[CFE 2021] Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Melalui Praktik“Freedom of Speech” Dalam Demokrasi Konstitusional
Oleh : Daffa Ailla A.
Latar Belakang
Naskah pancasila merupakan ideologi Negara Indonesia. Sebagai pandangan hidup, menurut Rahman (2018), Pancasila adalah suatu dasar yang mengarahkan manusia Indonesia untuk menjadi pribadi yang berjiwa luhur dan berkarakter baik. Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila perlu untuk diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari. Hal ini berguna supaya keutuhan Pancasila tertanam dan dijiwai dalam mentalitas bangsa Indonesia. Menurut Puji (2016), Pancasila mengandung beberapa nilai, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Semua sila Pancasila yang berjumlah lima membuat nilai-nilai yang dapat diimplementasikan itu beragam, begitu juga cara dalam mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila. Salah satu cara pengimplementasiannya ialah kebebasan dalam menyampaikan pendapat.
Kebebasan menyampaikan pendapat atau sering juga disebut freedom of speech merupakan hak bagi semua warga Negara Indonesia, dan sebagai perwujudan dari demokrasi. Menurut Rahma, A S dan Dina W. P (2017), kebebasan berpendapat adalah kebebasan seseorang dalam hak untuk berbicara yang sifatnya bebas dan tak terbatas terkecuali dalam menyebarkan kebencian. Perlu kita ketahui bahwa kebebasan berpendapat itu merupakan bentuk implementasi dari semua sila Pancasila. Salah satunya adalah sila keempat Pancasila, yang menyatakan bahwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebikjasaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kebebasan berpendapat juga merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki oleh setiap warga negara dan merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh negara. Negara Indonesia sebagai negara hukum dan demokrasi berwenang mengatur dan melindungi pelaksanaan hak asasi manusia. Hal tersebut juga dijamin dalam perubahan keempat Undang-Undang Dasar RI 1945 Pasal 28E Ayat (3) yang mengemukakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Kemudian, penafsiran dari pasal tersebut diakomodasi melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Pasal 1 Ayat (1) bahwa “kemerdekaan menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.”
Beberapa aturan diatas menegaskan bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak mendasar dalam kehidupan yang dijamin dan dilindungi oleh negara. Implementasi dalam kebebasan berekspresi dapat berupa tulisan, buku, diskusi, atau dalam kegiatan pers. Setiap warga negara secara sah dapat mengemukakan apa yang ada dalam pikirannya, baik berupa kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah dan lembaga negara lainnya. Pendapat atau kritikan atas setiap kebijakan publik merupakan suatu kontrol terhadap jalannya suatu pemerintahan. Hal ini diperlukan agar setiap kebijakan tidak bertentangan dengan HAM dan kebijakan tertuju jelas untuk rakyat. Terdapat empat aspek penting dalam penilaian kondisi demokrasi di Indonesia, yaitu kebebasan sipil, partisipasi sipil, supremasi hukum, dan perlindungan HAM (Kontran.org).
Lokataru Foundation menilai kebebasan berpendapat di era Presiden Jokowi mengalami penyempitan ruang ekspresi publik. Hal ini dilihat dari kebijakan pemerintah yang diambil dalam isu Papua, kekerasan dan intimidasi kepada demonstran, penyempitan kebebasan akademik, hingga pemberangusan serikat buruh. Salah satu kebijakan pemerintah yang menuai kritikan oleh masyarakat karena dinilai menyalahi asas demokrasi dalam bernegara di antaranya adalah teror terhadap Ravio setelah ia mengkritik penyajian data kasus Covid-19 oleh BNPB yang dianggap menyesatkan. Kemudian, ada pula teror terhadap panitia penyelenggara diskusi bertemakan Papua (Kompas.com) dan teror terhadap penyelenggaraan diskusi dengan tema “Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” (Tirto.id).
Kebebasan Berpendapat
Kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar atau hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir, sebagai anugerah dari Tuhan. Pada hakikatnya, hak asasi manusia terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Kebebasan mengeluarkan pendapat merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia dan dijamin dalam UUD 1945.
Pancasila sebagai pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk sangat menjunjung tinggi kebebasan warga negaranya untuk bebas mengemukakan pendapatnya. Dalam perspektif Pancasila, kebebasan berpendapat merupakan kebebasan yang terkandung dalam setiap butir-butir pancasila terutama pada sila keempat. Akan tetapi, kebebasan berpendapat di Indonesia hampir tidak terealisasikan sesuai dengan yang tertera di Pancasila. Bagi sebuah negara yang saat ini berkembang, kebebasan berpendapat sangat diperlukan agar negara ini terus berkembang menuju negara yang demokrasi. Menurut Rongiyati (2015), kebebasan dalam menyampaikan pendapat merupakan indikasi dari negara yang berasas demokrasi dan terjamin sebagai hak yang telah ditetapkan oleh peraturan negara. Di Indonesia, terdapat aturan hukum yang menjamin kebebasan berpendapat. Seperti pada TAP MPR Nomor XVII/MPR/1988 tentang HAM, kebebasan pendapat menjadi bagian dari hak asasi manusia, dan negara sangat melindungi hak asasi manusia tersebut.
