Menanti Kesigapan Pemerintah dalam Kasus Pelarungan Anak Buah Kapal Indonesia oleh Awak Kapal Tiongkok

Oleh: Samuel Giovanno Johannes

Anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di luar wilayah teritorial Indonesia juga dapat dikategorikan sebagai pahlawan devisa yang secara konsisten menyumbangkan remitansi bagi pemasukan kapital negara. Ironisnya, masih terdengar kabar kurang mengenakkan dari Negeri Tirai Bambu, mengenai perusahaan kapal berbendera Tiongkok, Dalian Ocean Fishing, Co., yang diduga mengeksploitasi tenaga kerja tersebut hingga jatuh sakit dan membuangnya ke laut dengan alasan mengidap penyakit menular (Ambari,2020). Secara hukum materiel, ILO Seafarer’s Service Regulation Tahun 2006 Pasal 30, hal ini dapat dibenarkan apabila ABK tersebut terbukti meninggal dalam kondisi mengidap penyakit menular yang dapat membahayakan keselamatan awak kapal lain (ILO,2006). Namun, tuduhan perusahaan Tiongkok ini juga tidak dapat dibuktikan seutuhnya mengingat kapal ini menolak untuk berlabuh ke negara terdekat, yaitu Korea Selatan untuk memeriksakan ABK-nya yang sedang sakit, hingga akhirnya meninggal dan dilarungkan ke laut.

Bahkan dari kejadian ini, isu mengenai perbudakan dan pelanggaran hak asasi manusia lain yang dilakukan di atas kapal Tiongkok ini mulai terungkap, seperti pemberian upah di bawah standar, eksploitasi jam kerja ABK, dan masalah administrasi kontrak kerja buruh terkait pemenuhan hak dan kewajiban oleh agen penyalur yang membongkar praktik perbudakan yang terjadi di zaman modern ini (Amali, 2020). Sudah sepatutnya, Indonesia sebagai negara pendonor tenaga kerja dan resipien remitansi hasil dari kerja keras tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk menjamin perlindungan dan kepastian hukum selayaknya. Negara sebagai resipien remitansi telah banyak diuntungkan melalui reinvestasi remitansi terhadap tabungan negara, akumulasi kapital, dan peningkatan produktivitas angkatan kerja domestik yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta membawa efek trickle-down bagi aktivitas ekonomi seiring dengan aliran dana dan modal saham yang terus tercurah bagi negara penerimanya (Mamun et al.2015).

Oleh sebab itu, pemerintah sudah sepatutnya melindungi hak-hak warga negaranya yang bekerja di pasar global berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 mengenai Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Namun, pada kenyataannya turunan undang-undang mengenai perlindungan pekerja migran di sektor kelautan dan perikanan juga belum dapat disahkan. Pemerintah juga ke depannya diharapkan dapat secara tegas menuntut investigasi kepada negara tempat kejadian berlangsung serta pertanggungjawaban korporasi dari agen penyalur mengenai dugaan pelanggaran hak dan kewajiban terhadap TKI harus secara lantang menjadi sikap pemerintah agar para ‘pahlawan devisa’ dapat terlindung dari praktik perbudakan modern dan eksploitasi sehingga mitigasi dan perbaikan strategis pada pekerja migran Indonesia terus dapat ditingkatkan.

Referensi

Amali, Z., 2020. Perbudakan Modern ABK RI di Kapal Cina: Upah Murah & HAM Dilanggar [WWW Document]. tirto.id. URL https://tirto.id/perbudakan-modern-abk-ri-di-kapal-cina-upah-murah-ham-dilanggar-fnXo (accessed 6.19.20).

Ambari, M. 2020. “Kasus Pelarungan Mayat: Awak Kapal Perikanan Indonesia Di Pusaran Praktik Perbudakan Dan Kerja Paksa”. Mongabay Environmental News. https://www.mongabay.co.id/2020/05/08/kasus-pelarungan-mayat-awak-kapal-perikanan-indonesia-di-pusaran-praktik-perbudakan-dan-kerja-paksa/.

International Labour Organization. 2006. “Maritime Labour Convention”. Geneva.

Mamun, Md. Al, Kazi Sohag, Gazi Salah Uddin, and Muhammad Shahbaz. 2015. “Remittance And Domestic Labor Productivity: Evidence From Remittance Recipient Countries”. Economic Modelling 47: 207–218.

--

--

Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

“Shape & promote positive Indonesian internationalism throughout the nation & the world.” | Instagram: @fpciugm | LINE: @toh2615q | LinkedIn: FPCI Chapter UGM