Sosis, Sirloin, dan Sirnanya Superpower Britania Raya?

Bagaimana Sausage War, Perjanjian Dagang UK-Australia, serta Implikasinya Menjadi Refleksi Bagi Wacana “Global Britain” Britania Raya Pasca-Brexit

Penulis: Rei Karis Larasati

Tanggal 11 Juni 2021, pemimpin tujuh kekuatan ekonomi terbesar dunia melangkah ke Cornwall, Inggris, untuk menghadiri pertemuan ke-47 kelompok G7 (BBC News, 2021). Pada forum di mana Inggris menjadi tuan rumah ini, salah satu topik yang disinggung adalah bagaimana Britania Raya dianggap telah melanggar salah satu perjanjian yang telah ditandatanganinya dengan Uni Eropa, yaitu Northern Ireland Protocol.

Protokol yang merespon keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa ini mengatur perdagangan Inggris dan Irlandia Utara (bagian dari Britania Raya) yang berbatasan langsung dengan Republik Irlandia Selatan (pecahan dari Britania Raya, sekarang negara berdaulat yang tergabung ke dalam Uni Eropa) yang dirasa perlu untuk melindungi kerja sama Irlandia Utara- Selatan, menghindari pergesekan pada perbatasan kedua wilayah, serta melindungi Perjanjian Good Friday Belfast 1998 pada seluruh dimensinya (Cameron, 2021). Pada protokol ini pula terdapat ayat persetujuan antara Inggris dan Uni Eropa bahwasanya meskipun masih tergabung dalam kesatuan Britania Raya, namun Irlandia Utara masih berada pada pasar tunggal Uni Eropa sehingga semua komoditas yang masuk ke Irlandia Utara, termasuk dari Britania Raya, harus patuh terhadap terhadap kebijakan cukai dan pengecekan Uni Eropa (Cameron, 2021). Protokol ini juga disertai dengan grace period (masa tenggang) yang ditujukan untuk memberi waktu transisi bagi kedua belah pihak yang telah menyetujui protokol ini untuk beradaptasi.

Masalah mulai muncul ketika London secara sepihak memperpanjang masa tenggang dari salah satu skema perdagangan pada protokol ini, yaitu Scheme for Temporary Agri-food Movements to Northern Ireland (STAMNI), yang kemudian mengekstensi masa pengampunan kebijakan Uni Eropa akan barang yang masuk dari Britania Raya ke Irlandia Utara; memungkinkan Britania Raya untuk melakukan perdagangan seperti biasa pada durasi yang lebih lama. Periode tenggang yang seharusnya berakhir pada 1 Juli 2021 ini akan dilanjutkan hingga 1 Oktober menurut pernyataan resmi yang dirilis oleh pemerintah Britania Raya (UK Parliament, 2021). Grace period perdagangan Britania Raya-Irlandia Utara untuk produk daging olahan seperti sosis dan nuget juga sedang dinegosiasikan oleh Inggris (Aodha, 2021) dimana sesudah tanggal 30 Juni 2021 seharusnya tersebut produk jenis ini tidak mendapatkan izin untuk diimpor ke Uni Eropa sama sekali mengingat standar keamanan Uni Eropa hanya mengizinkan impor potongan daging dari negara non-Uni Eropa untuk memasuki single market Uni Eropa (European Commission, n.d.).

Perihal yang kemudian dikenal dengan sebutan Sausage War ini seharusnya telah disetujui oleh kedua belah pihak ketika tinta basah pada Northern Ireland Protocol sudah mengering. Meskipun demikian, per 23 Juni 2021 peraturan ini sedang berada dalam negosiasi penundaan oleh pihak Inggris yang disampaikan oleh Rob Frost selaku Brexit Minister dan dengan Maroš Šefčovič sebagai European Commission Vice President hingga waktu yang belum ditentukan (Miliken, 2021). Masalahnya, tidak mustahil bagi Uni Eropa untuk memberlakukan tarif pada barang-barang Inggris yang dijual di Uni Eropa apabila London menolak bersikap kooperatif. Komisi Eropa juga sebelumnya telah mengancam mengambil tindakan hukum dan Parlemen Eropa (Sargeant, 2021).