Kebebasan Berpendapat Sebagai Bentuk Implementasi Nilai-Nilai Pancasila
Secara tersirat, kebebasan berpendapat merupakan pengimplementasian dari sila keempat pancasila, sebab ada unsur permusyawaratan di dalamnya. Tepatnya ketika mengambil keputusan, maka diperlukan musyawarah dengan cara penyampaian pendapat. Akan tetapi, apabila kita analisis lebih dalam, kebebasan berpendapat ini juga bisa menjadi implementasi semua sila pancasila.
Pada sila pertama, kita dapat meyakini bahwa salah satu cara penerapannya ialah dengan mematuhi ajaran agama yang berlaku. Contohnya dalam agama islam, dakwah merupakan bentuk menyatakan pendapat sesuai dasar Hukum seperti Al-Qur’an dan Hadist, serta pemikiran akal sendiri. Seperti menurut Rahman (2018), kebebasan berpendapat diartikan sebagai akal yang dipergunakan oleh manusia dengan tujuan yang baik dan tepat.
Dalam sila kedua dan kelima, kita bisa yakini bahwa ada kesamaan terkait keadilan, sebab kemanusiaan merupakan salah satu bentuk keadilan. Dengan memberikan hak kepada semua manusia dan antarmanusia menghormati hak satu sama lain, berarti implementasi nilai pancasilanya terwujud. Salah satu haknya adalah kebebasan berpendapat, sesuai dasar hukum yang telah dipaparkan sebelumnya. Jadi, dapat dikatakan bahwa kebebasan berpendapat juga merupakan implementasi sila pancasila kedua dan kelima.
Pada sila ketiga, nilai yang terkandungnya adalah kerukunan. Apabila ada perpecahan antargolongan, suku, agama, dan lainnya, dapat dilakukan mediasi atau dengan mengungkapkan argumen masing-masing guna tercipta kedamaian. Maka, dalam konteks ini, kebebasan berpendapat juga menjadi salah satu implementasi Pancasila sila ketiga.
Indonesia merupakan negara demokrasi, yang artinya bahwa kekuasaaan tertinggi berada di tangan rakyat. Sedangkan para pemimpin hanya berkedudukan sebagai pengemban dari otoritas yang dimiliki masyarakat tersebut. Hal tersebut menunjukkan perlunya kontrol serta kritik terhadap para penguasa yang ada dalam pemerintahan dari rakyat itu sendiri (Kusmanto,2014). Oleh karena itu, apabila terdapat kebijakan pemerintah yang dinilai sewenang-wenang dan merugikan rakyat, maka rakyat berhak melawan dengan bersuara. Ada istilah yang muncul bernama people power. Menurut Iqbal (2019), dalam bahasa Inggris, people power berarti daya atau kekuatan rakyat. Dapat dikatakan bahwa people power merupakan wujud pemberontakan dari rakyat dalam mengekspresikan kekecewaannya terhadap pemerintah atau mengaktualisasikan penyampaian aspirasi.
Kebebasan Berpendapat Sebagai Bagian dari Demokrasi Konstitusional
Demokrasi memberikan peluang kepada setiap orang untuk menikmati kebebasan yang dimilikinya secara proporsional karena kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain (Selian & Melina, 191: 2018). Kebebasan berekspresi merupakan elemen penting dalam jalannya demokrasi dan partisipasi publik. Hal ini diperlukan agar tercipta partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan publik atau dalam pemungutan suara.
Bagi negara yang menerapkan sistem demokrasi seperti Indonesia, penyelenggaraan pemilihan umum menjadi salah satu ciri-ciri diterapkannya demokrasi, dan ini tidak dapat dilepaskan dari jaminan atas kebebasan berserikat dan kebebasan mengeluarkan pendapat. Landasan konstitusional kebebasan berserikat dan kebebasan mengeluarkan pendapat dijadikan sebagai sarana kontrol bagi penyelenggaraan pemerintahan yang notabene (diselenggarakannya pemerintahan itu) merupakan kehendak dari rakyat. Dalam hal bagaimana negara dijalankan dan siapa saja yang memegang kendali dalam menjalankan organisasi negara, rakyatlah yang berhak menentukan. Untuk itu, rakyat diberikan hak membangun kekuatan sendiri dalam upaya untuk memantau, memeriksa, mengamati, mengawasi, dan meninjau penerapan ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pemerintahan yang ditetapkan oleh rakyat melalui wakil-wakilnya. Kebebasan berserikat masih tidak cukup. Pemerintah atas nama negara yang mempunyai kekuasaan terhadap apapun yang diperlukan untuk mengelola negara, tentu saja tidak tertandingi oleh siapapun.
