Jurnalisme di Rusia: Antara Aktivisme, Ketidakberpihakan, dan Sensor Pemerintah
Oleh: Refina Anjani Puspita
Jeruji dan Opini: Sahabat Jurnalisme Rusia
Entah dilukai, diracun, ditangkap, atau dibunuh secara misterius oleh tentara dan agen bayaran — publik telah familier dengan kehidupan jurnalis yang terdengar persis seperti plot novel misteri — penuh dengan intrik dan adrenalin. Namun, hal tersebut bukanlah sekadar fiksi semata — sebagai kaki keempat dari sistem demokrasi yang sejatinya menjalankan fungsi check-and-balance, jurnalis di seluruh dunia menjadi target-target operasi berbahaya — biasanya berujung tanpa mekanisme peradilan yang jelas (Crowfoot, 2010). Ivan Guvanov, seorang reporter investigasi yang bekerja untuk media massa daring independen Meduza, ditangkap secara tiba-tiba oleh “Unit Investigasi Kriminal”. Guvanov lalu diminta untuk menanggalkan pakaian dan mengeluarkan isi tasnya, berujung pada tuduhan penyelundupan narkoba yang ditemukan di tasnya — walaupun Guvanov mengaku tidak pernah menaruh bahkan melihat barang tersebut di dalam tasnya sama sekali. Ia kemudian ditangkap, disiksa, dan diadili oleh aparat Rusia. Butuh solidaritas, publikasi, dan demo penuh drama dari jurnalis-jurnalis lain untuk menuntut transparansi proses hukum Ivan Guvanov. Perjuangan panjangnya membuahkan hasil, ia akhirnya menjadi tahanan rumah pelepasannya diiringi oleh sorak-sorai jurnalis dan aktivis HAM Rusia (Marc, 2020).
Walaupun publik melihatnya sebagai sebuah kemenangan, siapapun yang merencanakan penangkapan tersebut telah memenangkan hadiah yang lebih besar. Guvanov sebagai reporter investigasi kelas atas telah dilumpuhkan kemampuannya. Ia tidak hanya menghadapi kemungkinan untuk dipenjara selama dua puluh tahun, tetapi juga secara hukum ia dilarang untuk menggunakan internet atau telepon saat menunggu persidangan-persidangan selanjutnya (Gessen, 2020). Kasus ini merupakan bagian kecil dari montase besar fenomena ketidakadilan terhadap kebebasan pers yang telah lama ada dan dinormalisasi di Rusia. Russia Behind Bars, sebuah organisasi nonprofit HAM yang didirikan oleh jurnalis-jurnalis veteran Rusia, banyak mendokumentasikan kasus-kasus serupa — kasus jurnalis yang dijebak dalam kasus narkoba, biasanya ditengarai oleh orang berkuasa yang ingin targetnya berada di balik jeruji. Nama-nama, seperti Oyub Titiev dan Sergei Magnitsky — dua jurnalis yang ditangkap, disiksa, tidak menerima perawatan medis, dan akhirnya meninggal di penjara — tidak lagi asing dalam lingkaran lembaga pers Rusia (Marc, 2020). Kisah mereka bergulir seperti dongeng untuk menakut-nakuti jurnalis muda. Bekerja untuk idealisme itu mahal rupanya, setara harganya dengan nyawa.
Kebebasan Pers di Rusia
Rusia adalah negara otoriter yang mana kelas penguasa akan berusaha sekeras mungkin untuk tetap bertahan pada takhtanya. Politik negara ini berputar sepenuhnya pada sosok Vladimir Putin, yang telah menjadi presiden negara tersebut (walaupun sempat hiatus empat tahun) sejak tahun 2000. Meskipun demikian, Rusia yang dibangun Putin bukanlah Cina yang dibangun Xi Jinping maupun Mesir di era Abdel Fattah el-Sisi. Masyarakat sipil masih diberikan ruang untuk bersuara, terbukti dengan banyaknya kantor berita, stasiun televisi, dan kantor radio independen yang berdiri. Protes sering terjadi, bahkan dalam skala besar dengan eksposur media yang masif (seperti kasus Ivan Guvanov), tetapi sistem tetap takmudah tergoyahkan. Oposisi seperti yang dinakhodai oleh Alexei Tavany tetaplah ada. Akan tetapi, mempunyai kemungkinan yang hampir nihil untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan tingkat nasional. Putin dapat dicela, namun tetap taktergantikan.
