Pembunuhan Moïse dan (Kemungkinan) Penyelesaian Krisis Konstitusional Haiti
Penulis: Allysa Ramadhani
Presiden Jovenel Moïse tewas tertembak, dan politik Haiti dihadapkan dengan puncak krisis konstitusional. Penyerbuan orang-orang bersenjata pada kediaman pribadi Moïse malah menyebabkan perebutan kekuasaan di antara tiga tokoh: Kepala Senat Joseph Lambert, Calon Perdana Menteri Ariel Henry, dan Perdana Menteri Sementara Claude Joseph — yang terakhir menyatakan keadaan pengepungan, memberlakukan darurat militer, dan menutup perbatasan (Angelo & Gevarter, 2021). Diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat sebagai pelaksana jabatan presiden yang sah, Joseph meminta pengiriman pasukan militer AS untuk membantu melindungi bandara dan cadangan minyak nasional di tengah upaya pemeliharaan stabilitas kondisi masyarakat serta percepatan pemilihan umum di Haiti. Namun, pemerintah AS mengatakan bahwa hingga kini belum terdapat rencana pengiriman pasukan, dan Juru Bicara Departemen Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian PBB Jose Luis Diaz menyebutkan pengiriman pasukan dalam keadaan apapun menjadi kewenangan Dewan Keamanan PBB (Holland & Paultre, 2021). Di antara sekumpulan ketidakpastian di Haiti, ada satu kepastian: kehati-hatian Washington untuk menyalurkan bantuan pada Port-au-Prince.
Perlu dipahami terlebih dahulu kekosongan kekuasaan Haiti setelah Moïse meninggal. Pemerintahan Haiti menggunakan sistem semipresidensial sekaligus sistem demokrasi setelah berakhirnya rezim diktator Jean-Claude Duvalier pada tahun 1989. Dalam hal ini, konstitusi Haiti memberikan kekuasaan kepada presiden dan perdana menteri sebagai pihak yang menjalankan pemerintahan bersama-sama. Demokrasi di Haiti tak selalu berjalan mulus, dibuktikan dengan serangkaian aksi protes sepanjang periode 2012–2014 yang menuntut pemberantasan korupsi dan kemiskinan sekaligus mendesak pengunduran diri presiden sebelumnya, Michel Martelly (VOA News, 2021). Pengunduran Martelly tidak diikuti dengan penunjukan penggantinya, dan Pemilihan Presidensial 2015 — semula dimenangkan Moïse dengan 32.81% total suara masuk — malah berakhir dengan tuduhan kecurangan pemilu, memicu pemilihan ulang pada tahun berikutnya (Johnston, 2015). Setelah berbagai penundaan, Moïse kembali menang di Pemilihan Presidensial 2016, dan pebisnis eksportir pisang yang belum pernah menduduki jabatan politik ini dilantik sebagai presiden Haiti pada bulan Februari 2017.
Selama menjabat sebagai presiden, Moïse menghadapi tantangan selama menjalankan mandatnya, dua di antaranya perbedaan persepsi terkait masa jabatan Moïse dan perancangan amandemen konstitusi. Pertama, terdapat perselisihan pemerintah-publik tentang berakhirnya masa jabatan Moïse yang nanti memengaruhi legitimasinya. Saat pihak oposisi menyebutkan mandat lima tahun Moïse seharusnya berakhir di tahun 2020 — dihitung dari pengunduran diri Martelly dan pelaksanaan Pemilihan Presidensial 2016 — mereka memperoleh kontraargumen dari pemerintah dan pendukung Moïse yang memaparkan bahwa akhir masa jabatan dihitung sejak pelantikan, mengukuhkan Februari 2022 sebagai akhir masa jabatannya (Angelo & Gevarter, 2021). Di tengah krisis legitimasi yang diperparah dengan krisis bahan bakar serta kegagalan pelaksanaan pemilihan legislatif akibat situasi yang tidak aman selama tahun 2020, Moïse mengeluarkan dekrit presiden untuk mengonsolidasikan kekuasaannya — yang diasumsikan sebagai langkah tak sah untuk memperpanjang mandatnya sekaligus melanggar konstitusi — tanpa memperpanjang masa jabatan atau menunjuk pengganti anggota legislatif. Akibatnya, legitimasi Moïse semakin berkurang, dan badan legislasi Haiti saat ini terdiri dari sepuluh anggota setelah masa jabatan dua pertiga anggotanya habis pada bulan Januari 2021 (Connelly, 2021).
