Terkatung-katungnya Pengungsi Rohingya: Langkah Kemanusiaan Indonesia dalam Pandemi

Oleh: Jessenia Destarini A.

Pada 24 Juni 2020, dilaporkan terdapat kapal berisi pengungsi Rohingya yang terombang-ambing di perairan sekitar Seunuddon, Aceh Utara. Kapal tersebut pertama kali dilihat oleh nelayan setempat. Keraguan timbul mengenai harus atau tidaknya menolong mereka yang menyebabkan proses evakuasi baru dilakukan sehari kemudian. Kapal pengungsi Rohingya tersebut akhirnya ditarik oleh nelayan untuk dibawa ke tepi pantai. Penduduk setempat meyakini bahwa membantu mereka merupakan hal yang tepat, sebagaimana disampaikan oleh Nasruddin, Kepala Desa Lancok, Aceh (Ratcliffe & Firdaus, 2020). Sebelumnya, Amnesty International Indonesia turut mendesak pihak berwenang di Indonesia untuk mengambil langkah penyelamatan terhadap pengungsi tersebut, disertai dengan pemberian kebutuhan dasar lainnya (Amnesty Indonesia, 2020).

Setelah dievakuasi, pengungsi Rohingya menjalani tes pemeriksaan COVID-19 dan dinyatakan negatif lalu ditampung di bekas Kantor Imigrasi Lhokseumawe (CNN Indonesia, 2020). Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, menyatakan bahwa pada 1 Juli, pengungsi Rohingya akan dipindahkan ke tempat yang lebih layak, yakni di Balai Latihan Kerja Meunasah. Beliau juga menyebutkan bahwa mayoritas dari pengungsi sejumlah 99 orang tersebut sudah mendapat kartu dari UNHCR sehingga mereka resmi berstatus sebagai pengungsi dan berhak atas perlindungan. Dalam memberikan perlindungan dan penyediaan kebutuhan pengungsi Rohingya, Kementerian Luar Negeri Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Aceh, UNHCR, dan IOM.

Pengungsi Rohingya yang saat ini ada di Aceh mengatakan bahwa sebelumnya mereka ditolak di Malaysia (BBC News Indonesia, 2020). Penolakan yang kerap diterima oleh pengungsi menjadi diperparah oleh situasi pandemi yang membuat negara-negara memperketat arus masuk dari luar. Oleh karena itu, langkah yang diambil oleh Indonesia patut diapresiasi. Situasi krisis yang tengah melanda Indonesia tidak mengorbankan nilai kemanusiaan yang ada. Pascamenerima pengungsi Rohingya, kini pemerintah mempunyai tanggung jawab atas kehidupan mereka. Meskipun dilakukan bersama dengan organisasi-organisasi lain, sebagai pemegang otoritas wilayah tertinggi, pemerintah Indonesia tetap harus menjamin kelangsungan hidup mereka.

REFERENSI

(2020). Menlu Sebut 99 Pengungsi Rohingya di Aceh Bebas Covid-19 [Online]. Available at: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200630200103-106-519224/menlu-sebut-99-pengungsi-rohingya-di-aceh-bebas-covid-19 (Accessed: 2 July 2020)

(2020). Rescue Rohingya Adrift Near Aceh Province [Online]. Available at: https://www.amnesty.id/rescue-rohingya-refugees-adrift-near-aceh-province/ (Accessed: 1 July 2020)

(2020). Rohingya di Aceh: ‘Di mana-mana mereka ditolak, hanya Aceh yang terima’ [Online]. Available at: https://www.bbc.com/indonesia/media-53216783 (Accessed: 2 July 2020)

Ratcliffe, R. & Firdaus, F. (2020). Indonesian villagers defy Covid-19 warnings to rescue Rohingya refugees [Online]. Available at: https://www.theguardian.com/world/2020/jun/26/indonesian-villagers-defy-covid-19-warnings-to-rescue-rohingya-refugees (Accessed: 1 July 2020)

--

--

Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM
Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

Written by Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

“Shape & promote positive Indonesian internationalism throughout the nation & the world.” | Instagram: @fpciugm | LINE: @toh2615q | LinkedIn: FPCI Chapter UGM

No responses yet