Menelisik Akar Kenaikan Harga Mi Instan:Benarkah 100% Dampak dari Konflik Rusia–Ukraina?

Oleh: Sandya Azarine Winsafitri

Sebagai masyarakat Indonesia, berbagai produk mi instan telah menjadi sahabat setia di kala lapar melanda. Rasanya yang enak dan khas, harganya yang murah, dan keberadaannya yang dapat ditemui di hampir tiap toko membuat mi instan menjadi sebuah sajian yang disukai oleh berbagai macam kalangan tanpa memandang kelas ekonomi. Kecintaan masyarakat Indonesia terhadap mi instan dapat dibuktikan oleh survei yang dirilis oleh Statista yang menyatakan bahwa konsumsi Indonesia mencapai 12,6 miliar dan tertinggi nomor dua di dunia (Rizaty, 2021).

Atas dasar kecintaan akan mi instan tersebut, beberapa waktu belakangan masyarakat Indonesia digegerkan oleh adanya desas-desus mengenai kenaikan harga mi instan tiga kali lipat yang bermuara dari statement Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL). Beliau mengeluarkan pernyataan kontroversial tersebut di dalam sebuah webinar bertajuk “Strategi Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Tanaman Pangan Memacu Produksi Guna Antisipasi Krisis Pangan Global” yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. Di dalam kesempatan tersebut, SYL menyatakan bahwa terdapat kenaikan harga gandum yang diakibatkan oleh adanya konflik Rusia dan Ukraina. Lantas, apakah benar bahwa asal muasal histeria akan kenaikan harga mi instan yang digadang-gadang hingga tiga kali lipat tersebut memang murni disebabkan oleh konflik antara Rusia dan Ukraina atau sebenarnya terdapat hal-hal lain yang juga ikut andil dalam membuat harga mi instan melejit?

Sebelum menggali lebih dalam, pertama-tama perlu diketahui lebih lanjut mengenai pernyataan kontroversial dari SYL terlebih dahulu. Berdasarkan tulisan Idris (2022) di laman Kompas, SYL menilai bahwa konflik Rusia–Ukraina telah mengancam stabilitas pangan warga dunia karena 62 negara mengalami kesulitan dalam mencukupi kebutuhan pangannya. Salah satu faktornya disebabkan karena sejumlah 180 juta ton gandum yang berada di Ukraina sedang tertahan karena tidak dapat diimpor. Menilik keterkaitannya dengan kenaikan harga mi instan, perlu diingat bahwa gandum adalah salah satu bahan dalam membuat mi. Maka dari itu, gangguan dalam ekspor-impor gandum tentunya akan membawa perubahan terhadap harga gandum beserta produk-produk turunannya di dalam negeri.

Dalam berargumen, SYL ditemani oleh beberapa pihak yang memiliki argumen kurang lebih sama dengannya. Salah satunya adalah Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, yang berargumen bahwa kenaikan harga mi instan akibat konflik Rusia dan Ukraina sudah tidak dapat dihindari (CNN, 2022). Hal ini disebabkan oleh kebutuhan gandum impor dari Rusia dan Ukraina yang jumlahnya mencapai 11 juta ton. Menurut Moeldoko, selama ini Presiden Jokowi telah bekerja keras untuk menjaga kestabilan dampak dari naiknya beberapa bahan pangan akibat konflik Rusia–Ukraina, utamanya gandum. Direktur think-tank Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, juga menyatakan bahwa kenaikan harga gandum akibat konflik Rusia dan Ukraina akan cepat atau lambat memiliki dampak pada kondisi stabilitas pangan di Indonesia–utamanya menyangkut dua produk pangan penting seperti terigu dan mi instan (IDX Channel, 2022). Selain itu, Tulus Abadi selaku Presiden dari Asosiasi Konsumen Indonesia juga menegaskan bahwa masyarakat Indonesia perlu mengantisipasi adanya kenaikan harga mi instan karena 100% bahan-bahannya diimpor (Salim, 2022).

Sampai sini, desas-desus mengenai kenaikan harga mi instan menjadi tiga kali lipat terdengar seolah-olah 100% disebabkan kesalahan Rusia karena telah memantik konflik berkepanjangan dengan negara tetangganya, Ukraina, sehingga membuat kegiatan ekspor gandum ke seluruh dunia menjadi terganggu. Namun, apakah benar konflik Rusia–Ukraina memainkan peran sebegitu signifikannya terhadap pasokan gandum dunia?

Jika mengacu pada pernyataan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, Ukraina memang dikenal dengan istilah breadbasket of Europe karena berperan besar dalam menyuplai bahan pangan dunia karena selalu mengekspor gandum, jagung, dan minyak bunga mataharinya. Menurut Asosiasi Gandum Ukraina, normalnya negara mereka dapat mengekspor hingga tujuh miliar ton gandum perbulan yang mana komposisinya terdiri dari 30% ekspor ke Eropa, 30% ke Afrika Utara, dan sisanya sebesar 40% ke Asia. Sayangnya, invasi Rusia ke Ukraina yang kemudian juga berkembang pada blokade Rusia ke Pelabuhan Laut Hitam mempersulit kegiatan ekspor tersebut untuk berjalan secara normal (VOA, 2022). Tindakan Rusia tersebut tentunya menciptakan berbagai hambatan, mulai dari sulitnya akses dan mahalnya biaya transportasi untuk mengangkut gandum. Berdasarkan hal ini, maka tindakan Rusia patut dinilai memainkan peran cukup signifikan dalam mendorong adanya instabilitas keamanan pangan di dunia yang kemudian salah satunya berbuah menjadi kenaikan harga mi instan yang akan dirasakan oleh berbagai kalangan di Indonesia.

