Konflik Amerika Serikat-Cina di Tengah Pandemi: Perang Memperebutkan Predikat Pemimpin Global
Penulis: Rosa Pijar Cahya Devi
Sejak muncul pertama kali di kota Wuhan, Cina, pada tahun 2019, virus Corona terus menyebar ke berbagai negara hampir di seluruh dunia. Persebaran virus yang relatif sangat cepat dan belum ditemukannya solusi jitu untuk menangani wabah ini menyebabkan terjadinya krisis di sebagian besar negara. Tidak hanya krisis kesehatan, aspek-aspek kehidupan lainnya seperti ekonomi dan sosial ikut terdampak akibat pandemi COVID-19. Pada Februari lalu, Kristalina Georgieva, Kepala International Monetary Fund (IMF), memperingatkan adanya krisis ekonomi berkepanjangan akibat COVID-19 (Widodo, 2021). Dijelaskan pada akhir 2022 mendatang, bahwa negara-negara berkembang akan mencatat penurunan pendapatan per kapita turun sebesar 22% dari masa sebelum pandemi sementara, untuk negara maju, pendapatan perkapita akan turun sebesar 13% (Widodo, 2021). Georgieva mengatakan bahwa penurunan tersebut akan membawa masyarakat dunia pada kemiskinan ekstrem (Widodo, 2021).
Di sisi sosial, pandemi COVID-19 mengubah gaya hidup masyarakat hampir secara keseluruhan. Kantor-kantor, sekolah-sekolah, pusat perbelanjaan, dan tempat wisata yang semula ramai kini sepi, bahkan tutup. Dulu orang-orang bisa beraktivitas dan berinteraksi secara bebas tetapi kini semua aktivitas beralih secara virtual demi menjaga jarak untuk menekan angka penyebaran virus Corona. Kerugian-kerugian akibat pandemi COVID-19 yang merugikan negara-negara tanpa pandang bulu, baik negara maju maupun negara berkembang, itu menyebabkan banyak dari antara negara-negara mencari sasaran untuk dimintai pertanggungjawaban. Beberapa pihak menilai bahwa COVID-19 ini diciptakan oleh suatu negara sebagai senjata biologis untuk meraup keuntungan. Di antara pihak-pihak yang mencari sasaran untuk disalahkan, Amerika Serikat dan Cina adalah dua negara yang paling gencar untuk saling menyalahkan atas terjadinya pandemi COVID-19.
Donald Trump, mantan presiden Amerika Serikat, sejak awal penyebaran virus Corona terus menyerukan tuntutannya kepada pemerintah Cina untuk membayar ganti rugi terkait kerugian yang dihasilkan akibat pandemi COVID-19. Pada 2020 lalu, Donald Trump melalui video yang diunggah di sosial media Twitter, mengatakan bahwa virus Corona dikirim dari Cina dan pemerintah Cina harus membayar biaya yang belum ditentukan jumlahnya kepada Amerika Serikat (Walsh, 2020). Trump di akun Twitter resminya terus menyebut virus Corona sebagai “the China Virus” atau “China Plague” dan dikritik karena menyebabkan kebencian terhadap warga Cina-Amerika (Walsh, 2020). Kebencian Donald Trump terhadap Cina sebenarnya bukan hal baru. Sebelum pandemi COVID-19 terjadi, hubungan Amerika Serikat dan Cina sudah memburuk akibat sejumlah isu, di antaranya, isu perdagangan, posisi Amerika Serikat terkait Laut Cina Selatan, aksi protes di Hong Kong, dan beberapa isu lainnya.
