Kemenangan Taliban atas Pemerintah Afghanistan: Bagaimana Nasib Kaum Perempuan Afghanistan Selanjutnya?
Penulis: Rosa Pijar Cahya Devi
Setelah berhasil mengambil alih pemerintahan Afghanistan pada tanggal 16 Agustus 2021 lalu, kelompok Taliban kini resmi menjadi nahkoda baru bagi negara dengan julukan “Kuburan Penakluk Asing” ini menggantikan Ashraf Ghani. Kemenangan kelompok Taliban di tanah Afghanistan tentu saja menuai banyak sorotan warga dunia. Pasalnya, kelompok Taliban dikenal memiliki ideologi radikalisme yang kuat untuk memaksakan prinsip-prinsipnya terhadap kelompok masyarakat lain. Salah satu yang menuai sorotan adalah bagaimana nasib kaum perempuan di Afghanistan.
Juru bicara utama Taliban, Zabihullah Mujahid, saat konferensi pers pada Selasa, 17 Agustus, 2021, mengatakan bahwa akan menghormati hak-hak perempuan dalam kerangka Islam (Kontan, 2021). Janji Taliban untuk menghormati hak-hak perempuan dilatarbelakangi ketidakinginan Taliban untuk memiliki musuh, baik musuh internal maupun eksternal (Kontan, 2021). “Perempuan akan diizinkan untuk bekerja dan belajar dan akan memiliki peran aktif di masyarakat,” ujar Mujahid dikutip dari sumber Reuters (Kontan, 2021). Janji Taliban untuk menghormati hak-hak perempuan itu dianggap tidak lebih dari janji kosong belaka. Ketika Taliban berkuasa pada tahun 1996–2001, kaum perempuan di Afghanistan betul-betul mengalami kesengsaraan. Wanita dan perempuan dilarang untuk bersekolah, tidak boleh keluar dari rumah tanpa ada anggota keluarga laki-laki yang menemani, dan tidak memberikan mereka akses pekerjaan (Barr 2021). Penindasan-penindasan tersebut tampaknya kembali terulang dengan munculnya beberapa laporan yang mengkhawatirkan tentang sekolah-sekolah perempuan ditutup, adanya pembatasan gerakan, dan wanita-wanita yang dipaksa untuk keluar dari pekerjaannya (Barr, 2021).
Khadija Amin, pembawa berita terkemuka di televisi pemerintah, mengungkapkan bahwa ia dan beberapa karyawan wanita lainnya telah diskors tanpa batas waktu (Fassihi dan Beliefsky, 2021). Ia mengatakan dengan berlinang air mata dikutip dari laman berita New York Times, “Apa yang akan saya lakukan selanjutnya? Generasi berikutnya tidak akan memiliki apa-apa, semua yang telah kita capai selama 20 tahun akan hilang. Taliban adalah Taliban. Mereka tidak berubah.” Pakar kejahatan terorganisir internal dan internasional Amerika Serikat, Vanda Felbab Brown, menyatakan kesangsiannya atas janji Taliban terhadap kaum perempuan Afganisthan, “Tidak ada kemungkinan bahwa kebebasan yang ada, setidaknya seperti yang tertulis dalam konstitusi … akan dipertahankan,” (Abigail, 2021).
Daftar Pustaka:
Barr, Heather. (2021, August 17). The fragility of women’s rights in Afghanistan. Human Rights Watch. https://www.hrw.org/news/2021/08/17/fragility-womens-rights-afghanistan
Fassihi, Farnaz dan Dan Bilefsky. For Afghan women, Taliban stir fears of return to a repressive past. (2021, August 18). The New York Times — Breaking News, US News, World News and Videos. https://www.nytimes.com/2021/08/17/world/asia/afghanistan-women-taliban.html
Kontan. (2021, August 18). Lebih lemah lembut, ini janji Taliban terhadap kaum perempuan Afganistan. PT. Kontan Grahanusa Mediatama. https://newssetup.kontan.co.id/news/lebih-lemah-lembut-ini-janji-taliban-terhadap-kaum-perempuan-afganistan?page=all
Ng, Abigail. (2021, August 19). ‘No chance’ of women’s rights being preserved in Afghanistan under the Taliban, says researcher. CNBC. https://www.cnbc.com/2021/08/20/brookings-no-chance-of-womens-rights-being-preserved-under-taliban.html