Paradoks Perombakan Politik dan Keamanan Publik
Dalam Perwujudan Komitmen “Abrazos, no Balazos” di Meksiko
Penulis: Allysa Ramadhani
Meksiko kini tak hanya menghadapi dampak dalam bidang kesehatan dan ekonomi akibat pandemi tetapi juga masih memiliki problema terkait pemberantasan kekerasan kriminal. Hal ini dibuktikan dengan maraknya pembunuhan politik—yang mengakibatkan tewasnya 91 politisi, 14 di antaranya merupakan kandidat politik—menjelang pemilihan legislatif pada bulan Juni silam serta adanya serangan militer Cartel de Jalisco Nueva Generación (CJNG) di Tierra Caliente dan Michoacán pertengahan September lalu (Felbab-Brown, 2021; García & Rivera, 2021). Setelah menyaksikan pemilihan paling mematikan kedua sejak tahun 2000, masyarakat mengalihkan perhatian kepada Presiden Andrés Manuel López Obrador (AMLO) untuk segera memperbaiki keamanan. Dengan komitmen untuk mereformasi sektor keamanan domestik, administrasi AMLO mulai mengadopsi strategi pemusatan pemberantasan kejahatan pada kotamadya dengan tingkat kekerasan tertinggi. Setelah berhasil menurunkan tingkat pembunuhan di 9 dari 15 kotamadya terkejam, para pejabat mulai mempertimbangkan perluasan strategi ini ke 50 kotamadya terkejam (Mexico News Daily, 2021). Meskipun demikian, pemerintah belum memberikan rincian implementasi strategi itu, dan tingkat keberhasilan strategi tersebut belum tampak secara jelas, mengingat kerentanan Meksiko terhadap kekerasan secara pervasif oleh organisasi kriminal dan kartel.
Peningkatan perhatian publik kepada AMLO berkaitan dengan slogan kampanyenya pada Pemilihan Presidensial 2018: “abrazos, no balazos”. Dimaknai sebagai "pelukan, bukan peluru”, slogan ini menyuguhkan perspektif yang berbeda guna mengakhiri kekerasan di Meksiko setelah administrasi Felipe Calderón (2006-2012) dan Enrique Peña Nieto (2012-2018) dipandang gagal mengakhiri kekerasan. Selama kampanye, AMLO menitikberatkan pentingnya kesempatan kerja, kesempatan pendidikan, serta pemerataan kemakmuran masyarakat sebagai faktor krusial untuk meningkatkan keamanan (Zepeda dkk., 2020). Beberapa bulan setelah memenangkan pemilihan dengan suara telak, sang presiden terpilih mempresentasikan Strategi Perdamaian dan Keamanan 2018-2024 dengan penekanan pada rencana keamanan publik—terdiri dari tiga strategi besar: (1) perombakan strategi keamanan nasional dan peninjauan kembali peran Angkatan Bersenjata; (2) pembentukan Garda Nasional sebagai aparat yang berperan menjaga keamanan publik; serta (3) pembentukan zona koordinasi regional dengan penekanan terhadap pencegahan kejahatan serta partisipasi masyarakat sipil (The Mexico Institute, 2019). Oleh karena itu, masyarakat berharap AMLO—selaku antitesis Calderón yang menekankan penyingkiran raja narkoba serta Peña Nieto yang melakukan perombakan politik tanpa fokus terhadap jaringan kartel yang meluas—mampu mengakhiri kekerasan dan meningkatkan keamanan publik.
Pembentukan Garda Nasional tidak terlepas dari kecaman masyarakat, namun sebelumnya perlu dibahas terlebih dulu permasalahan keamanan yang diwariskan kepada AMLO. Munculnya kekerasan di Meksiko disebabkan oleh pertentangan kelompok kejahatan serta pengedar narkoba untuk merebut pusat produksi dan akses pasar. Sebagai respons, Calderón mengerahkan pasukan militer yang dinilai lebih terlatih dan lebih efisien daripada polisi. Padahal, strategi militerisasi justru kontraproduktif, dibuktikan dengan adanya lonjakan tingkat pembunuhan serta pemecahan kartel menjadi organisasi kriminal yang lebih kecil—dari 10 kartel menjadi sekitar 60 sampai dengan 80 kartel di akhir pemerintahan Calderón (Diaz, 2012). Sekitar 50 ribu orang meninggal dalam serangan kartel narkoba sejak pengerahan pasukan militer pada akhir tahun 2006—dengan peningkatan angka kematian dari 2.120 jiwa pada 2006 menjadi 5.153 jiwa pada tahun 2008 (Univision Noticias, 2012; Zepeda dkk., 2020). Di samping itu, Peña Nieto melanjutkan militerisasi lebih jauh dengan Undang-Undang Keamanan Internal yang memperkuat peran militer, terutama dalam kepolisian internal, sekaligus melemahkan fungsi pengawasan lembaga sipil terhadap militer (Meyer, 2018 dalam Zepeda dkk., 2020). Dengan kata lain, rasa aman rakyat Meksiko selama dua pemerintahan sebelumnya berkurang, dan satu-satunya mekanisme untuk menjamin keamanan mereka adalah memastikan presiden selanjutnya mempunyai strategi antikekerasan yang berbeda.
