Pasar Mengglobal, Korupsi Melokal: Kasus Mega Korupsi PT Timah Tbk

By Revanda Ardelia Candra

Korupsi, tindak kejahatan yang selalu menjadi bahan celaan publik. Umumnya, korupsi dilakukan oleh oknum pemerintah yang selalu tidak puas dengan gaji dan tunjangan-tunjangannya. Namun, kasus korupsi yang menggegerkan negeri baru-baru ini lantaran nilai korupsinya yang fantastis dilakukan oleh jajaran petinggi perusahaan hingga suami selebritas. Ironinya lagi, korupsi ini melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Timah Tbk yang mengakomodasi pertambangan ilegal di kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) perseroannya.

PT Timah Tbk, badan usaha yang seharusnya meraup profit demi hajat rakyat, kini malah terlibat dalam kasus korupsi yang mengakibatkan negara merugi hingga Rp 271 triliun besarnya. Angka ini pun masih dalam proses kalkulasi, yang berarti masih besar lagi kerugian yang harus negara tanggung. Nilai ini jauh melebihi kasus korupsi PT Asabri yang sempat gempar 3 tahun silam. Hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti nilai kerugian ekonomi atas kasus korupsi ini, namun Kejaksaan Agung sudah memperkirakan kerugian ekologis mencapai Rp 271 triliun. Bambang Hero Saharjo, seorang Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor menghitung nilai kerugian kasus ini berdasarkan cakupan areal tambang –kawasan hutan dan non kawasan hutan, yang diamati melalui pengamatan citra satelit pada 2015-2022. Nilai kerugian ekologis dalam kawasan hutan ditafsirkan mencapai Rp 223,36 triliun, sedangkan non kawasan hutan diperkirakan menyentuh angka Rp 47,7 triliun.

Sejak akhir bulan Maret lalu, Kejagung sudah menetapkan 16 tersangka, 3 di antaranya merupakan petinggi dan ex-petinggi BUMN PT Timah Tbk, sedangkan 13 lainnya dari swasta termasuk Harvey Moeis, suami selebriti Sandra Dewi, hingga Helena Lim yang dikenal publik sebagai crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK). Kuntadi selaku Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, mengungkap Harvey Moeis sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) menjalin kerja sama dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani –mantan Direktur Utama PT Timah Tbk yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, dalam pertambangan ilegal berkedok sewa-menyewa alat peleburan timah. Diduga Harvey Moeis memiliki andil dalam melobi perusahaan-perusahaan agar setuju ikut serta dalam kegiatan pertambangan ilegal di wilayah konsesi Pt Timah Tbk. Harvey Moeis bersama tersangka yang lain kemudian meraup keuntungan dari setoran para pemilik smelter. Manager PT QSE, Helena Lim, lalu berperan dalam memfasilitasi penyaluran dana tersebut serta menyamarkannya sebagai dana corporate social responsibility (CSR).

Sementara itu, merespons kasus mega korupsi ini, saham PT Timah Tbk atau TINS terpantau mengalami fluktuasi sepekan terakhir. Pada selasa lalu, saham TINS terindikasi hijau dengan level 925, bergerak positif 110 poin dibandingkan hari sebelumnya. Pada Jumat siang 5 April 2024, 3 hari setelahnya kapitalisasi saham TINS menyentuh angka Rp 6,74 triliun dengan harga saham yang berada pada level 905. Meskipun begitu, terhitung dari awal tahun, harga saham TINS relatif menguat dengan kenaikan 40,31%.

Ariston Tjendra mengutarakan pendapatnya sebagai seorang Analis Monex Investindo Futures, bahwa penguatan harga saham PT Timah Tbk merupakan respons dari naiknya harga timah di pasar global yang memang mengalami tren kenaikan sejak November akhir tahun 2023 lalu. Hal ini menjadi salah satu faktor terjadinya korupsi dalam kesempatan yang sempit tersebut–hal ini masih akan terus diproses dalam persidangan.

--

--

Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

“Shape & promote positive Indonesian internationalism throughout the nation & the world.” | Instagram: @fpciugm | LINE: @toh2615q | LinkedIn: FPCI Chapter UGM