Pemantauan, pemeriksaan, pengamatan, pengawasan, dan peninjauan penerapan ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pemerintahan masih kurang memadai untuk membangun kesadaran publik akan konsekuensi logis seperti pelanggaran prinsip-prinsip bernegara oleh pemerintah. Sarana yang diperlukan untuk kondisi ini adalah hak atas kebebasan mengeluarkan pendapat. Dalam konteks ini, hak tersebut dapat dimanfaatkan untuk membangun kesadaran rakyat terhadap kinerja pemerintah. Misalnya, ketika rakyat sadar akan penyimpangan prinsip pengelolaan negara yang dilakukan oleh pemerintah, maka untuk tetap menjaga terkendalinya situasi negara yang menyangkut berbagai persoalan yang begitu kompleks, baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun politik, secara terpaksa atau tidak, pemerintah harus memperhatikan apa yang disampaikan oleh rakyat secara kolektif. Pernyataan ini dimaksudkan sebagai ilustrasi dengan menggunakan perspektif kemungkinan paling buruk diperlukannya sarana berupa hak kebebasan mengeluarkan pendapat.
Kesimpulan
Kebebasan berpendapat merupakan salah satu bentuk implementasi nilai-nilai Pancasila dari semua sila. Hal tersebut pun telah dijamin oleh peraturan yang ada di Indonesia sebagai hak bagi semua individu. Kebebasan masyarakat dalam berekspresi untuk mengemukakan pendapatnya juga merupakan hak dan tanggung jawab dari negara demokrasi.
Negara Indonesia sebagai negara hukum telah meratifikasi berbagai aturan internasional dalam menjunjung tinggi hak kebebasan berekspresi dan berpendapat. Konstitusi telah menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat yang selanjutnya ditafsirkan dalam undang-undang.
Kritikan kepada pemerintah bukan merupakan pelanggaran hukum, dan kebebasan dalam berpendapat dijamin dalam konstitusi Indonesia. Adapun pembatasan dalam kebebasan berekspresi dan berpendapat ditujukan agar terciptanya suatu keamanan dan kesejahteraan antar sesama warga.
Profil Penulis
Daffa Ailla Ardika, lahir di Ponorogo, 11 September 2004. Merupakan siswa kelas 11 di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Ponorogo. Pernah bersekolah di SDN 1 Pulung (2010–2016), dan SMP N 2 Ponorogo (2017–2019). Aktif diorganisasi sekolah seperti OSIS (SMP), MPK (SMA), KIR, dan Jurnalistik. Pernah meraih Juara III Lomba Presentasi Pengolahan Limbah Ponorogo Resik-Resik. Juara harapan 1 LKTI NCC SMADU, dan finalis LKTI FMIPA UNY 2019. Akun Instagram @ailaa.aj.
Daftar Pustaka
Saparina A. S, Dewi D . A (2021), Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. Implementasi
Nilai Pancasila Melalui Praktik Kebebasan Berpendapat di Indonesia.
18(1):49–62. https://jurnal.fkip.untad.ac.id/index.php/jurpis/article/view/1087/977
Rahman Abd. (2018). Kebebasan Berpendapat dan Informasi : Tinjauan Filosofis
Terhadap Pasal 22 Deklarasi Kairo. ALLHURRIYAH: Jurnal Hukum Islam 3(1): 82–94 https://ejournal.iainbukittinggi.ac.id/index.php/alhurriyah/article/view/531
Rahman, Alip. (2018). Nilai Kondisi dan Implementasinya dalam Masyarakat Global.
Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia 3(1):34–48 http://www.jurnal.syntaxliterati.co.id/index.php/syntax.literate/article/view/302/416
Iqbal, M S. (2019). Kedudukan Hukum People Power dan Relevasinya dengan Hak
Kebebasan Berpendapat di Indonesiab. Volksgeist 2(2):225–237
Kusmanto, H. (2014). Partisipasi Masyarakat dalam Demokrasi Politik. Jurnal Ilmu
Pemerintahan dan Sosial Politik UMA 2(1):78–90 http://journal.uta45jakarta.ac.id/index.php/kom/article/view/793/510.
Rongiyati, Sulasi. (2015). Surat Edaran Kapolri tentang Ujaran Kebencian: Menjaga
Kebebasan Berpendapat dan Harmonisasi Kemajemukan. Info Singakt Hukum: Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis 7(21): 1–4 http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/info%20Singkat-VII-21-I-P3DI-November-2015-28.pdf.
Nasution L. (2020) ‘ADALAH’ Buletin Hukum & Keadilan: Hak Kebebasan
Berpendapat dan Bereskspresi Dalam Ruang Publik di Era Digital 4(3): 37–48 https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/adalah/article/download/16200/7461
https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/lokataru-sebut-ruang-ekspresi-publik-di-era- jokowi-menyempit-ekw4?espv=1 diakses pada 23 Juli 2021
https://www.google.com/amp/s/www.kompas.tv/amp/article/86525/videos/gelar-diskusi-diskriminasi-rasial-papua-mahasiswa-unila-dapat-teror-dan-ancaman?espv=1 diakses pada 23 Juli 2021