China’s Debt Trap: Menilik Potensi Terjeratnya Indonesia dalam Jebakan Utang Cina

Written by Devira Khumaira

Cina semakin berambisi memperkuat posisi dan pengaruhnya di kancah internasional. Dalam kerangka Belt and Road Initiative (BRI) — inisiatif global yang diprakarsai oleh Cina untuk meningkatkan konektivitas dan kerja sama ekonomi antarnegara — negara yang dikenal dengan julukan “Raksasa Asia” ini gencar memberikan utang kepada sejumlah negara, tidak terkecuali kepada Indonesia. Sejak skema pendanaan BRI diinisiasi di Kazakhstan pada tahun 2013, pemerintahan Cina di bawah komando Xi Jinping memang terus berupaya melakukan ekspansi kapital (Fadhat & Prasetio, 2022). Ekspansi tersebut merupakan bentuk manifestasi langkah Cina untuk menguasai perekonomian negara lain dalam rangka menopang posisinya sebagai negara super power vis a vis Amerika Serikat. Meskipun langkah yang diambil Cina terlihat positif, timbul tendensi yang mengarah pada tuduhan bahwa Cina sebenarnya terlibat dalam diplomasi jebakan utang.

Diplomasi jebakan utang sendiri dapat didefinisikan sebagai strategi negara pemberi utang dalam memberikan pinjaman untuk tujuan pembangunan infrastruktur kepada sejumlah negara, khususnya negara berkembang yang diproyeksikan tidak mampu membayar pinjaman tersebut pada jangka waktu tertentu. Mengapa Cina dituduh terlibat dalam bentuk diplomasi ini? Terlepas dari maksud dan tujuan sebenarnya, Cina terlihat sengaja memberikan pinjaman kepada negara-negara berkembang yang relatif miskin, seperti Sri Lanka, Laos, Pakistan, dan Zambia. Lebih lanjut, Cina juga menetapkan persyaratan yang terkesan menyulitkan, meliputi pembebanan skema kredit yang tinggi serta kewajiban negara peminjam untuk membeli 70% material dan mempekerjakan mayoritas tenaga kerja dari Cina (Rakhmat dalam Primantoro, 2023). Secara tidak langsung, seperangkat persyaratan ini membuat Cina berada pada posisi yang diuntungkan — memperoleh konsesi dari persyaratan yang ditetapkan sendiri.

Sri Lanka merupakan salah satu contoh negara yang menjadi korbannya. Pada tahun 2010, Sri Lanka menerima pinjaman sebanyak US$ 1,5 miliar dari Cina untuk pembangunan Pelabuhan Internasional Hambantota (Iqbal, 2024). Pada realitasnya, pembangunan tersebut tidak menghasilkan efek domino positif terhadap kondisi perekonomian Sri Lanka sehingga menyebabkan Sri Lanka gagal bayar. Sebagai konsekuensi, Cina memperoleh konsesi berupa pengelolaan pelabuhan selama 99 tahun dan dominasi kepemilikan saham sebanyak 70%. Hal serupa juga berpotensi terjadi di negara tetangga Indonesia, Laos. Pembangunan Bendungan Hidroelektrik Sungai Mekong untuk mewujudkan misi Laos sebagai “Baterai Asia Tenggara” didanai oleh Cina. Merujuk pada kondisi kenaikan harga pangan dan bahan bakar global yang diperparah dengan depresiasi kip, Laos terancam gagal bayar. Dari gagal bayar tersebut, Cina berpotensi memperoleh konsesi berupa hak atas ekspor listrik (Chandran, 2023).

Sementara itu, dalam konteks Indonesia sendiri, data yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa utang luar negeri Indonesia dari Cina pada kuartal II tahun 2024 mencapai US$ 23,06 miliar atau setara dengan Rp 362,04 miliar (Alaydrus, 2024). Meskipun menduduki peringkat ketiga pemberi utang terbanyak setelah Singapura dan Amerika Serikat, utang Indonesia dari Cina diam-diam mengalami peningkatan signifikan dalam sepuluh tahun terakhir. Tercatat bahwa total utang Indonesia dari Cina per Desember 2014 hanya mencapai US$ 7,82 miliar. Apabila dikomparasikan dengan total utang Indonesia pada kuartal II tahun 2024 ini (terhitung Januari 2024-Juni 2024), kuantitas utang Indonesia dari Cina mengalami peningkatan sebanyak 194,88% (Alaydrus, 2024). Mayoritas utang tersebut digunakan untuk mendanai proyek pembangunan infrastruktur, seperti PLTA Sungai Kayan, Kawasan Industri Morowali, dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (WHOOSH).