Kedua, Moïse tengah merencanakan penulisan ulang konstitusi Haiti yang diikuti oleh referendum — sebelumnya diundur dari Juni ke September tahun ini. Ambiguitas status badan legislatif yang telah kehilangan dua puluh anggotanya dan ambivalensi mandat sang presiden semakin memperparah demokrasi Haiti sehingga, secara sepihak, Moïse hendak memastikan bahwa amandemen menjadi cara terbaik guna mempertahankan otoritasnya. Meski demikian, presiden mengindikasikan tendensi otoriternya melalui ketentuan yang akan memastikan kekebalannya dari penuntutan publik, menghapus jabatan perdana menteri, serta menghapuskan sistem pemilihan dua putaran (Santora & Porter, 2021). Oleh sebab itu, Moïse dan semua kebijakannya akan kebal dari tuntutan pihak-pihak oposisi — baik itu perdana menteri yang menjadi pusat kekuasaan yang seimbang dengan presiden, partai oposisi beserta kandidatnya yang hendak menggantikan petahana, serta publik yang menghadapi ketidakpastian sosial dan ekonomi — apabila rancangan konstitusi akan diterima. Terlebih, sang presiden tak merancang kebijakan untuk mengisi kekosongan badan legislatifnya, tetapi ia malah menetapkan Henry sebagai perdana menteri berikutnya untuk meneruskan jabatan Joseph — sebelumnya ditunjuk menjadi perdana menteri sementara menggantikan Joseph Jouthe yang mundur — tepat sehari sebelum penyerbuan di kediaman pribadi Moïse.
Lantas, bagaimana politik Haiti saat ini? Bercermin dari pemaparan sebelumnya, Moïse meninggalkan negaranya dalam instabilitas politik dengan kompetisi posisi perdana menteri oleh Henry dan Joseph, tetapi sesuai dengan konstitusi semestinya pelaksana jabatan presiden ialah Ketua Mahkamah Agung René Sylvestre yang telah meninggal dunia April silam akibat COVID-19 tanpa seorang pengganti (Angelo & Gevarter, 2021; BBC, 2021). Oleh karena itu, Henry memberi klaim bahwa ia merupakan pemimpin Port-au-Prince selanjutnya, dan Joseph menyangkal klaim tersebut karena Henry tak pernah menduduki jabatan itu secara langsung, mendorong Joseph untuk mengambil tanggung jawab sebagai pelaksana jabatan presiden dan perdana menteri sekaligus. Kemudian, Lambert mengadakan pemilihan di dalam Senat Haiti yang menyatakan bahwa Lambert — sebagai ketuanya — memegang mandat sebagai presiden selanjutnya, tetapi klaim ini dipandang problematis karena pemilihan ini hanya dilaksanakan oleh sepuluh anggota saja alih-alih tiga puluh anggota akibat ketiadaan anggota legislasi yang baru (Connelly, 2021). Perpolitikan Haiti benar-benar terjebak dalam limbo.
Terlepas dari polemik peralihan kekuasaan di Port-au-Prince, AS dan PBB menyebut bahwa Joseph — sampai saat ini juga menjabat sebagai menteri luar negeri — mesti memimpin negara dan melaksanakan pemilihan untuk seluruh posisi pemerintahan yang kosong. Joseph, yang mempunyai dukungan kuat dari militer dan masyarakat internasional, meminta bantuan AS untuk mempertahankan infrastruktur strategis di Haiti. Biarpun begitu, menurut Sekretaris Pers Pentagon John Kirby (dalam Mistich, 2021) pemerintahan Biden hanya mengirimkan “tim teknis” untuk “menyelidiki insiden ini (pembunuhan Moïse) dan mencari tahu siapa yang bersalah, siapa yang bertanggung jawab, dan cara terbaik guna meminta pertanggungjawaban mereka ke depan.” Kata-kata Kirby seakan menunjukkan perubahan kebijakan luar negeri AS yang selama ini ditujukan untuk mendorong dan memperkuat demokrasi, layaknya pertemuan Moïse dengan Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft yang bertujuan untuk merancang dialog inklusif sebagai mekanisme peredaman protes dua tahun lalu (HaitiLibre, 2019).
Apabila ditelisik lebih dalam, AS sejatinya menghendaki pembentukan dan penguatan demokrasi Haiti melalui partisipasi masyarakat yang inklusif. AS secara terang-terangan telah menolak rancangan konstitusi baru Moïse dengan alasan kecenderungan otoritarianisme yang kuat (Santora & Porter, 2021). Pasalnya, kebijakan Haiti yang dipegang teguh oleh AS adalah kebijakan transaksional yang hanya menguntungkan AS, bukan mengakomodasi kepentingan masyarakat Haiti, secara ekonomi dan ideasional. Penghormatan terhadap hak asasi manusia, perlawanan atas kejahatan transnasional, dan pemberian dorongan untuk berpartisipasi dalam rezim internasional menjadi kepentingan Washington. Akan tetapi, perpolitikan domestik tak menjadi ranah yang harus dikelola secara langsung olehnya sehingga benar bagi administrasi Biden untuk berhati-hati dalam mengirimkan militernya sekaligus untuk menganjurkan suatu perbaikan sistem politik. Dengan skema ini, Haiti diharapkan memiliki sistem pemerintahan yang berkelanjutan dan berpotensi meningkatkan kesejahteraan publik.
