Prioritas 4+1: Babak Baru Dinamika Politik Luar Negeri Indonesia

oleh: Brigitta Kalina Tristani Hernawan

Tidak lama setelah dilantik sebagai Presiden untuk yang kedua kalinya, Jokowi menegaskan bahwa hanya ada satu visi yang akan diterapkan ke seluruh jajaran Kabinet Indonesia Maju, tidak terkecuali Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Dalam Pidato Penyampaian Prioritas Politik Luar Negeri Indonesia 2019–2024, Menlu Retno Marsudi menyampaikan bahwa prioritas politik luar negeri Indonesia akan bertumpu pada prioritas 4+1. Hal tersebut meliputi meliputi penguatan diplomasi ekonomi, diplomasi perlindungan, diplomasi kedaulatan dan kebangsaan, peningkatan kontribusi dan kepemimpinan Indonesia di kawasan dan dunia, serta diiringi dengan penguatan infrastruktur dan mesin diplomasi (Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2019). Secara umum, prioritas politik luar negeri Indonesia pada periode kedua Jokowi tidak terlalu berbeda dengan periode sebelumnya yang juga berfokus pada diplomasi kedaulatan, diplomasi perlindungan, dan diplomasi ekonomi (Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2015). Namun, jika dianalisis lebih lanjut, ada beberapa poin menarik yang dapat dilihat dari prioritas 4+1, terutama jika disandingkan dengan dinamika politik domestik dan politik internasional saat ini.

Poin pertama, diplomasi ekonomi dijadikan sebagai prioritas utama politik luar negeri Indonesia 2019–2024. Hal ini tampak dari bagaimana strategi pelaksanaannya telah direncanakan secara mendalam melalui enam langkah strategis yang dijabarkan pada setengah bagian awal dari keseluruhan pidato Menlu, yang meliputi : 1) Kapitalisasi penguatan pasar domestik, 2) Penguatan pasar tradisional dan terobosan pasar nontradisional, 3) Penguatan perundingan pasar dan investasi, 4) Promosi terpadu perdagangan dan investasi serta mendorong outbond investment, 5) Diplomasi untuk menjaga kepentingan strategis ekonomi Indonesia, serta 6) Mendorong ekonomi 4.0 (Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2019). Terancangnya langkah-langkah perwujudan diplomasi ekonomi secara terstruktur dan strategis menunjukkan komitmen Kemlu yang cukup serius untuk mewujudkan dan melanjutkan apa yang masih menjadi visi utama Jokowi di periode keduanya, yaitu pada bidang ekonomi.

Walaupun begitu, ada hal yang cukup berbeda mengenai strategi diplomasi ekonomi dalam prioritas politik luar negeri Indonesia jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada periode lalu, pelaksanaan diplomasi ekonomi lebih ditekankan pada peningkatan kerja sama regional dan internasional di bidang infrastruktur maritim, energi, perikanan, dan pelestarian lingkungan bahari. Visi “Poros Maritim Dunia” yang saat itu turut digadang-gadang oleh Jokowi nyatanya tidak kembali menjadi strategi utama pelaksanaan diplomasi ekonomi. Enam langkah strategis diplomasi ekonomi yang dikemukakan oleh Menlu lebih diarahkan kepada promosi investasi dan keterbukaan pasar nontradisional, bahkan tidak ada satu poin-pun yang menyinggung mengenai kemaritiman. Namun, ketiadaan poros maritim dalam strategi diplomasi ekonomi bukan menjadi hal yang mengherankan apabila dilihat dari bagaimana Jokowi juga “meniadakan” poin Poros Maritim Dunia dalam lima visi utama yang dikemukakan pada pidato pascapelantikannya. Beberapa pihak juga melihat bahwa poros investasi telah menggeser keutamaan poros maritim pada prioritas kebijakan pemerintahan secara umum di periode ini (“Poros Investasi, Penggeser Poros Maritim,” 2019). Maka dari itu, menjadi hal yang lumrah apabila prioritas politik luar negeri Indonesia di periode kedua ini juga tidak banyak mengarah ke bidang maritim.

Poin menarik selanjutnya adalah mengenai peningkatan kontribusi dan kepemimpinan Indonesia di kawasan dan dunia yang pada akhirnya menjadi salah satu prioritas politik luar negeri Indonesia. Hal ini menjadi penting untuk dibahas karena sebelumnya keterlibatan Indonesia dalam berbagai forum internasional tidak secara gamblang tertulis pada prioritas politik luar negeri Indonesia. Tidak hanya itu, absennya Jokowi pada berbagai forum multilateral karena cenderung pragmatis dan inward looking menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen Indonesia pada isu-isu global, terutama mengingat posisi Indonesia yang saat ini tengah menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB (Rosyidin, n.d.). Ditetapkannya peningkatan kontribusi Indonesia di dunia sebagai salah satu prioritas politik luar negeri Indonesia diharapkan menjadi sebuah tanda keseriusan pemerintah untuk tidak hanya aktif dalam forum bilateral saja dan cenderung bersikap pragmatis, tetapi juga turut berpartisipasi aktif dalam forum-forum multilateral. Peranan Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Dewan HAM PBB, serta G-20 perlu untuk dijadikan momentum yang berharga untuk menyuarakan isu-isu global yang menjadi perhatian Indonesia. ASEAN juga perlu untuk dijadikan prioritas bagi Indonesia, terutama dalam rangka untuk “merebut” kembali posisinya sebagai aktor utama di ASEAN.