Salah satu alat penantang status quo paling termasyhur adalah dengan konstruksi perspektif melalui media — yang otomatis bertumpu pada kekuatan reportase jurnalis-jurnalis Rusia. Arus media berita utama tetap dikendalikan oleh negara, namun suara-suara lirih dari pers-pers independen Rusia mulai terdengar, kebanyakan diinisiasi oleh jurnalis muda yang pernah bekerja pada lembaga pers negara — sehingga mereka telah mengerti seluk beluk dunia jurnalisme yang propagandaistik ala mereka. Teknik jurnalisme investigatif yang digunakan mulai menarik perhatian publik Rusia secara umum — bukan hanya elite borjuis berpendidikan tinggi di Saint Petersburg — ketika masyarakat mulai skeptis terhadap pemberitaan yang bersumber dari lembaga pers pro-pemerintah, seperti Rossiyskaya Gazeta (Marc, 2020). Pers yang disetir oleh negara terkesan menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya terjadi, sehingga pandangan-pandangan alternatif faktual mulai mendapat momentum ketika pemberitaan tentang pandemi COVID-19 mulai muncul (Vladimirova, 2020)
Idealisme, Konformitas, dan Kode Etik: Dilema Pers Rusia
Tulisan ini selanjutnya akan membicarakan tentang bagaimana pers independen dapat mengubah kontur demokrasi di Rusia dan dilema batas-batas antara aktivisme dan jurnalisme yang harus dihadapi oleh lembaga pers di negara tersebut. Ketika para jurnalis memerankan fungsi vitalnya sebagai agen check and balance dari propaganda rezim, mereka harus bergulat dengan dilema yang lazim ada di negara-negara yang baru merasakan demokrasi, yaitu membedakan antara aktivisme populer berlandaskan perjuangan keadilan atau reportase tradisional sesuai kode etik jurnalistik yang harus netral, skeptis, dan ketidakberpihakan.
Tikhon Dzyadko, editor Dozhd (“TV Rain”), satu-satunya stasiun televisi independen di Rusia, dalam satu sisi tidak setuju dengan jurnalisme yang kental dengan ‘ketidakberpihakan’, dengan alasan bahwa jurnalis yang berpura-pura ‘netral’ adalah omong kosong belaka (Showwah, 2020). Jurnalis yang mengaku cuek dengan isu-isu politik adalah jurnalis yang tidak jujur. Opini, menurutnya, tidak sama dengan aktivisme dan jurnalisme objektif murni tidak ada. Seorang jurnalis sejatinya mengungkap apa yang tidak terungkap, memberi suara pada orang-orang yang tidak dapat bersuara.
Pandangan ini disokong oleh banyaknya contoh reportase jurnalistik ber-spirit sama. Perilaku lembaga pers negara selama krisis COVID-19 telah menunjukkan betapa jurnalisme versi mereka yang tidak bertanggung jawab, dibumbui dengan kebutuhan untuk melayani kepentingan politik. Pada 11 Maret ketika WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemi global, kepala televisi nasional Channel One, Kirill Kleimyonov justru mendesak warga Rusia untuk memberikan suara pada referendum tanggal 22 April yang mengagendakan penyetujuan amendemen baru terhadap konstitusi baru, yang mana akan memungkinkan Putin mencalonkan diri kembali sebagai presiden setelah masa jabatannya berakhir pada tahun 2024 (Vladimirova, 2020). Media dan pers independen Rusia lalu berbondong-bondong memberitakan tentang rumah sakit yang tidak mampu menampung pasien COVID-19, hingga reportase tentang dokter di wilayah Krasnodar Krai yang ditangkap hanya karena mengaku pemerintah tidak memberikan suplai yang memadai kepada pasien penderita COVID-19. Pada 25 Maret, Rusia akhirnya mengeluarkan kebijakan lockdown yang menyelamatkan ribuan nyawa di seantero wilayahnya. Hal-hal ini terjadi karena spirit emansipatoris yang dipegang oleh jurnalisme ala Dzyadko.