Mengingat nasib konstitusi yang masih tak jelas antara perlunya penulisan ulang atau pemeliharaan, Joseph mempunyai tugas untuk menyelamatkan Haiti dari krisis konstitusional yang sarat kekerasan. Karena Moïse memberikan gagasan mengenai amandemen serta sistem internasional menunjukkan dukungan kepada pemerintahan demokratis yang menitikberatkan sentralitas rakyat, sang pelaksana jabatan presiden dapat membuat langkah pertamanya, yaitu memperbaiki konstitusi Haiti yang selama ini menyulitkan peralihan dan penggunaan kuasa. Dua ketentuan fundamental adalah perombakan sistem pemerintahan — memungkinkan suatu pemerintahan presidensial secara penuh, sehingga tidak ada lagi perseteruan presiden-perdana menteri, atau pembentukan jabatan wakil presiden untuk mencegah krisis hari ini terulang kembali — serta pelaksanaan pemilihan umum secara jujur dan adil. Terlepas dari nasib akhir konstitusi Haiti nantinya, Joseph harus memastikan keterlibatan masyarakat di proses-proses penguatan institusi politik dan sistem demokrasi, dalam jangka panjang akan memutus rantai penolakan dan kekerasan yang selama ini mewarnai politik Haiti.
Jovenel Moïse sudah meninggal dunia, tiga orang sedang memperebutkan posisi yang strategis dalam perpolitikan Haiti, dan komunitas internasional sudah memberi sinyal bahwa proses politik demokratis menjadi solusi bagi Haiti agar bangkit dari krisis konstitusional. Di satu sisi, pembunuhan Moïse mengindikasikan beberapa kelemahan dalam institusi politiknya hingga kekerasan dan ketiadaan kesejahteraan menjadi fitur-fitur utama pada politik Haiti. Di sisi lain, peristiwa ini dapat dipandang sebagai tamparan agar segera memulihkan keadaan dengan mengamandemen konstitusi dan melaksanakan pemilihan umum yang sah. Partisipasi publik mungkin menjadikan transisi kekuasaan berjalan lebih lama, tetapi hal itu diperlukan guna memastikan pembenahan politik yang lebih diterima secara luas dan berkelanjutan. Meskipun masih ada teka-teki mengenai kebijakan Joseph setelah mengklaim dirinya sebagai pelaksana jabatan presiden, demokratisasi yang lebih luas memunculkan peluang bagi Haiti — tak hanya untuk menamatkan krisis konstitusionalnya tetapi juga mengakhiri masanya sebagai liabilitas ekonomi dan politik di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia.
REFERENSI
Angelo, P. J., & Gevarter, D. (2021, Juli 8). The Assassination of Haitian President Jovenel Moise: What to Know. Council on Foreign Relations. https://www.cfr.org/in-brief/assassination-haitian-president-jovenel-moise-what-know
BBC. (2021, Juli 8). Jovenel Moïse: Police kill four after Haiti’s president assassinated. BBC News. https://www.bbc.com/news/world-latin-america-57758864
Connelly, E. A. J. (2021, Juli 10). Senate leader third to claim power in Haiti after president assassinated. New York Post. https://nypost.com/2021/07/10/senate-leader-third-to-claim-power-in-haiti-after-president-assassinated/
HaitiLibre. (2019, November 21). Haiti — FLASH : The United States supports Moïse, the opposition remains on its positions. HaitiLibre.com. https://www.haitilibre.com/en/news-29318-haiti-flash-the-united-states-supports-moise-the-opposition-remains-on-its-positions.html
Holland, S., & Paultre, A. (2021, Juli 9). U.S rebuffs Haiti troops request after president’s assassination. Reuters. https://www.reuters.com/world/americas/colombian-suspects-haiti-presidents-killing-arrived-via-dominican-republic-2021-07-09/
Johnston, J. (2015, November 16). An Analysis of the October 25 Preliminary Results. Center for Economic and Policy Research. https://cepr.net/an-analysis-of-the-october-25-preliminary-results/
Mistich, D. (2021, Juli 11). The U.S. Is Sending A Team Of Investigators To Haiti, But Not Military Assistance. NPR.Org. https://www.npr.org/2021/07/11/1015101675/the-u-s-is-sending-a-team-of-investigators-to-haiti-but-not-military-assistance
Santora, M., & Porter, C. (2021, Juli 7). The president was engaged in a sweeping effort to overhaul the country’s Constitution. The New York Times. https://www.nytimes.com/2021/07/07/world/americas/jovenel-moise-death.html
VOA News. (2021, Juli 8). Key Events in Haiti Before Killing of Haitian President Moise. Voice of America. https://www.voanews.com/americas/key-events-haiti-killing-haitian-president-moise