Rencana Resolusi Konflik Taliban-Amerika Serikat: Damai atau Nanti?

Oleh: Alfin Febrian Basundoro

Perang di Afghanistan yang telah terjadi selama delapan belas tahun akan memasuki babak akhir. Pasalnya, pihak-pihak yang saling bertikai telah memulai kembali usaha resolusi konflik dengan mengadakan serangkaian negosiasi damai. Sejak 29 Februari 2020, Amerika Serikat telah menandatangani perjanjian damai bersyarat dengan perwakilan Taliban di Doha, Qatar (Qazi, 2020). Beberapa poin yang disepakati kedua pihak di antaranya: pertama, rencana penarikan seluruh pasukan militer asing dari Afghanistan dalam empat belas bulan apabila Taliban dan seluruh kelompok milisi tidak melakukan provokasi yang memicu konflik bersenjata (BBC, 2020). Kedua, pertukaran tawanan — 5.000 milisi Taliban akan dibebaskan oleh Pemerintah Afghanistan, sementara Taliban akan melepas 1.000 personel militer Afghanistan. Ketiga, kemungkinan legalisasi kelompok milisi tersebut menjadi partai politik (Aytekin, 2020).

Penegakan perdamaian di Afghanistan menjadi semakin krusial. Dengan konflik bersenjata yang masih berkecamuk, masa depan negeri di Asia Tengah tersebut semakin takpasti, sementara krisis kemanusiaan di depan mata. Jika tidak segera damai, maka dampaknya akan semakin membekas. Pasukan militer Afghanistan — sejak 2014 diberi wewenang penuh untuk mengontrol keamanan oleh pasukan koalisi AS — terbukti tidak berhasil mengendalikan situasi secara signifikan, dengan serangan teror yang masih terus terjadi. Pada 2019, Taliban masih menduduki 15% wilayah Afghanistan dan perebutan wilayah masih terjadi di 119 distrik. (Chugtai, 2019).

Meskipun begitu, agaknya proses perdamaian ini tidak berlangsung mulus. Pasalnya, Pemerintah Afghanistan memandang miring kesepakatan Taliban-AS tersebut. Pada 14 Maret lalu, Presiden Ashraf Ghani menyatakan bahwa pihaknya hanya akan membebaskan 1.500 milisi Taliban dan akan membebaskan 3.500 sisanya setelah tercapai kesepakatan resmi antara pihaknya dengan Taliban — yang kemudian mengalami penundaan (Panda, 2020). Pernyataan dan penundaan tersebut dipandang Taliban mencederai rencana resolusi konflik di Afghanistan. Juru Bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, pada Sabtu, 28 Maret silam bahkan menyatakan bahwa pihaknya menolak rencana Pemerintah Afghanistan untuk melakukan perundingan lanjutan. Padahal, Pemerintah Afghanistan telah membentuk tim negosiator yang mewakili “setiap golongan di negara tersebut” (Al Jazeera, 2020). Ketidakpastian dalam kondisi ini dapat membuat resolusi konflik di Afghanistan melambat — atau bahkan takkunjung tercapai dalam waktu dekat.

REFERENSI

“Afghanistan: Who controls what.” Diakses 29 Maret 2020. https://www.aljazeera.com/indepth/interactive/2016/08/afghanistan-controls-160823083528213.html.

Panda, Ankit. “Peace Is Easier Said Than Done in Afghanistan.” Diakses 29 Maret 2020. https://thediplomat.com/2020/03/peace-is-easier-said-than-done-in-afghanistan/.

“Rise, fall and resurgence of Taliban in Afghanistan.” Diakses 29 Maret 2020. https://www.aa.com.tr/en/asia-pacific/rise-fall-and-resurgence-of-taliban-in-afghanistan/1750222.

“Taliban refuses to talk to newly-formed Afghan government team.” Diakses 29 Maret 2020. https://www.aljazeera.com/news/2020/03/taliban-refuses-talk-newly-formed-afghan-government-team-200328141120875.html.

“US and Taliban Sign Deal to End 18-Year Afghan War.” BBC News, 29 Februari 2020, bag. Asia. https://www.bbc.com/news/world-asia-51689443.

“US, Taliban to sign deal aimed at bringing peace to Afghanistan.” Diakses 29 Maret 2020. https://www.aljazeera.com/news/2020/02/taliban-set-sign-deal-war-afghanistan-200228055452287.html.

--

--

Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM
Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

Written by Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

“Shape & promote positive Indonesian internationalism throughout the nation & the world.” | Instagram: @fpciugm | LINE: @toh2615q | LinkedIn: FPCI Chapter UGM

No responses yet