[CFE 2021] IDEALISME PRAGMATIS DALAM AKSI / INTERVENSI KEMANUSIAAN (R2P) PADA KRISIS KEMANUSIAAN YAMAN
Oleh: Ivan Samuel
Pendahuluan
Krisis Yaman sudah berlangsung selama tujuh tahun sejak 2014, dan sampai sekarang situasinya tidak semakin baik. Bingkai rivalitas mengelilingi aktor-aktor negara yang terlibat dalam krisis ini dan masyarakat sipil pun mendapatkan akibatnya. Pertempuran antara pemberontak Houthi, Dewan Transisi Selatan (STC), dan pasukan yang setia kepada pemerintah yang diakui secara internasional — serta serangan udara oleh koalisi internasional yang dipimpin Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) — telah mengakibatkan kematian ribuan orang. Lebih dari 18.500 warga sipil tewas atau cacat akibat serangan udara koalisi saja, termasuk lebih dari 2.300 anak-anak (Global Centre for the R2P, 2021).
Dalam menyikapi krisis di Yaman ini masyarakat internasional memiliki tanggung jawab jika suatu negara tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya dalam mengurusi rumah tangganya. Maka dari itu, dicetuskanlah doktrin R2P atau Responsibility to Protect sebagai komitmen politik untuk mengakhiri bentuk-bentuk kekerasan dan penganiayaan terburuk seperti genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan (UN Office on Genocide Prevention and R2P, 2017).
Dapat dikatakan bahwa R2P ini merupakan upaya sekuritisasi dari suatu isu yang menyatakan bahwa isu tersebut sudah masuk ke dalam krisis kemanusiaan yang mengancam keamanan manusia di suatu wilayah. R2P itu sendiri diinisiasi oleh International Commission on Intervention and State Sovereignty (ICISS), bentukan dari Pemerintah Kanada pada 2001. Pembuatan doktrin R2P ini sebagai respons atas pernyataan dari Sekretaris Jenderal PBB masa itu Kofi Annan yang mengkritik tanggung jawab negara-negara dalam menangani krisis kemanusiaan di berbagai negara seperti di wilayah Balkan dan Rwanda serta intervensi militer NATO di Kosovo yang kontroversial. Doktrin ini kemudian disampaikan pada dua kesempatan, yaitu Laporan Tahunan Sidang Umum PBB 1999 serta Laporan Milenium 2000 (UN Office on Genocide Prevention and R2P, 2017).
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa doktrin R2P ini diinisiasikan oleh komisi ICISS bentukan Pemerintah Kanada. Hal ini menunjukkan sifat idealisme pragmatis yang dianut oleh Kanada, di mana prinsip tersebut pertama kali dikembangkan sebagai klarifikasi konseptual dan aksiologis dari ‘internasionalisme Kanada’ dalam kebijakan luar negerinya (Melakopides, Pragmatic Idealism : Canadian Foreign Policy, 1945–1995, 1998). Mereka berpendapat bahwa seperti negara-negara ‘kekuatan menengah yang berpikiran sama’ seperti Australia, Denmark, Selandia Baru, Norwegia dan Swedia yang mengadopsi kebijakan luar negeri bercorak moderasi, mediasi, solusi hukum dan diplomatik untuk konflik internasional, dan komitmen otentik untuk pemeliharaan perdamaian, penciptaan perdamaian, hak asasi manusia, bantuan asing, dan rasionalitas ekologis (Melakopides, 2012). Jadi, dapat diketahui bahwa pandangan idealisme pragmatis inilah yang melatarbelakangi pencetusan doktrin R2P yang dicetuskan sesuai dengan kebijakan luar negeri Kanada dan negara-negara ‘kekuatan menengah yang berpikiran sama’ lainnya.
R2P memiliki tiga pilar, yaitu (1) tanggung jawab setiap negara untuk melindungi penduduknya; (2) tanggung jawab masyarakat internasional untuk membantu Negara-negara dalam melindungi penduduknya; dan (3) tanggung jawab komunitas internasional untuk melindungi ketika suatu Negara secara nyata gagal melindungi penduduknya (Šimonović, 2017). Dalam praktiknya, R2P tidak meminta ‘tanggung jawab’ dalam pengertian hukum yang ketat tentang kewajiban untuk bertindak dengan cara tertentu melainkan dalam arti alokasi tanggung jawab untuk menanggapi suatu situasi. Arti sebenarnya dari R2P mungkin bukan penciptaan hak atau kewajiban baru untuk melakukan ‘hal yang benar’. Sebaliknya, itu membuat lebih sulit untuk melakukan hal yang salah atau tidak melakukan apa-apa sama sekali (Chesterman, 2011).