Mengambil studi kasus proyek WHOOSH, megaproyek transportasi tersebut awalnya diproyeksikan memakan biaya sebanyak US$ 6,07 miliar atau setara dengan Rp 86,5 triliun. Adapun 75% sumber pendanaan berasal dari utang yang diberikan China Development Bank (CDB) kepada Indonesia (Mahardhika, 2023). Seiring berjalannya waktu, proyek WHOOSH mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebanyak US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 8,3 triliun. Dalam upaya menutup pembengkakan biaya, Cina kembali memberikan utang dengan bunga 3,4% dan tenor 30 tahun yang jaminannya berasal dari APBN — tidak sesuai skema business to business (B2B) yang disepakati di awal. Melihat biaya yang begitu besar, Indonesia terancam gagal bayar apabila proyek ini tidak kunjung membuahkan hasil. Di lain sisi, realitas di lapangan menunjukkan bahwa WHOOSH bukanlah proyek yang menjanjikan sebab output-nya hanya dapat dijangkau oleh masyarakat golongan atas.

Berdasarkan elaborasi yang telah dikemukakan di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa ketergantungan Indonesia kepada Cina dalam konteks perekonomian memang semakin nyata. Meskipun demikian, direktur studi Cina-Indonesia dari lembaga riset Center of Economic and Law Studies (Celios), Zulfikar Rakhmat mengungkapkan bahwa Indonesia sebenarnya belum terjerat dalam jebakan utang (Rakhmat dalam Alfarizi, 2023). Argumen tersebut didasarkan atas realitas kemampuan ekonomi Indonesia yang terbilang masih sangat mumpuni dibanding negara-negara layaknya Sri Lanka dan Laos. Namun, tetap terdapat tendensi yang mengarah pada potensi terjeratnya Indonesia dalam jebakan utang Cina seiring dengan masifnya proyek BRI yang ditandatangani. Terlebih lagi, presiden Indonesia yang baru dilantik pada tanggal 20 Oktober 2024 lalu, Prabowo Subianto dikenal memiliki relasi baik dengan Cina — terbukti ketika dirinya menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Feisal, 2024).

Sebagai bentuk mitigasi supaya tidak terjerat dalam jebakan utang Cina di kemudian hari, Indonesia perlu meniru apa yang dilakukan negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi dan Qatar. Bentuk mitigasi awal yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas utang dengan memahami skema utang dan menegosiasikan konsesi yang menguntungkan dua pihak (Rakhmat dalam Primantoro, 2023). Indonesia perlu melakukan introspeksi diri dari proyek WHOOSH yang mengadopsi mekanisme ‘lihat nanti’ sehingga menimbulkan banyak masalah yang tidak diperkirakan sebelumnya. Diperlukan pula bentuk mitigasi akhir berupa monitoring dan evaluasi berkelanjutan yang melibatkan berbagai pihak untuk memastikan transparansi serta akuntabilitas pengelolaan utang. Dengan mengimplementasikan langkah mitigasi tersebut, potensi terjeratnya Indonesia dalam jebakan utang Cina dapat dihilangkan atau setidaknya diminimalisir.

Referensi

Alaydrus, H. (2024, 15 Agustus). Diam-diam Utang RI ke China Meroket Nyaris 20% dalam Setahun. Diakses pada 20 Oktober 2024 dari https://www.cnbcindonesia.com/market/20240815153011-17-563353/diam-diam-utang-ri-ke-china-meroket-nyaris-200-dalam-10-tahun

Alfarizi, M. K. (2023, 15 Juni). Ekonom Sebut Tanda-tanda Indonesia Menuju Jebakan Utang Cina, Apa Saja?. Diakses pada 21 Oktober 2024 dari https://bisnis.tempo.co/read/1737766/ekonom-sebut-tanda-tanda-indonesia-menuju-jebakan-utang-cina-apa-saja

Chandran, N. (2023, 8 November). Laos is Spiraling Toward a Debt Crisis as China Looms Large. Diakses pada 20 Oktober 2024 dari https://www.cnbc.com/2023/11/09/laos-is-spiraling-toward-a-debt-crisis-as-china-looms-large.html

Fadhat, F. A., & Prasetio, H. (2022). Debt Trap Diplomacy: How’s China Capital Expansion Transforms Into Debt Trouble for African Countries. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional, 18(2), 150–176. https://doi.org/10.26593/jihi.v18i2.5262.150-176

Feisal, R. (2024, 18 April). Prabowo dan Menlu Cina Wang Yi Bahas Kerja Sama Pertahanan. Diakses pada 21 Oktober 2024 dari https://m.antaranews.com/berita/4064064/prabowo-dan-menlu-china-wang-yi-bahas-kerja-sama-pertahanan

Iqbal, M. (2022). The Factors of Sri Lanka’s Fall into the Debt Trap of China (Case Study: Hambantota Port) (Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta). https://etd.umy.ac.id/id/eprint/31286/

Mahardhika, L. A. (2023, 22 September). Balada Kereta Cepat WHOOSH: Jebakan Utang Cina hingga Buang-Buang Uang. Diakses pada 20 Oktober 2024 dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20230922/98/1697505/balada-kereta-cepat-whoosh-jebakan-utang-china-hingga-buang-buang-uang

--

--

Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM
Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

Written by Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

“Shape & promote positive Indonesian internationalism throughout the nation & the world.” | Instagram: @fpciugm | LINE: @toh2615q | LinkedIn: FPCI Chapter UGM

No responses yet