Sebagai negara dengan julukan negara adidaya, Amerika Serikat berusaha untuk terus menggalang dukungan dan menarik sebanyak mungkin negara berada di pihaknya. Sejak keluar dari Trans-Pacific Partnership (TPP), Amerika Serikat menjadikan kawasan Indo-Pasifik sebagai sarana menyebarkan pengaruhnya di Asia untuk menekan kekuatan politik Cina di kawasan (Helmy, 2018). Amerika Serikat bersama dengan Australia, India, dan Jepang bersatu membentuk Quadrilateral Security Dialogue. Aliansi yang kerap disebut Quad ini ingin menyatukan persepsi menekan pengaruh Cina yang dianggap menantang dan mengganggu “tatanan kawasan Indo-Pasifik yang berbasis aturan” (Rasheed, 2020). Istilah itu pertama kali dicetuskan pada tahun 2007 oleh Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe (Menon, 2021). Kemudian, istilah ini disebarluaskan secara diplomatis oleh Menteri Luar Negeri India, Manmohan Singh, yang mulai banyak mendapatkan perhatian khususnya di Asia mulai tahun 2017 (Helmy, 2018). Saat melaksanakan beberapa kunjungan di kawasan Asia, Donald Trump tidak lagi menggunakan istilah wilayah Asia-Pasifik dalam pidato kunjungannya, melainkan memakai istilah Indo-Pasifik (Helmy, 2018). Keseriusan negara dengan julukan Negeri Paman Sam itu untuk membangun kubu di kawasan Asia tertuang dalam konsep Free and Open Indo-Pacific (Nugroho dan Pandia, 2021). Melalui konsepsi yang dibangun, Amerika Serikat mengedepankan strategi investasi dan kerja sama yang berdasarkan konsep geopolitik dan geoekonomi (Nugroho dan Pandia, 2021). Salah satu usaha yang dikerahkan adalah rencana pembangunan pasokan mineral langka yang mampu mengikis dominasi Cina dalam pembuatan produk seperti telepon pintar dan baterai untuk kendaraan listrik (Ward, 2021). Dengan aliansi kekuatan tambahan dari Quad yang mencakup bidang keamanan dan ekonomi secara luas, Amerika Serikat sekali lagi ingin menegaskan hegemoni yang dimilikinya.
Di sisi lain, Cina sebagai negara yang terus mengalami perkembangan dan mulai menunjukkan kekuatannya di kancah internasional mulai mengusik posisi Amerika Serikat di berbagai sektor. Di Laut Cina Selatan misalnya, Cina mengklaim 90 persen wilayah Laut Cina Selatan (Verdiana, 2020). Amerika Serikat menuduh Cina membangun “kerajaan maritim” di wilayah laut yang memiliki potensi energi yang tinggi (Verdiana, 2020). Pada sektor perdagangan, Amerika Serikat dan Cina saling menaikkan tarif bea impor produk di kedua negara hingga mempengaruhi pasar global sejak tahun 2019 (CNN Indonesia, 2020). Momentum pandemi COVID-19 ini tampaknya kemudian dimanfaatkan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk membalikkan posisinya sebagai pemimpin global dan menumbuhkan pandangan buruk terhadap Cina. Pemerintah Amerika Serikat diduga sebagai salah satu pihak yang menyebarkan teori bahwa virus Corona bocor dari salah satu laboratorium berkeamanan tinggi di Wuhan, Cina (Glamann dan Liu, 2021).
Cina, yang menjadi pihak yang terus disalahkan oleh Amerika Serikat, tidak tinggal diam. Cina menuntut World Health Organization (WHO) juga melakukan penyelidikan terhadap Amerika Serikat terkait penyebaran virus Corona. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Wang Webin, Februari lalu menyatakan ia menemukan data riset yang dikeluarkan oleh CDC bahwa ada antibodi COVID-19 jenis baru yang berasal dari donasi warga Amerika Serikat (Ahdira, 2021). Data tersebut didapat pada Desember 2019, yang mana virus Corona belum merebak di Cina saat itu (Ahdira, 2021). Menyusul dugaan tersebut, pemerintah Cina mengerahkan diplomat dan aparat propagandanya menyerukan tuntutan kepada WHO agar menyelidiki Institut Penelitian Medis Angkatan Darat AS untuk Penyakit Menular di Fort Detrick, Maryland (Gan dan George, 2021). Kampanye digelar menyusul penolakan Beijing terkait penyelidikan kedua asal-usul virus Corona yang sempat diduga berasal dari kecelakaan laboratorium (Gan dan George, 2021). Seorang pejabat pemerintah Cina menuduh WHO telah mengabaikan akal sehat dan menentang ilmu pengetahuan (Gan dan George, 2021). Cina juga mengklaim tindakan Amerika Serikat menyebarkan teori adanya kebocoran di laboratorium di Wuhan sebagai bentuk pengalihan perhatian ketidakbecusan Amerika Serikat dalam menangani pandemi ini (Glamann dan Liu, 2021). Bantuan medis yang dikirimkan oleh pemerintah Amerika Serikat ke sejumlah negara dinilai tidak memberikan perubahan positif (Marcus, 2020).
