Dunia di tengah Pusaran Krisis Energi: Bagaimana Masyarakat Global Perlu Bersikap?
Oleh: Dewa Adi Nugraha
Dunia sedang dihadapkan dengan krisis energi yang berakar pada harga gas dan efek pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19. Kenaikan harga gas grosir yang konsisten telah membuat utilitas menjadi tidak menguntungkan. Kebutuhan yang semakin meningkat telah membuat peningkatan permintaan pada infrastruktur energi juga ikut melonjak (As it happens, 2021). Ketika Covid-19 melanda, penggunaan gas dan listrik menurun tajam di berbagai negara. Permintaan yang menurun tajam pada saat produksi dari perusahaan minyak dan gas sedang berlebih akan membuat harga komoditas menjadi anjlok. Ketika pasokan gas turun dan permintaan meningkat, harga grosir akan merangkak naik. Hal tersebut terus berlanjut bahkan melewati harga sebelum pandemi. Pergerakan harga energi dari harga terendah ke harga tertinggi telah menyebabkan kenaikan harga kontrak berjangka hampir dua kali lipat selama setahun terakhir (Horowitz, 2021).
Setelah pandemi, kelangkaan pasokan bahan bakar fosil mulai dirasakan menjelang akhir tahun 2021 secara serentak di berbagai belahan dunia. Terjadi kenaikan harga minyak mentah sebesar 65% pada tahun ini menjadi $83 per barel.Harga bensin berada pada harga termahal sejak tahun 2014 yakni di atas $3 per galon dengan persediaan pada tingkat terendah dalam lima tahun terakhir. Sementara itu, gas alam yang menyediakan lebih dari 30% dari seluruh listrik Amerika Serikat dan banyak pemanas musim dingin juga mengalami kenaikan harga lebih dari dua kali lipat pada tahun ini menjadi $5 per juta. Harga batu bara pun ikut meledak, dengan kenaikan harga di Amerika Serikat sebesar 400% pada tahun ini menjadi $270 per ton. Langkanya pasokan batu bara juga mendorong China dan India untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya secepat mungkin. Situasinya jauh lebih buruk di Eropa, di mana harga listrik naik lima kali lipat dan harga gas alam melonjak menjadi $30/mm yang setara dengan harga $180 untuk satu barel minyak (Helman, 2021).
Ancaman krisis energi di sejumlah negara yang berlangsung lama tentu saja sedikit banyak akan berpengaruh pada kondisi Bumi.. Keterbatasan stok sumber daya alam seperti minyak bumi, batu bara dan gas mendorong manusia untuk melakukan segala daya upaya untuk memenuhi kebutuhannya termasuk dengan berlomba-lomba menggali dan mengeksploitasi sumber daya alam yang tersisa. Mirisnya, situasi ini boleh jadi akan dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan tanpa mengutamakan kelestarian Bumi sehingga akan terjadi kerusakan alam di mana-mana (Gourley, 2021).
Krisis energi saat ini memberikan gambaran penting tentang apa yang akan terjadi jika negara tidak segera menyesuaikan kebijakan transisi energinya untuk menghadapi realitas keamanan energi dunia. Transisi menuju energi terbarukan bukan hanya dapat menjadi jalan keluar krisis energi saat ini, tetapi dapat menjadi faktor pendukung utama yang harus didorong sebelum krisis energi dunia menjadi ancaman (Global Energy Center, 2021).
Tentu, penyusunan skala prioritas terhadap kebutuhan energi merupakan hal yang sangat penting, termasuk membuat daftar perencanaan penggunaan energi atau mengalihkan penggunaan sumber daya energi dari yang tidak dapat diperbaharui ke sumber daya yang dapat diperbaharui (Global energy crisis, 2021). Misalnya dengan memanfaatkan sinar matahari atau air sebagai sumber energi alternatif yang lebih ramah lingkungan. Namun, penting digarisbawahi bahwa sumber daya energi yang dapat diperbaharui ini pun memiliki keterbatasan, seperti air dan sinar matahari yang dapat menjadi sumber daya alternatif namun keberadaannya juga terbatasi karena faktor alam.
Dunia tidak dapat hanya memanfaatkan sumber sinar matahari ketika di belahan dunia lain mengalami musim dingin yang membuat sumber sinar matahari pada musim tertentu sangatlah terbatas. Sementara di negara tropis, musim kemarau yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekeringan di mana-mana bahkan dapat mengurangi debit air sungai secara ekstrem dalam hitungan hari (Ilham, 2021). Dengan kata lain, tetap ada keterbatasan signifikan untuk membangkitkan tenaga listrik dengan memanfaatkan sinar matahari maupun aliran air. Artinya, sumber daya alam yang dapat diperbaharui sekalipun belum mampu memenuhi kebutuhan energi sepenuhnya di sepanjang tahun.