Sausage War ini tidaklah luput dari diskusi forum G7 pada kemarin, dan nyatanya bahkan sempat memunculkan tensi sementara antara Inggris dengan Prancis. Boris Johnson, Perdana Menteri Britania Raya, sempat menunjukkan kekesalannya ketika Presiden Prancis Emmanuel Macron menyiratkan dalam pembicaraan head-to-head KTT G7 bahwa Irlandia Utara bukan bagian dari Inggris (Smith, 2021a) Selama pembicaraan tersebut, Johnson berusaha menjelaskan rasa frustrasinya dengan Northern Ireland Protocol dengan bertanya kepada Macron apa yang akan ia lakukan bila sosis dari Toulouse tidak dapat didistribusikan ke Paris — dimana Macron membalas bahwa perbandingan tersebut tidak setara karena Paris dan Toulouse keduanya adalah bagian dari negara yang sama, secara keliru menyiratkan bahwa Irlandia Utara tidak tergabung dengan Inggris (Smith, 2021b). Menteri Luar Negeri Britania Raya Dominic Raab pun menanggapi dengan asam pernyataan Macron dengan berkata bahwa UE berusaha memperlakukan Irlandia Utara seolah-olah bukan bagian integral dari Inggris” (Holden & Piper, 2021). Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa pergesekan ekonomi, sosial, dan politik yang terdapat pada Sausage War ini kurang lebihnya menggambarkan kepelikan kondisi Britania Raya pasca-Brexit.

Salah satu contoh lain yang cukup menggambarkan situasi ini dapat dilihat dari kesepakatan perdagangan baru antara pemerintah Britania Raya dengan Australia dan respon yang didapat dari masyarakat. Kesepakatan ini merupakan salah perjanjian dagang yang cukup dinantikan mengingat Britania Raya belum pernah menjalankan perjanjian dagang dengan Australia bahkan selama masih tergabung pada Uni Eropa di mana Uni Eropa sendiri belum memiliki perjanjian dagang dengan Australia (Government of the United Kingdom, 2021). Selain itu, kesepakatan ini adalah kesepakatan pasca-Brexit pertama yang dirumuskan dari awal oleh London sejak Brexit mengingat kebanyakan perjanjian dagang pasca-Brexit lainnya merupakan perpanjangan dari perjanjian yang ada ketika Britania Raya masih tergabung dengan Uni Eropa.

Pada kesepakatan ini, Australia dan Inggris berkomitmen untuk meliberalisasikan tarif perdagangan barang antara kedua negara, dimana akan terjadi liberalisasi penuh barang asal Inggris yang masuk ke Australia serta liberalisasi penuh barang asal Australia yang masuk ke Inggris dengan mempertimbangkan sensitivitas produk unggulan Inggris, seperti daging sapi, daging domba, dan gula (Department for International Trade, 2021). Australia dapat mengirim sejumlah produk pertanian per tahun ke Inggris tanpa harus membayarkan tarif pajak impor dimana batas/kuota ini akan meningkat bertahap seiring dengan waktu — dalam kasus daging sapi misalnya, 35.000 ton akan diizinkan masuk ke Inggris sebelum tarif diberlakukan, namun setelah 10 tahun perjanjian ini diberlakukan batas impor bebas tarif ini akan meningkat menjadi 110.000 ton. Selain itu, kuota bebas tarif untuk produk gula dan susu akan dihapuskan lebih cepat — delapan untuk gula dan lima untuk produk susu. Di isi lain, kesepakatan ini juga berarti bahwa produk ikonik Inggris seperti mobil, wiski, biskuit, serta keramik akan lebih murah untuk dijual ke Australia (Morris, 2021).

Kesepakatan UK-Australia ini, sebagai kesepakatan baru pertama pasca-Brexit, menjadi preseden yang menunjukkan kepada dunia apa yang dapat Inggris harapkan dan apa saja yang bersedia untuk diperdagangkan oleh Inggris. Meskipun demikian dibandingkan dengan keuntungan yang Britania Raya dapatkan dari perdagangan dengan Uni Eropa, dampak keseluruhan dari perjanjian ini pada GDP (produk domestik bruto) Britania Raya hanya memengaruhi sekitar 0,001 hingga 0,02 selama 15 tahun ke depan, sehingga layak dikatakan bahwa dampak kesepakatan ini terhadap GDP Britania Raya relatif kecil (Department for International Trade, 2020). Selain itu, model yang dikeluarkan Department for International Trade Inggris pada Juli 2020 menetapkan dua skenario dalam menilik signifikansi kesepakatan dagang dengan Australia. Pada skenario pertama, perjanjian ini akan mengakibatkan meningkatnya ekspor Britania Raya ke Australia sebesar 3.6% dengan impor Britania Raya ke Australia meningkat sebesar 7.4%. Pada skenario dua yang lebih optimistis, perjanjian ini membuat melonjaknya ekspor Britania Raya ke Australia sebesar 7.3% meskipun impor Britania Raya ke Australia juga turut meroket sebesar 83.2% (Department for International Trade, 2020).