Sejumlah pakar menunjukkan pergerakan Cina dalam penanganan pandemi COVID-19 sedikit demi sedikit mulai menggeser posisi Amerika Serikat sebagai pemimpin global selama tujuh dekade (Marcus, 2020). Cina dinilai lebih cepat dalam memberikan bantuan medis kepada negara-negara yang terdampak dibandingkan Amerika Serikat. Italia yang menjadi pusat COVID-19 pada 2020 lalu, mendapatkan bantuan medis dan pasokan dari Cina (Marcus, 2020). Di samping Italia, Cina juga mengirimkan bantuan medis ke Iran dan Serbia (Marcus, 2020). Bantuan Cina pada negara-negara lain saat ini menjadi sangat penting untuk dapat memerangi virus Corona (Marcus, 2020). Data medis mengatakan bahwa Cina merupakan produsen terbesar alat-alat medis sekali pakai seperti masker dan pakaian pelindung bagi tenaga kerja yang dibutuhkan dalam jumlah banyak (Marcus, 2020). Keberhasilan Cina memperluas produksi alat-alat medis dalam jumlah banyak dan cepat hingga kini belum dapat dilakukan oleh negara-negara lain (Marcus, 2020). Kecepatan Cina dalam penanganan pandemi COVID-19 itu merupakan salah satu sarana untuk mendatangkan pengaruh positif dari masyarakat dunia dan mendapatkan sekutu. Pasalnya, selama ini Cina tengah membangun citra bahwa negaranya di masa yang akan datang memegang posisi penting dalam parameter hubungan negara-negara di dunia, sehingga negara ini berusaha menjadi pemimpin global baru. Oleh karena itu, Cina tidak tinggal diam saat citra yang dibangun dengan susah payah dirusak Amerika Serikat dengan predikat sebagai negara penyebar virus Corona.
Kirk Lancaster dari CFR mencap seluruh upaya Cina membantu negara-negara memerangi virus Corona sebagai “Jalur Sutra Kesehatan” (CNN Indonesia, 2020). Cap itu pantas disematkan pada Cina, mengingat gencarnya negara itu melakukan diplomasi vaksin pada negara-negara yang menjadi sasaran perluasan dagang dan kepentingan kebijakan regionalnya. Misalnya, Malaysia dan Filipina yang sempat mengeluh mengenai ekspansi Cina di Laut Cina Selatan, telah menandatangani kesepakatan dengan para diplomat Cina terkait pengadaan dosis vaksin buatan Cina (CNN Indonesia, 2020). Negeri tirai bambu itu juga menampilkan citra dermawan dengan memberikan bantuan dosis vaksin pada negara-negara miskin. Meskipun begitu, bantuan yang diberikan pemerintah Cina tidak diberikan secara cuma-cuma. Cina mengharapkan pengembalian dalam bentuk hubungan diplomatis dalam jangka panjang (CNN Indonesia, 2020). Jejak diplomatis vaksin yang dibangun oleh Cina kini turut diikuti oleh Amerika Serikat. Joe Biden, Presiden Amerika Serikat saat ini, pada bulan Juni menjanjikan akan membagikan 80 juta dosis vaksin secara global (Oktaveri, 2021). Biden menyampaikan kekhawatirannya atas tidak meratanya tingkat vaksin antara negara-negara maju dan berkembang (Oktaveri, 2021). Salah satu negara yang menjadi sasaran bantuan pemerintah Amerika Serikat adalah Indonesia. Amerika Serikat berencana memberikan bantuan berupa empat juta dosis vaksin COVID-19 Moderna melalui program vaksin global COVAX (Oktaveri, 2021). Rencana itu disampaikan oleh Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, dalam percakapan teleponnya dengan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi (Oktaveri, 2021). Diplomasi vaksin akhirnya menjadi tren yang dijalani oleh dua negara besar, Amerika Serikat dan Cina, untuk mengumpulkan negara-negara pengikut. Sebab tidak bisa dipungkiri, setiap bantuan dosis vaksin yang diberikan, permintaan dukungan hubungan diplomatis selalu mengikuti.
Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah antara Amerika Serikat dan Cina, tanpa memerlukan pembuktian dari masing-masing pihak, jelas terlihat bahwa kedua negara tersebut sama-sama mencari keuntungan. Pengaruh, kekuasaan dan sekutu menjadi tiga hal yang diincar oleh Amerika Serikat dan Cina untuk dinobatkan sebagai pemimpin global. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh kedua negara semua berujung pada muara yang sama, yaitu pengakuan. Negara-negara lain diminta menunjukkan keberpihakan mereka apabila ingin mendapatkan pertolongan untuk keluar dari situasi yang sulit saat ini. Negara-negara di dunia saat ini diminta untuk memilih antara Washington atau Beijing, pemain lama yang kuat atau pemain baru yang agresif. Situasi sekarang tampaknya tidak jauh berbeda ketika Amerika Serikat berebut pengaruh dengan Uni Soviet pasca-Perang Dunia II, di mana Amerika Serikat dan Uni Soviet saat itu juga saling melemparkan tuduhan dan memperebutkan pengaruh di antara negara-negara lain. Melihat kemiripan itu, tidak salah bila menyebutkan bahwa sejarah kembali berulang. Apabila dulu Amerika Serikat melawan Uni Soviet, Amerika Serikat menang. Kali ini Amerika Serikat melawan China, siapakah yang menang?
