya dunia membutuhkan negara-negara middle power ini. Tidak berhenti disitu, negara-negara ini juga memiliki peranan yang cukup penting untuk bergerak pada proyek-proyek bina damai di dunia. Contoh-contoh tersebut menjadi bukti bahwa peranan middle power di dunia internasional menjadi poin yang penting untuk diperhatikan.
Disaat berdiskusi mengenai topik yang lebih spesifik, yaitu mengenai perang dagang Amerika Serikat dan Cina, para diplomat muda percaya bahwa momentum ini adalah peluang sekaligus tantangan bagi middle power. Kunci utama middle power untuk menghadapi fenomena ini adalah kolaborasi. Hal ini penting untuk dilakukan karena aksi unilateral akan lebih beresiko akibat dari environmental uncertainty perang dagang. Negara-negara middle power akan lebih mudah untuk menghadapi tensi yang terjadi akibat perang dagang apabila saling berkolaborasi dan bekerjasama, dan sarana yang paling memungkinkan adalah melalui kerjasama ekonomi. Kolaborasi ekonomi dari negara-negara middle power yang mayoritas perekonomiannya sedang menguat mampu menjadi peluang bagi-bagi negara ini. Tidak sekedar peluang secara domestik saja, kolaborasi ekonomi yang kuat ini tentu mampu
digunakan untuk “menetralisir” tensi yang sedang terjadi antara Amerika Serikat dan Cina. Sebagai kesimpulan, negara-negara middle power sebenarnya memiliki andil yang cukup besar untuk mengatasi persoalan perang dagang saat ini.
Dari diskusi ini, poin yang perlu digarisbawahi adalah pentingnya peranan middle power dalam politik internasional saat ini. Namun, penting juga untuk mengingat bagaimana strategi hedging yang selama ini digunakan oleh middle power menjadi pembatas bagi mereka untuk berani mengambil tindakan yang lebih konkrit dalam usahanya untuk menjadi pihak penengah dalam berbagai konflik antara negara-negara besar. Walaupun begitu, middle
power, dengan berbagai privilege yang dimilikinya, harus lebih berani untuk melakukan “sesuatu” di di dunia internasional melalui satu-satunya cara, yaitu kolaborasi.