Hal menarik terakhir yang juga disampaikan oleh Menlu Retno Marsudi pada pidato penyampaian prioritas politik luar negeri Indonesia adalah peluncuran Indonesia-Aid pada Oktober 2019 lalu. Sebagai salah satu penerapan dari prioritas peningkatan kontribusi Indonesia di dunia, Indonesia Aid dirasa mampu menjadi sarana yang tepat untuk berkontribusi pada perdamaian dan kemanusiaan. Dalam rangka menyukseskan program ini, pemerintah telah menganggarkan dana sebesar satu triliun rupiah dengan target utama yang menjadi negara penerima adalah negara-negara Pasifik (Kepulauan Solomon, Nauru, Tuvalu, Fiji, dan Kiribati) dan negara-negara ASEAN (Myanmar dan Filipina) (Michaella, 2019). Walaupun menjadi salah satu sarana bagi Indonesia untuk menerapkan “diplomasi tangan di atas”, penetapan Indonesia-Aid pada nyatanya memunculkan pro dan kontra dari berbagai elemen. Selain dirasa masih menjadi negara yang membutuhkan bantuan asing dari negara lain, pemberian Indonesia-Aid yang menargetkan negara-negara Pasifik sebagai penerima bantuan dirasa sebagai manuver politik Indonesia terhadap negara-negara Pasifik yang terus mengecam Indonesia atas Papua. Akan tetapi, Tantowi Yahya, Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, Samoa, dan Tonga, langsung membantah hal itu saat berbagai media asing di Australia dan Pasifik meragukan motif Indonesia. Beliau menyatakan bahwa pemberian bantuan Indonesia tidak ada kaitannya dengan politik dan justru diberikan dalam rangka untuk membangun solidaritas dengan negara berkembang lainnya. Selain itu, Tantowi Yahya juga menyatakan tidak ada yang salah dengan memberi bantuan, walaupun masih menerima bantuan dari negara lain (Renaldi, 2019). Meskipun menimbulkan pro dan kontra, pembentukan Indonesia-Aid pada nyatanya menjadi salah satu bentuk komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam bidang kemanusiaan dan perwujudan perdamaian dunia.

Secara umum, prioritas 4+1 yang menjadi prioritas baru Kementerian Luar Negeri Indonesia tidak jauh berbeda dengan apa yang menjadi visi politik luar negeri Indonesia sebelumnya. Namun, adanya perubahan dan penambahan poin dalam prioritas ini tentu menjadi tanda babak baru dinamika politik luar negeri Indonesia: Pudarnya “Poros Maritim Dunia”, peningkatan peran Indonesia di dunia yang lebih nyata, serta pembentukan Indonesia-Aid. Walaupun begitu, diplomasi ekonomi akan menjadi hal yang diprioritaskan dan akan menjadi basis kerja sama dan kontribusi Indonesia di lingkup internasional.

Referensi

Ambari, M. “Poros Investasi, Penggeser Poros Maritim.” Mongabay (daring), 18 Juli 2019. Diakses 1 Februari 2020. https://www.mongabay.co.id/2019/07/18/poros-investasi-penggeser-poros-maritim/

Khalida, M. Sushtira. “Diplomasi Ekonomi Indonesia Jadi Prioritas Pertama Polugri RI.” Media Indonesia (daring), 29 Oktober 2019. Diakses 1 Februari 2020. https://mediaindonesia.com/read/detail/268298-diplomasi-ekonomi-indonesia-jadi-prioritas-pertama-polugri-ri

“Penyampaian Prioritas Politik Luar Negeri Republik Indonesia 2019–2024.” Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 29 Oktober 2019. Diakses 1 Februari 2020. https://kemlu.go.id/portal/id/read/725/pidato/penyampaian-prioritas-politik-luar-negeri-republik-indonesia-2019-2024

“Peresmian Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional oleh Pemerintah Indonesia.” Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 18 Oktober 2019. Diakses 4 Februari 2020. https://kemlu.go.id/portal/id/read/695/berita/peresmian-lembaga-dana-kerja-sama-pembangunan-internasional-oleh-pemerintah-indonesia.

“Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri RI Tahun 2015.” Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 7 Januari 2015. Diakses 1 Februari 2020. https://kemlu.go.id/portal/id/read/755/pidato/pernyataan-pers-tahunan-menteri-luar-negeri-ri-tahun-2015

Renaldi, Erwin. “Dubes RI di Selandia Baru Bantah Bantuan ke Pasifik Sebagai Upaya Redam Dukungan Papua.” ABC News (daring), 25 Oktober 2019. Diakses 4 Februari 2020. https://www.abc.net.au/indonesian/2019-10-25/bantuan-indonesia-bukan-untuk-redam-pasifik/11639200

Rosyidin, Mohamad. “Gaya Diplomasi Jokowi dan Arah Politik Luar Negeri RI.” DetikNews (daring), 10 Oktober 2019. Diakses 1 Februari 2020. https://news.detik.com/kolom/d-4740964/gaya-diplomasi-jokowi-dan-arah-politik-luar-negeri-ri

Setiawati, MA, S.M. Indonesian Foreign Policy, 2018. Lecture, Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta.

Siregar, E. Limsan. “Ini 5 Hal Prioritas Jokowi di Kekuasaan Jilid II.” CNBC Indonesia (daring), 21 Oktober 2019. Diakses 1 Februari 2020. https://www.cnbcindonesia.com/news/20191021075342-4-108566/ini-5-hal-prioritas-jokowi-di-kekuasaan-jilid-ii

--

--

Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM
Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

Written by Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

“Shape & promote positive Indonesian internationalism throughout the nation & the world.” | Instagram: @fpciugm | LINE: @toh2615q | LinkedIn: FPCI Chapter UGM

No responses yet