Sumber daya alternatif lain seperti nuklir yang merupakan sumber energi rendah emisi. Nuklir yang tidak berasal dari sumber daya alam ketersediaannya kurang terpengaruh oleh faktor alam. Nuklir juga merupakan salah satu sumber energi berkapasitas besar yang dimanfaatkan di berbagai negara. Jika pembangkit nuklir lebih banyak beroperasi, guncangan harga bahan bakar fosil yang ekstrem mungkin dapat dikurangi. Selain itu, pengaturan pembangkit nuklir untuk kogenerasi yang akan menangkap panas dari proses fusi dan menyebarkannya untuk penggunaan seperti pemanasan distrik dan desalinasi, akan meningkatkan efisiensi energi secara sirkular. Di sisi lain, tantangan pendirian pembangkit listrik tenaga nuklir juga tidak kalah besar. Pembangkit nuklir masih membutuhkan biaya yang cukup besar hingga masih dianggap sesuatu yang berbahaya bagi masyarakat (Global Energy Center, 2021).
Dengan memahami keterbatasan yang dimiliki sumber energi, maka sepatutnya dunia membuat opsi-opsi lain seperti melakukan penghematan energi. Meskipun sumber energi yang tidak dapat diperbaharui maupun yang dapat diperbaharui sangat melimpah di dunia, apabila penggunaannya tidak bijak dan tidak dibatasi lambat laun ketersediaannya pun akan menipis atau bahkan habis. Bijak memanfaatkan sumber energi dan hemat dalam penggunaannya adalah cara yang paling tepat demi menjaga keseimbangan antara ketersediaan dengan kebutuhan energi, sehingga dapat menghindari eksploitasi yang besar-besaran.
Selain itu, perlu diingat bahwa sumber energi yang terkandung di bumi bukanlah warisan nenek moyang apalagi sebatas hasil ekstraksi fosil-fosil yang terpendam jutaan tahun lalu yang dapat secara bebas digunakan sebanyak apapun. Sumber energi yang masih tersisa hari ini harus dibagi juga untuk generasi muda di masa mendatang, bukan dihabiskan untuk kebutuhan di masa sekarang saja.
Ketersediaan energi merupakan masalah global dan bukan tanggung jawab satu atau dua negara saja. Masalah ini adalah masalah bersama, semua negara di dunia harus turut bertanggung jawab dalam mencari solusi, bukannya tutup mata bahkan lepas tangan. Dengan kesadaran betapa urgensinya krisis energi akhir-akhir ini, semoga negara-negara di dunia dapat duduk bersama dan menemukan solusi yang tepat, efektif, dan efisien. Sehingga masalah krisis energi yang dihadapi saat ini dapat secepatnya teratasi dan dapat diminimalisir dampaknya di masa depan.
REFERENSI
As it happens: the global energy crisis. (2021). Power Technology, diakses pada 20 Desember 2021. https://www.power-technology.com/features/global-energy-crisis-timeline/
Global Energy Center. (2021). Rapid Response: The energy crisis. Atlantic Council, diakses pada 20 Desember 2021. https://www.atlanticcouncil.org/blogs/energysource/rapid-response-the-energy-crisis/
Global energy crisis: how key countries are responding. (2021). The Guardian, diakses pada 20 Desember 2021. https://www.power-technology.com/features/global-energy-crisis-timeline/
Gourley, J. (2021). Suddenly we are in the middle of a global energy crisis. What happened?. The Conversation, diakses pada 20 Desember 2021. https://theconversation.com/suddenly-we-are-in-the-middle-of-a-global-energy-crisis-what-happened-169614
Helman, C. (2021). Energy Crisis 2021: How Bad Is It, And How Long Will It Last?. Forbes, diakses pada 20 Desember 2021. https://www.forbes.com/sites/christopherhelman/2021/10/19/energy-crisis-2021-how-bad-is-it-and-how-long-will-it-last/?sh=3cfe65034c63
Horowitz, J. (2021). A global energy crisis is coming. There’s no quick fix. CNN Business, diakses pada 20 Desember 2021. https://edition.cnn.com/2021/10/07/business/global-energy-crisis/index.html
Ilham, I. (2021). Energy Crisis Or Fossil Energy Crisis?. IESR, diakses pada 20 Desember 2021. https://iesr.or.id/en/energy-crisis-or-fossil-energy-crisis