REFERENSI
Ahdira, Alza. (2021, February 3). Punya Bukti COVID-19 Telah ada Sejak 2019, China Tuntut WHO Selidiki Amerika Serikat. Pikiran-Rakyat.com. https://www.pikiran-rakyat.com/internasional/pr-011371802/punya-bukti-covid-19-telah-ada-sejak-2019-china-tuntut-who-selidiki-amerika-serikat?page=2
CNN Indonesia. (2020, November 4). Kronologi Perang Dagang AS-China Selama Kepemimpinan Trump. ekonomi. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201103154223-92-565387/kronologi-perang-dagang-as-china-selama-kepemimpinan-trump
CNN Indonesia. (2020, December 10). Diplomasi Vaksin Dan Strategi China Tingkatkan Pengaruh. internasional. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20201210145534-113-580548/diplomasi-vaksin-dan-strategi-china-tingkatkan-pengaruh
Helmy, Berlian. (2018, December 20). Membangun kawasan melalui konsep indo-pasifik Indonesia. Antara News. https://www.antaranews.com/berita/779616/membangun-kawasan-melalui-konsep-indo-pasifik-indonesia
Gan, N., & George, S. (2021, August 6). China doubles down on baseless ‘US origins’ Covid conspiracy as delta outbreak worsens. CNN. https://edition.cnn.com/2021/08/06/china/china-covid-origin-mic-intl-hnk/index.html
Glamann, Philip dan Lucille Liu. (2021, May 24). China Accuses U.S. of Hyping Theory Coronavirus Escaped From Lab. Bloomberg.com. https://www.bloomberg.com/news/articles/2021-05-24/china-accuses-u-s-of-hyping-theory-coroavirus-escaped-from-lab
Marcus, Jonathan. (2020, March 26). Pertarungan Antara AS Dan China Di tengah pandemi COVID-19. BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-52044493
Menon, R. (2021, June 28). The quad is a delusion. Foreign Policy. https://foreignpolicy.com/2021/06/28/quad-delusion-china-power-containment/
Nugroho, A. Y., & Br Pаndіа, W. (2021). Ѕtrategi Аmerika Serikat Membendung Dominasi Tiongkok Di Asia Melalui Іndo-Pasifik. GLOBAL INSIGHT JOURNAL, 6(1). https://doi.org/10.52447/gij.v6i1.4435
Oktaveri, John Andhi. (2021, July 3). Diplomasi Vaksin, Cara AS Dan China Menabur Pengaruh Di Dunia. Bisnis.com. https://kabar24.bisnis.com/read/20210703/19/1413290/diplomasi-vaksin-cara-as-dan-china-menabur-pengaruh-di-dunia
Rasheed, Z. (2020, November 25). What is the quad and can it counter China’s rise? Breaking News, World News and Video from Al Jazeera | Today’s latest from Al Jazeera. https://www.aljazeera.com/news/2020/11/25/what-is-the-quad-can-us-india-japan-and-australia-deter-china
Verdiana, Benedikta Miranti Tri. (2020, 24). 8 Penyebab Utama Hubungan AS Dan China Kian Memanas. liputan6.com. https://www.liputan6.com/global/read/4313047/8-penyebab-utama-hubungan-as-dan-china-kian-memanas
Walsh, Joe. (2020, October 8). Trump Is Demanding China Pay ‘Big Price’ For Covid-19. forbes.com. https://www.forbes.com/sites/joewalsh/2020/10/08/trump-is-demanding-china-pay-big-price-for-covid-19/?sh=51877cb541c8
Ward, A. (2021, March 12). Biden’s meeting with “the quad,” a new alliance to counter China, explained. Vox. https://www.vox.com/22325328/biden-quad-japan-australia-india-vaccine-rare-earth
Widodo, Prihastomo Wahyu. (2021, February 28). IMF peringatkan ancaman krisis ekonomi berkepanjangan akibat pandemi COVID-19. kontan.co.id. https://internasional.kontan.co.id/news/imf-peringatkan-ancaman-krisis-ekonomi-berkepanjangan-akibat-pandemi-covid-19-1