Eskalasi Perselisihan Kelapa Sawit Indonesia dengan Uni Eropa
oleh: Rafi Aquary
Kelapa sawit merupakan komoditas utama Indonesia dalam perdagangan internasional. Oleh karenanya, tidaklah mengherankan jika industri kelapa sawit menyangkut jutaan orang yang berkontribusi dalam menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar dari minyak nabati yang paling produktif ini. Sengketa perdagangan antara Indonesia dengan Uni Eropa (UE) memanas di tahun 2019 terutama setelah UE memasukkan kelapa sawit ke dalam daftar Renewable Energy Directive (RED) II yang memiliki indirect land use change (ILUC) berkategori tinggi yang menyebabkan produk kelapa sawit dilarang masuk ke dalam pasar UE pada tahun 2030 dan rencana pengenaan tarif sebesar 8–18% untuk produk kelapa sawit Indonesia yang menyebabkan Indonesia berencana melakukan aksi balasan atas perlakuan tersebut (Lidyana, 2020, 2019).
UE sebagai salah satu pengimpor terbesar dari produk kelapa sawit merasa Indonesia dan Malaysia mengabaikan aspek-aspek lingkungan yang seharusnya dipatuhi. UE yang terkenal dengan kesadaran akan lingkungan yang amat tinggi tidak ingin barang yang masuk ke wilayahnya tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang mereka tetapkan. Indonesia berargumen sudah mematuhi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang bersifat mengikat yang berbeda dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang bersifat sukarela dan dianggap tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia serta sudah menetapkan regulasi-regulasi yang sejalan (Alika, 2019). Apalagi setelah terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang kembali terjadi pada September lalu yang salah satu penyebab utamanya merupakan pembukaan lahan dengan cara dibakar untuk perkebunan kelapa sawit. Selain itu juga, UE merasa adanya kecurangan dikarenakan subsidi yang diberikan pemerintah Indonesia melalui mekanisme insentif pajak terhadap industri ini yang menyebabkan kompetitifnya harga kelapa sawit.
Walaupun demikian, Indonesia tidak bergeming begitu saja. Indonesia merasa produknya didiskriminasi oleh UE karena beranggapan negara-negara UE juga memiliki minyak nabati, seperti bunga matahari dan biji rami, tetapi tidak sesukses kelapa sawit. Oleh karenanya, Indonesia membawa permasalahan ini ke World Trade Organization (WTO) sebagai institusi yang dapat memutuskan sengketa perdagangan pada tanggal 9 Desember lalu. Indonesia juga berencana melakukan tindakan balasan dengan menerapkan tarif terhadap produk UE yang masuk ke Indonesia, seperti produk olahan susu. Serta mengakalinya dengan memaksimalkan penggunaan untuk konsumsi domestik dengan terus memacu pengembangan biodiesel menuju B100 yang pada saat ini sudah di level B30 (Kusuma, 2020). Indonesia juga mengalihkan ekspor kelapa sawit dari UE menuju negara lain, seperti Jepang dan India agar menghindari jatuhnya harga kelapa sawit yang tentunya dapat mengancam keberlangsungan industri ini.
Keberlanjutan tentunya menjadi hal utama dalam persengketaan ini. Dilema antara ekonomi dan lingkungan tentunya meruncingkan pertentangan antara negara maju dengan negara berkembang, apalagi jika melihat posisi kedua pihak yang cukup kontras. Indonesia tentunya tidak ingin terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi yang dapat berdampak luas, terutama di tengah ketidakpastian perekonomian global yang sedang melanda. Di satu sisi, krisis iklim yang mengharuskan tindakan konkret semua stakeholders mendesak UE agar menahan laju kerusakan lingkungan yang lebih parah dan berusaha untuk memperbaikinya.
Pemanfaatan produk turunan dari kelapa sawit yang sangat luas mulai dari cokelat hingga pelembap bibir membuat kelapa sawit sebagai produk yang sangat menjanjikan ditambah dengan tidak sulitnya untuk menumbuhkannya. Menurut BPS, produksi kelapa sawit Indonesia pada tahun 2018 mencapai 36 juta ton yang mana 76%-nya diekspor ke seluruh dunia (Subdirektorat Statistik Tanaman Perkebunan, 2019, p. 33). Luasnya pemanfaatan tersebut dan minimnya produk substitusi yang sepadan membuat adanya kelemahan tersendiri dalam penolakannya.