Garda Nasional—tersusun atas personel Angkatan Laut, Militer, dan Polisi Federal, serta anggota baru—memunculkan perdebatan mengenai impunitas serta hak asasi manusia. Presiden López Obrador menyampaikan Garda Nasional merupakan “lembaga baru yang sangat penting untuk menjamin perdamaian, tetapi tanpa ekses, tanpa otoritarianisme, menghormati hak asasi manusia”, tetapi nyatanya komposisi institusi ini menuai kontra dari masyarakat (Tucker, 2020). Hal ini terbukti oleh luka sejarah pada dua pemerintahan sebelumnya, terutama pemerintahan Peña Nieto yang mengerosi peran polisi sebagai lembaga yang sejatinya bertanggung jawab atas keamanan publik (Meyer, 2018 dalam Zepeda dkk., 2020). Dengan pemecahbelahan jaringan kartel dalam tingkat yang lebih rendah serta pengerahan militer dalam pemberantasan kejahatan terorganisasi, masyarakat justru lebih rentan terhadap kekerasan, bahkan setelah transisi menuju pemerintahan AMLO. Sebagai contoh, Komisi Hak Asasi Manusia Nasional di Meksiko mencatat adanya 219 pengaduan terhadap kinerja Garda Nasional—meliputi penangkapan sewenang-wenang, kasus perlakuan tidak manusiawi atau merendahkan martabat, penyiksaan, pembunuhan di luar hukum, dan penghilangan paksa—pada periode Mei 2019 sampai Agustus 2020 (Tucker, 2020). Kondisi ini juga menunjukkan penyimpangan dari konstitusi bahwa pasukan militer “bersifat sipil”.
Di balik perdebatan terkait sifat tentara yang terlalu militeristik, AMLO masih bersusah payah berjuang dengan eksperimen kebijakan keamanannya. “Abrazos, no balazos” yang ikonik pada tahun 2018 silam masih belum menunjukkan dampak signifikan—selain karena pandemi yang menyebabkan hampir 125 ribu kematian pada akhir tahun 2020 serta pemulihan ekonomi parsial yang tidak memungkinkan stimulus ekonomi yang besar—Presiden López Obrador justru lebih memilih abai terhadap ancaman keamanan sebenarnya: kejahatan terorganisasi oleh kartel. Aparat keamanan diarahkan untuk sektor ekonomi dan pembangunan—misalnya, pembangunan bandara, apartemen mewah, dan api kereta serta peran mereka dalam bea cukai—dan mereka tak dikerahkan untuk menindaklanjuti pembunuhan, pemerasan, dan perampokan oleh kartel-kartel (Felbab-Brown, 2019). Padahal, organisasi pengedar narkoba mengutilisasi kekerasan secara luas guna melindungi kepentingan mereka: memastikan kontrol wilayah di kotamadya dan menjamin kesintasan mereka pada pasar narkotika, mengingat secara geopolitik Meksiko berbatasan secara langsung dengan Amerika Serikat sebagai salah satu negara dengan tingkat permintaan narkotika tertinggi (Trejo & Ley, 2019). Hal ini menunjukkan insentif kartel untuk melakukan kekerasan.
