Menelaah Kembali Konsep Kemanusiaan dalam UN Peacekeeping Operation di Bangladesh
oleh Maria Clarissa
United Nations Peacekeeping Operation (UNPKO) merupakan sebuah operasi pemeliharaan perdamaian yang diinisiasi oleh PBB di mana para pasukan penjaga perdamaian PBB yang terdiri dari personel militer, polisi, maupun warga sipil berupaya membantu negara-negara untuk mencari jalan keluar dari konflik menuju perdamaian (United Nations Department of Peacekeeping Operations, 2008). UNPKO pun menjadi salah satu rangkaian agenda yang dilakukan oleh PBB dan aktor internasional lainnya guna menjaga perdamaian dan keamanan internasional di seluruh dunia. United Nations Department of Peacekeeping Operations (2008) memandang Peacekeeping sebagai sebuah metode yang dirancang untuk menjaga perdamaian, di mana kondisi ini tercapai ketika konflik telah dihentikan, serta adanya dukungan dalam mengimplementasikan kesepakatan yang dicapai oleh pembuat perdamaian guna menciptakan perdamaian berkelanjutan dengan berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan.
Salah satu negara kontributor terbesar untuk UNPKO adalah Bangladesh. Bangladesh sendiri memiliki sejarah panjang selama tiga dekade dalam menyediakan pasukan untuk misi penjaga perdamaian PBB (UN Peacekeeping, 2018). Meskipun telah menjadi negara kontributor terbesar untuk UNPKO, organisasi HAM internasional seperti Human Rights Watch dan Amnesty International telah melaporkan adanya pelanggaran HAM dalam pelaksanaan operasi peacekeeping oleh Bangladesh. Kondisi tersebut tentu menjadi hal ironi melihat posisi Bangladesh sebagai salah satu negara yang prominen dalam UNPKO, namun pada praktiknya justru melibatkan adanya pelanggaran HAM dalam melaksanakan misi kemanusiaan.
Timbulnya kekhawatiran terhadap pelanggaran HAM dalam upaya menjalankan UNPKO. oleh Bangladesh tersebut mendorong Human Rights Watch untuk mendesak Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Operasi Perdamaian, Jean-Pierre Lacroix, dalam menyuarakan keprihatinan secara terbuka tentang pelanggaran hak oleh pasukan keamanan Bangladesh ketika ia mengunjungi kawasan Asia Selatan pada akhir bulan ini (Human Rights Watch, 2023). Data dari Amnesty International (2023) menunjukkan bahwa terdapat beberapa aksi. pelanggaran HAM yang dilakukan aparat keamanan Bangladesh, khususnya oleh Rapid Action Battalion (RAB), di masa lalu. Petugas RAB Bangladesh sendiri terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, penjaga perbatasan, serta kepolisian, yang memperoleh tuduhan dalam melakukan penghilangan paksa, penyiksaan, dan perlakuan buruk lainnya yang menargetkan politisi oposisi serta aktivis HAM (Amnesty International, 2023).
Berbagai aksi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh para aparat keamanan sebagai komponen pendukung UNPKO tersebut telah mengundang respons dari Amerika Serikat berupa pemberlakuan sanksi terhadap RAB, namun sanksi tersebut justru menimbulkan kampanye ancaman, intimidasi, serta pelecehan terhadap keluarga korban pelanggaran HAM. Data dari Human Rights Watch (2022) menunjukkan adanya indikasi akan tindakan represif yang dilakukan oleh para aparat keamanan terhadap keluarga korban penghilangan paksa di mana para aparat keamanan muncul di rumah, mengancam, dan memaksa keluarga korban untuk menandatangani pernyataan palsu bahwa anggota keluarga mereka tidak dihilangkan secara paksa dan bahwa mereka sengaja menyesatkan polisi. Melihat adanya tuduhan pelanggaran HAM terhadap petugas RAB tersebut, PBB pun harus menangguhkan penggunaan anggota RAB dalam pasukan UNPKO Bangladesh melalui penyaringan anggota hingga dapat dipastikan bahwa para individu yang terlibat di dalamnya bukanlah pelaku pelanggaran HAM (Human Rights Watch, 2023).