Indonesia-UE terlepas dari permasalahan ini sebenarnya memiliki hubungan yang erat, hal tersebut tercermin oleh besarnya volume perdagangan antara keduanya yang memiliki kecenderungan untuk meningkat dari tahun ke tahunnya dan UE sebagai partner dagang terbesar keempat bagi Indonesia. Keduanya memiliki hubungan yang resiprokal dengan Indonesia mengimpor mesin serta barang manufaktur lainnya dan mengekspor tekstil serta minyak nabati ini ke negara-negara UE. Pada tahun 2018 saja total perdagangan antara keduanya mencapai 28 miliar dolar AS (European Union, Trade in goods with Indonesia, 2019, p. 2). Belanda dan Italia termasuk ke dalam lima besar importir kelapa sawit Indonesia pada tahun 2018 lalu. Keduanya juga sadar akan posisi yang saling menguntungkan, Indonesia sebagai negara sentral dalam ASEAN dan UE sebagai pintu gerbang menuju negara lainnya di Benua Biru.
Membawa permasalahan ini ke WTO dinilai akan menambah pelik karena lamanya proses yang dibutuhkan ditambah pada saat ini Dispute Settlement Body WTO sedang berhenti bekerja dikarenakan Amerika Serikat yang menolak untuk penunjukan hakim baru. Meskipun sudah dilakukan negosiasi beberapa kali, tampaknya hal ini semakin melebar tidak hanya persoalan kelapa sawit saja. Pelarangan ekspor bijih nikel oleh Indonesia mulai awal tahun ini mendapat tentangan dari UE yang juga kemudian dibawa ke WTO juga (“WTO | dispute settlement — DS592,” 2019). Deeskalasi tensi perdagangan antara keduanya merupakan suatu hal yang mendesak karena bukan tidak mungkin dapat berdampak luas terhadap sektor perdagangan lainnya.
Indonesia sebenarnya memiliki keuntungan dalam hal ini karena sisi surplus ada di pihak Indonesia yang bernilai tujuh miliar dolar AS pada tahun 2018. Juga masih banyaknya pasar-pasar lain yang juga potensial dalam pemasaran kelapa sawit dan bergabungnya beberapa negara lain, seperti Malaysia dan Kolombia yang mendukung Indonesia dalam persengketaan yang dibawa ke WTO (“WTO | dispute settlement — DS593,” 2019). Akan tetapi, hal tersebut tidak serta merta berarti pembalasan merupakan tindakan yang dapat menyelesaikan permasalahan ini apalagi berlarut sampai melebar pada eskalasi tindakan kontraproduktif perdagangan lainnya.
Referensi
Alika, R., 2019. Jokowi Teken Inpres Rencana Aksi Nasional Sawit Berkelanjutan [WWW Document]. URL https://katadata.co.id/berita/2019/11/27/jokowi-teken-inpres-rencana-aksi-nasional-sawit-berkelanjutan (accessed 2.2.20).
European Union, Trade in goods with Indonesia, 2019. . Directorate General for Trade European Commission.
Kusuma, H., 2020. Eropa Larang Sawit RI, Jokowi: Kita Pakai Sendiri Saja! [WWW Document]. detikfinance. URL https://finance.detik.com/industri/d-4852508/eropa-larang-sawit-ri-jokowi-kita-pakai-sendiri-saja (accessed 2.2.20).
Lidyana, V., 2020. Ekspor Biodiesel RI ke Uni Eropa Turun 22% [WWW Document]. URL https://finance.detik.com/energi/d-4850450/ekspor-biodiesel-ri-ke-uni-eropa-turun-22?_ga=2.165009343.1296642890.1580572117-1668367435.1559879564 (accessed 2.8.20).
Lidyana, V., 2019. RI Mulai “Angkat Senjata” Lawan Diskriminasi Sawit di Uni Eropa [WWW Document]. detikfinance. URL https://finance.detik.com/industri/d-4839121/ri-mulai-angkat-senjata-lawan-diskriminasi-sawit-di-uni-eropa (accessed 2.2.20).
Poros Investasi, Penggeser Poros Maritim [WWW Document], 2019. . Mongabay Environ. News. URL https://www.mongabay.co.id/2019/07/18/poros-investasi-penggeser-poros-maritim/ (accessed 1.31.20).
Rosyidin, M., n.d. Gaya Diplomasi Jokowi dan Arah Politik Luar Negeri RI [WWW Document]. detiknews. URL https://news.detik.com/kolom/d-4740964/gaya-diplomasi-jokowi-dan-arah-politik-luar-negeri-ri (accessed 1.31.20).
Subdirektorat Statistik Tanaman Perkebunan, 2019. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2018 (№05130.1902). Badan Pusat Statistik.
WTO | dispute settlement — DS592: Indonesia — Measures Relating to Raw Materials [WWW Document], 2019. URL https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds592_e.htm (accessed 2.10.20).
WTO | dispute settlement — DS593: European Union — Certain measures concerning palm oil and oil palm crop-based biofuels [WWW Document], 2019. URL https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds593_e.htm (accessed 2.8.20).