Memperebutkan Venezuela: Di mana Posisi Indonesia?

Oleh Muhammad Fikry Ghibran

Artikel ini adalah bagian dari Weekly Update FPCI UGM, rilis mingguan berisi berita pilihan terkini politik luar negeri Indonesia.

Hiperinflasi yang kemudian menimbulkan konflik politik internal yang terjadi di Venezuela telah menciptakan panggung politik internasional baru baik untuk negara-negara di Amerika Latin maupun negara-negara adidaya yang merepresentasikan blok Barat dan blok Timur. Venezuela, negara yang mempunyai cadangan minyak terbanyak di dunia, telah mengalami penurunan ekonomi sejak tahun 2014. Ketika kepopuleran dan harga minyak mulai menurun, di bawah pemerintahan Nicholas Maduro, Venezuela tidak bisa lagi mengandalkan pendapatan minyak yang menyumbang 95 persen dari pendapatan mata uang asing, untuk membayar impor. Hal tersebut menciptakan kelangkaan yang meluas dan memicu ketidakpuasan. Namun, baru di paruh kedua tahun 2018, dimana inflasi melebihi 177,000 persen, masyarakat Venezuela mulai mempertanyakan kemampuan Maduro untuk menangani krisis ekonomi di negara tersebut.

Di tanggal 23 Januari lalu, muncul aktor baru yang selajutnya melemahkan legitimasi Maduro sebagai pemimpin Venezuela. Juan Guaido, yang merupakan ketua Majelis Nasional, mendeklarasikan diri nya sebagai presiden Venezuela yang bersifat interim dan pemimpin yang pantas untuk membawa negaranya keluar dari krisis tersebut. Guaido mendapatkan dukungan dari mayoritas negara-negara Amerika Latin kecuali Nikaragua, Bolivia, dan Kuba yang tetap menganggap Maduro sebagai presiden. Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan sebagian besar dari negara Uni Eropa seperti Britania Raya, Perancis, Swedia, dan Spanyol juga memberikan
dukunganntya terhadap Guaido yang, tidak sepeti Maduro, bersedia menerima bantuan asing. Sebaliknya, Russia, Iran, Turkey, Syria, Belarus, dan Tiongkok menganggap kelangsungan dari kepresidenan Maduro sebagai hal yang harus di lindungi.

Hingga sekarang, kebijakan luar negeri Indonesia di dalam kontestasi politik internasional ini berpusat pada keamanan WNI yang berada di Venezuela. Terdapat sekitar 48 WNI, dimana 33 diantaranya tinggal di ibu kota Caracas — pusat demonstrasi dan kekerasan publik antara pemerintah dan pendukung turunnya Maduro. Hal ini memberikan indikasi bahwa Indonesia akan bersifat netral. Kementerian Luar Negeri Indonesia menganggap dan ‘menghormati’ bahwa kedaulatan berada di tangan masyarakat Venezuela maka Indonesia tidak akan “bermaksud mencampuri urusan dalam negeri Venezuela”. Ditambah lagi, Kementerian Luar Negeri Indonesia juga menyerukan kepada “semua pihak untuk menahan diri dan tidak mengambil tindakan yang dapat memperburuk situasi.”

Referensi

Indonesia tak Mau Campuri Urusan Kedaulatan Venezuela | Republika Online. (2019). Retrieved from https://www.republika.co.id/berita/internasional/amerika/19/01/30/pm59dn377-indonesia-tak-mau-campuri-urusan-kedaulatan-venezuela

Laya, P. (2019). Venezuela’s Collapse. Retrieved from
https://www.bloomberg.com/quicktake/venezuela-price-revolution

Mazrieva, E. (2019). Indonesia Serukan Proses Politik yang Demokratis dan Transparan di Venezuela. Retrieved from https://www.voaindonesia.com/a/indonesia-serukan-proses-
politik-yang-demokratis-dan-transparan-di-venezuela/4759814.html

Septriani, D. (2019). Indonesia calls for restraint in Venezuela. Retrieved from
https://www.thejakartapost.com/news/2019/01/26/indonesia-calls-for-restraint-in-venezuela.html

--

--

Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM
Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

Written by Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

“Shape & promote positive Indonesian internationalism throughout the nation & the world.” | Instagram: @fpciugm | LINE: @toh2615q | LinkedIn: FPCI Chapter UGM

No responses yet