Menanggapi kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pasukan UNPKO Bangladesh, inisiasi PBB untuk melakukan penyaringan dalam keanggotaan pasukan keamanan Bangladesh yang bertugas dalam UNPKO serta penekanan kebijakan yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan menjadi hal yang esensial bagi Bangladesh dalam melaksanakan operasi penjaga perdamaian. Kondisi tersebut disebabkan oleh karena UNPKO sendiri merupakan sebuah operasi yang berlandaskan pada nilai HAM, di mana hukum HAM internasional merupakan bagian integral dari kerangka normatif untuk UNPKO. Selain itu, United Nations Department of Peacekeeping Operations (2008) juga menegaskan bahwa operasi pemeliharaan perdamaian PBB harus dilakukan dengan menghormati HAM dan harus berusaha untuk memajukan serta menjunjung tinggi HAM melalui pelaksanaan tugas mereka. Tidak hanya itu, adanya kebijakan untuk menyaring para anggota keamanan yang bertugas dalam operasi perdamaian di Bangladesh sejalan dengan kewajiban personil penjaga perdamaian PBB, baik militer, polisi atau sipil, harus bertindak sesuai dengan hukum HAM internasional dan memahami bagaimana pelaksanaan tugas mereka sejalan dengan nilai HAM (United Nations Department of Peacekeeping Operations, 2008).
Lebih lanjut, adanya larangan dari PBB untuk berafiliasi dengan RAB sebagai pasukan operasi anti kriminal dan anti terorisme di Bangladesh menjadi hal yang penting untuk ditindaklanjuti sebab, RAB sendiri telah dikenal sebagai pasukan yang kental akan brutalitas serta kekerasan yang mencakup tindakan pelanggaran HAM. Sejak tahun 2009 hingga tahun 2021, para aktivis HAM telah mencatat bahwa lebih dari 700 orang telah dibunuh oleh RAB dan tidak hanya itu, ratusan warga sipil yang aktif secara politik juga telah diculik oleh RAB (Caurla et al., 2023). Eksistensi RAB sebagai pasukan elit tersebut dapat dipandang sebagai ancaman kemanusiaan yang bertentangan dengan pandangan PBB mengenai personel UNPKO yang menegaskan bahwa personel operasi penjaga perdamaian PBB harus memastikan bahwa mereka tidak menjadi pelaku pelanggaran HAM, menjunjung tinggi HAM dalam berurusan dengan kolega dan masyarakat setempat, baik di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi mereka (United Nations Department of Peacekeeping Operations, 2008).
Berdasarkan argumen di atas, penting untuk menegaskan kembali konsep kemanusiaan dalam operasi penjaga perdamaian PBB oleh Bangladesh, terutama apabila Bangladesh ingin mempertahankan perannya sebagai negara kontributor utama dalam UNPKO. Selain itu, adanya larangan Bangladesh untuk berafiliasi dengan RAB dalam UNPKO diharapkan mampu menekan angka pelanggaran HAM dalam operasi perdamaian ini. Keterlibatan pemerintah dengan para aparat keamanan Bangladesh juga menjadi hal yang fundamental untuk melancarkan UNPKO yang berbasis HAM sebab kekuasaan tinggi yang dimiliki oleh 2 aktor tersebut mampu mempengaruhi berjalannya kebijakan HAM dalam operasi perdamaian secara efektif dan menyeluruh di Bangladesh. Selain itu, diperlukan juga adanya kolaborasi dengan sumber daya manusia yang memadai untuk menyaring personel untuk penjaga perdamaian di Bangladesh agar dapat menjalankan misi perdamaian dengan menekankan nilai-nilai HAM, sehingga mampu menciptakan perdamaian yang menyeluruh dan berkelanjutan, baik di skala domestik maupun internasional.
REFERENSI
Amnesty International. (2023). The Un Must Review Admission of Bangladeshi Law Enforcement Officers To Peacekeeping Forces.
Caurla, Islam, Conrad, & Schulke. (2023). “Death squad”: Inside Bangladesh’s Rapid Action Battalion — DW — 04/03/2023. Dw.com. https://www.dw.com/en/death-squad-inside-bangladeshs-rapid-action-battalion/a-65209010
Human Rights Watch. (2023, June 12). UN Should Enhance Screening of Bangladesh Peacekeepers. Human Rights Watch. https://www.hrw.org/news/2023/06/12/un-should-enhance-screening-bangladesh-peacekeepers
UN Peacekeeping. (2018). Bangladesh. United Nations Peacekeeping. https://peacekeeping.un.org/en/bangladesh
United Nations Department of Peacekeeping Operations. (2008). United Nations Peacekeeping Operations: Principles and Guidelines.
VOA News. (2023, June 17). UN Peacekeeping Chief Urged to Raise Rights Concerns in Bangladesh Visit. VOA. https://www.voanews.com/a/un-peacekeeping-chief-urged-to-raise-rights-concerns-in-bangladesh-visit-/7141743.html