Walaupun begitu, Rusia menilai bahwa Ukraina adalah pihak yang gagal dalam mengendalikan hal tersebut karena dianggap tidak dapat membersihkan ranjau yang ada di Pelabuhan Laut Hitam (Reuters, 2022). Selain itu, tindakan untuk menjadikan Rusia sebagai pihak antagonis di dalam peristiwa disrupsi rantai pasokan pangan dunia juga dinilai tidak terlalu bijak. Pada kenyataannya, Rusia juga menghadapi berbagai macam sanksi dan restriksi di bidang ekspor-impor yang diturunkan oleh negara-negara Barat. Beraneka ragam limitasi tersebut membuat Rusia juga menghadapi kesulitan melakukan impor komoditas utama mereka–seperti biji-bijian–ke pasar internasional. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan dalam bahwa sanksi secara langsung maupun tidak langsung yang dilayangkan terhadap Rusia mempengaruhi akses Rusia ke pelabuhan-pelabuhan di Eropa serta perubahan biaya pembayaran serta asuransi pengiriman.

Kembali ke dalam negeri dimana kenaikan harga mi instan yang digadang-gadang mencapai tiga kali lipat menjadi buah bibir belakangan, dapat disimpulkan bahwa peringatan kenaikan harga mie yang dilontarkan oleh Menteri Pertanian tersebut memang memungkinkan untuk terjadi akibat adanya hambatan dalam ekspor gandum sebagai bahan bakunya. Namun, klaim “kenaikan harga tiga kali lipat” tersebut dinilai terlalu berlebihan sehingga menciptakan kebingungan dan kepanikan massal di kalangan masyarakat sipil. Pendapat ini didukung oleh Franky Welirang selaku Direktur Indofood yang menyatakan bahwa kenaikan harga gandum Agustus hingga September nanti tidak akan membuat harga mi instan akan melejit secara cepat dengan signifikan di waktu dekat (Purwanti, 2022). Hal ini disebabkan karena produk turunan gandum, yakni terigu, tidak memiliki komposisi yang begitu besar dalam pembuatan mi instan. Selain itu, perlu diketahui juga bahwa Indonesia melakukan diversifikasi dalam mengimpor gandum. Walaupun Ukraina menjadi salah satu pihak pemasok suplai gandum impor yang cukup signifikan ke Indonesia sebesar 28,7%, tetapi Indonesia juga memasok gandum impor dari berbagai negara, di antaranya adalah Australia dengan persentase paling besar yakni 33,1%, diikuti oleh Argentina 13,4% Kanada 11,3% dan AS 1,4% (Yanwardhana, 2022).

Sebagai kesimpulan, blokade yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina dan berbagai sanksi yang dijatuhkan ke Rusia menjadi dua faktor yang memainkan peran di balik disrupsi rantai pangan global. Adanya disrupsi tersebut pada akhirnya berbuah pada kemungkinan kenaikan harga berbagai produk pangan, salah satunya adalah mi instan yang dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Walaupun begitu, konflik Rusia dan Ukraina bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi naik atau turunnya harga mi instan di Indonesia karena Indonesia juga masih memiliki stok cadangan gandum dari berbagai negara lain. Maka dari itu, masyarakat Indonesia tidak perlu larut dalam histeria kebingungan akan naiknya harga mi instan karena pada kenyataannya tidak akan mengalami kenaikan hingga tiga kali lipat seperti yang digadang-gadang.

Sandya Azarine Winsafitri adalah anggota divisi Riset dan Pengembangan FPCI UGM. Tulisan ini melambangkan pandangan pribadi penulis dan belum tentu mewakili FPCI UGM

REFERENSI

Idris, M. (2022, August 10). Mentan Peringatkan Harga Mi Instan Melejit, Sarankan Makan Singkong Halaman all. KOMPAS.com. https://money.kompas.com/read/2022/08/10/110142326/mentan-peringatkan-harga-mi-instan-melejit-sarankan-makan-singkong?page=all

IDX Channel. (2022, July 24). Perang Rusia-Ukraina Picu Picu Harga Mie Instan Melambung! IDX Channel. https://www.idxchannel.com/economics/perang-rusia-ukraina-picu-picu-harga-mie-instan-melambung

Purwanti, T. (2022, August 10). Bos Indofood: Harga Mi Instan Bisa Naik, Tapi Nggak 3x Lipat. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/market/20220810124311-17-362639/bos-indofood-harga-mi-instan-bisa-naik-tapi-nggak-3x-lipat

Rizaty, M. A. (2021, August 18). Indonesia Konsumsi 12,6 Miliar Porsi Mi Instan pada 2020 | Databoks. Databoks.katadata.co.id. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/08/18/indonesia-konsumsi-126-miliar-porsi-mi-instan-pada-2020

Salim, N. (2022, March 19). Why price of Australia’s popular instant noodles could be affected by Russia’s invasion of Ukraine. ABC News. https://www.abc.net.au/news/2022-03-20/instant-noodles-price-increase-ukraine-russia-war/100896348

VOA. (2022, July 10). Anxiety Grows for Ukraine’s Grain Farmers as Harvest Begins. VOA. https://www.voanews.com/a/anxiety-grows-for-ukraine-grain-farmers-as-harvest-begins/6652921.html

Yanwardhana, E. (2022, August 11). Mentan Warning Soal Gandum, Ini Penjelasan Anak Buah Zulhas. CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20220811115510-4-362932/mentan-warning-soal-gandum-ini-penjelasan-anak-buah-zulhas#:~:text=Dalam%20periode%20tahun%20marketing%20Juli

--

--

Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM
Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

Written by Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

“Shape & promote positive Indonesian internationalism throughout the nation & the world.” | Instagram: @fpciugm | LINE: @toh2615q | LinkedIn: FPCI Chapter UGM

No responses yet