Angka-angka mencekam ini belum disertai dengan kritik yang muncul dari produsen serta aktivis hewan Inggris. Presiden National Farmers Union of Scotland memberi peringatan snowball effect bagi produsen dan konsumen Inggris melihat bagaimana semakin banyak negara yang memperoleh akses bebas tarif dan kuota akan mengakibatkan kompetisi harga murah dimana apabila tidak mampu bersaing, akan ada banyak petani yang gulung tikar di Inggris (Carruth, 2021). Di Skotlandia sendiri sekarang sedang panas obrolan untuk melepaskan diri dari Britania Raya pasca-Brexit (Scheffer & Babin, 2021), dimana sentimen ini dapat diperparah apabila perjanjian dagang ini akan merugikan masyarakat Skotlandia kedepannya yang banyak bekerja sebagai petani dan peternak. Perhatian juga hadir dari kalangan aktivis hewan Inggris yang khawatir akan implikasi dari kesepakatan, mengingat murahnya harga potongan daging dari Australia juga disertai dengan penggunaan antibiotik yang tinggi pada hewan ternak, di mana penggunaan antibiotik per hewan pada ternak Australia sendiri lebih dari 16 kali lebih tinggi daripada di Inggris (Alliance to Save Our Antibiotics, 2020).

Menilai kedua kejadian ini, yaitu Sausage War dan kesepakatan dagang dengan Australia, penulis berasumsi bahwa London sedang berusaha untuk melepaskan diri dari zona aman (dan nyamannya) yaitu Uni Eropa — dimana dulu ia menikmati banyak keuntungan dari intensitas perdagangan regional tersebut, sekarang ia sedang mencoba untuk menyesuaikan diri dengan situasi pasca-Brexit untuk bisa mempenetrasikan diri pada pasar baru sembari mempertahankan apa yang masih bisa dikumpulkan dari situasi lama.

Akan naif bagi Inggris untuk berpikir bahwa keluar dari Uni Eropa tidak akan memiliki implikasi apa-apa. Dengan adanya isu separatisme dengan Skotlandia, komplain dari masyarakat sipil, hingga komentar petinggi negara lain yang menyentil kedaulatan teritorial Britania Raya — disusul dengan pergeseran status quo ekonomi, politik, dan strategis pasca- Brexit, Inggris tidak bisa terus memfokuskan proyeksinya sebagai Global Britain ke luar negeri apabila tidak diiringi dengan penyelesaian isu-isu dalam negeri sendiri.

Apabila benar tujuan Inggris hengkang dari UE adalah agar dapat memosisikan dirinya sebagai kekuatan global, maka harus disadari bahwa langkah yang dilakukannya sekarang dapat membuatnya terlihat sebagai sebuah middle power yang sedang terpontang- panting baik secara ekonomi maupun internal masyarakat, karena sudah membuat perjanjian-perjanjian yang belum berhasil menggantikan signifikansi perdagangan dengan Uni Eropa namun mendapat kecaman keras dari rakyat yang sebelumnya sudah kecewa duluan dengan tindakan yang diambil pemerintah pasca melepaskan diri dari Uni Eropa. Meskipun demikian, kondisi ini bukanlah buah simalakama bagi Inggris. Bila kedepannya Britania Raya dapat membuktikan ke dunia bahwa dirinya sebagai mitra dagang yang menguntungkan, bukan tidak mungkin pesimisme yang ada akan sirna dan Britania Raya tidak akan lagi dilihat sebagai negara yang sedang luntang-lantung.

Sejatinya “stepping forward” yang dilakukan Inggris (BBC News, 2019) tidak dapat dilakukannya tanpa melihat ke dalam, dimana untuk menjadi kekuatan global yang dihormati kesepakatan strategis saja tidak cukup bila tidak disertai dengan kesejahteraan sosial-politik masyarakat dalam negerinya. Layaknya makan sore sepotong sosis maupun sirloin, Britania Raya tidak bisa sekali lahap dan berekspektasi bahwa hidangan akan segera berada pada perutnya — semua harus dilahap dan disantap potong demi satu potong.

