Kapal Vietnam TabrakKapal TNI AL: TNI AL Default & Government to Government Settlement?
Oleh: Aicha Grande Rebecca
Sabtu, 27 April 2019 telah terjadinya sebuah kejadian yaitu Kapal Dinas Perikanan Vietnam yang menabrak kapal milik TNI Angkatan Laut dengan sengaja di Perairan Natuna. Hal ini menuai protes dari Pemerintah Indonesia, yang mengatakan bahwa perbuatan ini tidak sejalan dengan Hukum Internasional dimana hal tersebut bisa mengakibatkan akibat yang fatal terhadap kru dari Kapal TNI AL, dan juga kapal Vietnam itu sendiri. Namun, yang menuai pertanyaan adalah mengapa Kapal TNI AL tersebut menahan diri dan tidak melakukan apa- apa ketika kapal tersebut ditabrak oleh Kapal sipil yang dimiliki oleh Vietnam? Dan bagaimana penyelesaian yang sesuai untuk masalah seperti ini?
Jawabannya adalah posisi & status kedua kapal tersebut dan juga kepatuhan Indonesia terhadap Hukum Internasional. Dengan Perspektif Hukum, ketika kapal KRI Tjiptadi — 381 ditabrak, kedua kapal terletak di ZEE Indonesia (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia dimana di titik tersebut, Indonesia hanya memiliki Hak Berdaulat, bukan Kedaulatan Penuh. Pernyataan dari Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) I LaksamanaMuda TNI Yudo Margono memperlihatkan kepatuhan Indonesia terhadap Hukum Internasional (Umumnya, Hukum Laut yang telah tertulis di dalam UNCLOS 1982 dimana Hak — Hak Negara terhadap Laut telah dijabarkan secara jelas untuk bagian ZEE, Laut Teritorial, Laut Lepas hingga Perairan Negara).Sumber terkait juga mengatakan bahwa respon berlebih dari Kapal KRI Tjiptadi dapat menimbulkan respon yang kurang baik dari Dunia Internasional.
Dalam perspektif penulis, sebuah peristiwa dimana Kapal Perang yang menembaki Kapal Sipil bisa menimbulkan kecaman dari Dunia Internasional dimana hal tersebut bisa menimbulkan kesan budaya impunitas yang amat kental dan hal ini bisa memperburuk kesan suatu negara di kancah internasional. Terlebih, selama ini Indonesia telah menjadi negara yang memiliki peraturan yang bisa dinilai cukup Agresif dalam penegakan IUUF (Illegal Unreported Unregulated Fishing) dimana penenggelaman kapal kerap terjadi karena tingginya level pencurian SDA hasil laut, sehingga respon berlebih dalam kejadian ini dapat berujung merugikan dalam citra Indonesia.
Maka dari itu, solusi dari kejadian seperti ini proses penyelesaian secara damai antara kedua negara dan juga, tidak menutup kemungkinan hal ini bersamaan dengan penegasan batas Delimitasi ZEE Indonesia dengan Vietnam melalui proses Yudisial yang dapat dilakukan di ICJ & ITLOS maupun perjanjian Bilateral antarnegara, sertasesuai dari Solusi yang diberikan Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmawanto Juwana yang beropini bahwa Indonesia perlu memikirkan kemungkinan penyusunan aturan jika otoritas antar negara telah berhadapan (Rules of Engagement) khususnya dengan otoritas negara tetangga, karena hal ini belum dimiliki oleh negara — negara ASEAN yang memiliki klaim tumpang tindih.
Sumber:
- UNCLOS 1982
2. https://tirto.id/kapal-vietnam-tabrak-kri-apa-yang-mesti-dilakukan-indonesia-dnou
4. https://news.detik.com/berita/d-4531280/karena-kru-kri-tjiptadi-tahu-tembakan-mereka-sudah-ditunggu
5. Gurpreet S. Khurana (2016): A void and a challenge: rules of engagement atsea in a low-intensity conflict environment, Maritime Affairs: Journal of the National MaritimeFoundation of India,