Namun disisi lain, ada Alexander Gorbachev, wakil editor di lembaga pers Meduza, yang berpendapat bahwa risiko reportase bernada politis yang terjebak dalam advokasi dan aktivisme dapat berakibat fatal (Vladimirova, 2020). Jurnalis yang berusaha memaksakan pandangannya kepada publik akan mengorbankan kebenaran dan akurasi, dua komponen dari tiang-tiang utama yang menopang etika jurnalisme. Sebuah kantor berita harian dengan fokus ekonomi dan politik bernama Vedemosti (“Gazette”) yang didirikan secara rembukan antara Wall Street Journal, the Financial Times, dan Moscow Times pada September 1999 mempunyai ideologi yang sejalan dengan Gorbachev, “Jurnalis harus skeptis terhadap siapapun, terutama pada dirinya sendiri,”. Pers ini konsisten dengan prinsipnya, namun hal tersebut harus kandas karena pemerintah Rusia akhirnya mencabut izin joint-venture dengan surat kabar asing partnernya (WSJ dan Financial Times), kemudian menempatkan pemimpin redaksi baru yang mempunyai afiliasi dengan perusahaan minyak terbesar di Rusia, yaitu Rosneft (Showwah, 2020). Prinsip ketidakberpihakan yang membuat Vedemosti dekat dengan ring satu Kremlin berakhir tragis dengan konformitas terhadap media mainstream milik pemerintah.
Apapun yang pantas dan masih diperdebatkan dalam prinsip-prinsip yang seharusnya dipegang oleh pers Rusia, tidak dapat dipungkiri pengaruh media massa di Rusia akan semakin berkembang pesat dengan adanya permasalahan-permasalahan yang semakin runyam. Jurnalisme independen, seperti Meduza dan Vedomosti, yang baru saja lahir akan mencoba mencari cara terbaik untuk tetap memegang kode etik jurnalisme sekaligus bertahan di lingkungan yang berbahaya dan terkesan tidak mendukung apa yang sedang diperjuangkan. Skema jurnalisme di Rusia tidak hanya berhadapan dengan pertempuran antara kemungkinan dibredel pemerintah pusat, tetapi juga harus mencari tahu model jurnalisme seperti apa yang cocok terhadap iklim demokrasi Rusia. Apakah harus ketidakberpihakan atau emansipatoris? Dapatkah keduanya berjalan beriringan? Konflik jurnalistik besar akan terjadi dalam sejarah Rusia dan hal tersebut layak untuk mendapat perhatian kita.
REFERENSI
Crowfoot, J. (2010). Partial Justice (1st ed., pp. 1–20). International Federation of Journalists.
Gessen, M. (2020). The Arrest of a Russian Investigative Journalist Prompts Outrage and Solidarity. The New Yorker. Retrieved 22 July 2020, from https://www.newyorker.com/news/our-columnists/the-arrest-of-a-russian-investigative-journalist-prompts-outrage-and-solidarity-ivan-golunov.
Higgins, A. (2020). Russian Doctor Detained After Challenging Virus Figures. Nytimes.com. Retrieved 23 July 2020, from https://www.nytimes.com/2020/04/03/world/europe/russian-virus-doctor-detained.html.
Marc, B. (2020). Russia caves in and charges police with planting drugs on Ivan Golunov. Thetimes.co.uk. Retrieved 22 July 2020, from https://www.thetimes.co.uk/article/russia-caves-in-and-charges-police-with-planting-drugs-on-ivan-golunov-xztlms05z.
Showwah, R. (2020). Journalism Is Not Activism — Quillette. Quillette. Retrieved 22 July 2020, from https://quillette.com/2018/07/05/journalism-is-not-activism/.
Vladimirova, A. (2020). The Battle for Russian Journalism — Quillette. Quillette. Retrieved 22 July 2020, from https://quillette.com/2020/06/07/the-battle-for-russian-journalism/.