REFERENCES

Aodha, G 2021, ‘Sausage war: EU to ‘assess’ UK request for chilled meats to be traded with the North until October,’ The Journal, June 17, diakses 21 Juni 2021 pada https://www.thejournal.ie/sausage-wars-eu-to-consider-uk-request-extension-5470146-Jun2021/.

BBC News 2019, Brexit: UK offer ‘a step forward’ says Simon Coveney,’ BBC News, 4 Oktober 2019, diakses 24 Juni 2021 pada https://www.bbc.com/news/world-europe-49933793.

BBC News 2021, ‘G7 summit: What is it and why is it in Cornwall?’, BBC News, 11 Juni, diakses 17 Juni 2021 pada https:// www.bbc.com/news/world-49434667.

Cameron, D 2021, ‘Continuing UK-EU dispute over Brexit Protocol dominates G7 meeting,’ Yale Macmillan Center, Juni 18, diakses pada 21 Juni 2021.

Carruth, B 2021, ‘Australia Trade Deal Fails to provide lasting Assurances,’ National Farmers Union of Scotland, 15 Juni, diakses 23 Juni 2021 pada https://www.nfus.org.uk/news/news/australia-trade-deal

D.J. Scheffer & M. Babin, ‘What’s Next for Scotland’s Independence Movement?,’ Council on Foreign Relations, Mei 13, diakses 22 Juni 2021 pada https://www.cfr.org/in-brief/whats-next-scotlands-independence-movement.

Department for International Trade 2020, UK-Australia free trade agreement: the UK’s strategic approach, Department for International Trade, diakses 21 Juni 2021.

Department for International Trade 2021, UK-Australia FTA negotiations: agreement in principle, Department for International Trade, diakses 21 Juni 2021.

‘Farm Antibiotics and Trade Deals — could UK standards be undermined?,’ Alliance to Save Our Antibiotics 2020, diakses 22 Juni 2021.

Government of the United Kingdom (2019). UK agrees historic trade deal with Australia [Press Release]. 15 Juni. Akses melalui: https://www.gov.uk/government/news/uk-agrees-historic-trade-deal-with-australia (diakses pada Juni 20, 2021).

Holden, M. & Piper, E. 2021, ‘Britain’s Raab says EU should stop treating N.Ireland as ‘separate country’,’ Reuters, Juni 13, diakses Juni 20 2021 pada https://www.reuters.com/world/uk/britains-raab-says-eu-should-stop-treating-nireland-separate-country-2021-06-13/.

Meat Products, European Comission Directorate-General for Health and Food Safety, diakses 22 Juni 2021.

Milliken, D 2021, ‘UK seeks further three-month ‘grace period’ in EU sausage spat,’ Reuters, Juni 18, diakses Juni 20 2021 pada https://www.reuters.com/article/us-britain-eu-nireland-idUSKCN2DT2JR

Morris, C 2021, ‘UK-Australia trade deal: What are the arguments for and against?,’ BBC News, 8 Juni, diakses 24 Juni 2021 pada https://www.bbc.com/news/57173498.

Sargeant, J 2021, ‘Cooperation not confrontation should be at the heart of UK–EU discussions on the protocol’, Institute for Government, Maret 5, diakses Juni 8 2021 pada https:// www.instituteforgovernment.org.uk/blog/cooperation-northern-ireland-protocol.

Smith, B 2021a, ‘Boris Johnson infuriated after Emmanuel Macron suggested Northern Ireland was not part of UK,’ The Telegraph, 12 Juni, diakses 22 Juni 2021 pada https://www.telegraph.co.uk/politics/2021/06/12/boris-johnson-infuriated-emmanuel-macron-suggested-northern/.

Smith, B 2021b, ‘Boris Johnson’s warning to EU: ‘I will not hesitate to take unilateral measures over Northern Ireland’,’ The Telegraph, 12 Juni, diakses 22 Juni 2021 pada https://www.telegraph.co.uk/politics/2021/06/12/boris-meeting-macron-merkel-eu-leaders-brexit-threatens-derail/.

UK Parliament Secretary of State for Northern Ireland 2021, Statement UIN HCWS819, diakses 21 Juni 2021 pada https://questions-statements.parliament.uk/written-statements/detail/2021-03-03/hcws819.

--

--

Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM
Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

Written by Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

“Shape & promote positive Indonesian internationalism throughout the nation & the world.” | Instagram: @fpciugm | LINE: @toh2615q | LinkedIn: FPCI Chapter UGM

No responses yet