Menjelang pemilihan legislatif bulan Juli silam hingga saat ini, kekerasan terorganisasi menjadi semakin prevalen dengan memanfaatkan polarisasi politik Meksiko dan perhitungan untung-rugi terhadap kesintasan mereka. Pasalnya, jaringan kartel yang mencapai level terendah perpolitikan Meksiko memungkinkan adanya lobi kepada kandidat politik (Trejo & Ley, 2019). Jika disetujui, kandidat politik mengizinkan sebuah kartel untuk melanjutkan operasinya sebagai atas dukungan finansial untuk mengorganisasi kampanye, jaminan keamanan diri serta keluarga, serta jaminan terpilihnya kandidat tersebut. Jika tidak disetujui, kartel melakukan kekerasan terhadap kandidat politik untuk mengurangi biaya suap atau melakukan pembunuhan kandidat untuk menunjukkan setiap orang tunduk terhadap kehendak pengedar narkotika. Strategi pemusatan pemberantasan kejahatan yang diusung AMLO dipandang mampu menurunkan tingkat kekerasan di kotamadya, tetapi pemusatan tak berarti penyelesaian. Kekerasan terorganisasi masih akan menjadi problema di kotamadya lainnya, dan kartel masih akan meneror warga sipil tanpa adanya aparat keamanan yang mumpuni untuk menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat.
Interaksi antara pemerintah dan pengedar narkotika memunculkan sebuah paradoks yang sudah tak asing bagi masyarakat Meksiko: masyarakat memilih presiden baru yang menawarkan strategi keamanan yang berbeda, organisasi kriminal dan kartel mulai meneror masyarakat secara luas, dan presiden terpilih belum mampu memulihkan keamanan akibat strategi keamanan yang belum diuraikan secara eksplisit. Siklus ini tampak dalam tiga administrasi terakhir, dan sampai saat ini keamanan domestik belum menunjukkan tanda-tanda akan pulih. Komitmen “abrazos, no balazos” yang dikemukakan AMLO masih dalam tahap reorientasi setelah membentuk Garda Nasional dan memperluas strategi pemusatan pemberantasan kejahatan yang telah diuji coba. Hal ini menjadi titik terang bagi penurunan angka kekerasan. Namun, organisasi pengedar narkotika harus tetap dipersepsikan sebagai ancaman keamanan utama yang dapat mendorong kekerasan, dan masyarakat sipil harus menjadi pihak sentral dalam mengevaluasi kinerja aparat keamanan. Dengan demikian, AMLO dapat mengurangi tingkat keamanan sekaligus mengakhiri kekerasan di Meksiko dengan peluang kesuksesan yang lebih tinggi dari sebelumnya.
REFERENSI
Diaz, L. (2012, Desember 19). Crime crackdown created more drug cartels: Top Mexican official. Reuters. https://www.reuters.com/article/us-mexico-drugs-idUSBRE8BI01E20121219
Felbab-Brown, V. (2019, Maret 26). AMLO’s security policy: Creative ideas, tough reality. Brookings. https://www.brookings.edu/research/amlos-security-policy-creative-ideas-tough-reality/
Felbab-Brown, V. (2021, September 24). Criminal violence, politics, and state capture in Michoacán. Brookings. https://www.brookings.edu/opinions/criminal-violence-politics-and-state-capture-in-michoacan/
García, D., & Rivera, J. J. (2021, Juni 6). Dozens of candidates murdered ahead of Mexico’s June 6 elections. Arizona Republic. https://www.azcentral.com/story/news/politics/elections/2021/06/06/at-least-91-politicians-killed-ahead-of-mexico-elections/7558598002/
Mexico News Daily. (2021, Juli 15). Security efforts will concentrate crime-fighting in 50 worst municipalities. Mexico News Daily. https://mexiconewsdaily.com/news/security-efforts-will-concentrate-crime-fighting-in-50-worst-municipalities/
The Mexico Institute. (2019, Januari 4). Infographic: AMLO’s Peace and Security Plan. Wilson Center. https://www.wilsoncenter.org/article/infographic-amlos-peace-and-security-plan
Trejo, G., & Ley, S. (2021). High-Profile Criminal Violence: Why Drug Cartels Murder Government Officials and Party Candidates in Mexico. British Journal of Political Science, 51(1), 203–229. https://doi.org/10.1017/S0007123418000637
Tucker, D. (2020, November 8). Mexico’s National Guard is breaking its vow to respect human rights. Amnesty International. https://www.amnesty.org/en/latest/news/2020/11/mexicos-national-guard-breaking-vow-respect-human-rights/
Univision Noticias. (2012, Juni 25). Calderón, un presidente marcado por las 50,000 víctimas de la violencia. Univision. https://www.univision.com/noticias/noticias-de-mexico/calderon-un-presidente-marcado-por-las-50-000-victimas-de-la-violencia
Zepeda, R., Rosen, J. D., & Rodrigues, T. (2020). Militarization, Organized Crime, and Democratic Challenges in Mexico. Militarización y seguridad pública en las Américas, 233.