Pembahasan
Penyebab Krisis Kemanusiaan di Yaman
Sebelum membahas mengenai doktrin R2P dan pelaksanaannya di krisis Yaman, terlebih dahulu akan dibahas mengenai penyebab dari krisis ini, baik itu pihak koalisi Arab Saudi maupun pihak Houthi bertanggung jawab atas krisis kemanusiaan ini. Buktinya hadir dalam pembangunan secara fisik maupun abstrak perbatasan udara, air, dan darat di sekeliling Yaman pada 2015 oleh Koalisi Arab Saudi. Pembangunan ini menghambat mobilitas bantuan internasional ke Yaman, contohnya, yang dilakukan oleh Angkatan Laut AS yang secara aktif berpartisipasi dalam blokade angkatan laut yang dipimpin Saudi (Brook, 2015). Selain itu, ada serangkaian serangan bom udara yang tertuju pada kawasan sipil oleh koalisi Arab Saudi di wilayah Houthi, dan kondisi ini tentu semakin memperparah krisis kemanusiaan di Yaman. Kemudian, pada pihak Houthi diketahui bahwa mereka kerap memblokade, menghancurkan, dan mengambil bantuan-bantuan kemanusiaan yang datang.
Responsibility to Protect di Yaman
Jadi, dapat diketahui bahwa semua pihak dalam konflik telah melakukan serangan tanpa pandang bulu dan menargetkan infrastruktur sipil yang merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan (Global Centre for the R2P, 2021). Maka, muncul pertanyaan mengenai bagaimana pelaksanaan R2P ini selama krisis kemanusiaan di Yaman, apakah pelaksanaannya sudah sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada, dan mengapa selama pelaksanaannya masih belum mampu menyelesaikan krisis kemanusiaan ini.
Precautionary Principles
Pada prinsip untuk intervensi militer, khususnya pada precautionary principles, dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan intervensi militer harus memiliki niat yang benar (right intention), yaitu niat untuk menghentikan atau mencegah penderitaan manusia. Sayangnya, seperti yang dijelaskan oleh Fitria (2012), “pelaksanaan doktrin ini (R2P) rentan ditunggangi oleh kepentingan politik negara-negara yang terlibat dalam intervensi yang dilakukan.” Misalnya, kepentingan politik Amerika Serikat, sebagai negara yang dominan dalam teori transisi kekuasaan yang memiliki ketergantungan minyak di Timur Tengah, menjadikan kebijakan AS di Timur Tengah diprioritaskan melalui Arab Saudi yang merupakan negara sahabat sejak lama (Johansson, 2021), khususnya kontrol Amerika Serikat atas Iran mengenai pengembangan senjata nuklir. Hal ini secara tidak langsung dapat memperkuat posisi Arab Saudi sebagai penganut Islam Sunni dengan mencegah Iran yang merupakan penganut Islam Syiah untuk dapat memperluas hegemoninya di Timur Tengah.
Dalam precautionary principles juga terdapat poin cara proporsional (Propotional means) yang menjelaskan tentang skala, durasi, dan intensitas intervensi militer yang direncanakan harus minimum untuk mengamankan tujuan perlindungan manusia yang ditetapkan. Berdasarkan laporan dari Group of Eminent Experts (GEE) yang diamanatkan oleh Dewan HAM PBB, GEE menuduh bahwa Kanada, Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) yang termasuk dalam koalisi Arab Saudi mungkin terlibat dalam tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip R2P ini serta berpotensi melakukan kejahatan perang karena penyediaan intelijen militer, senjata, dan dukungan logistik mereka kepada beberapa pihak dalam konflik (Global Centre for the R2P, 2021).
Amerika Serikat menyediakan dukungan melalui udara dengan penyediaan bahan bakar untuk pesawat-pesawat tempur Arab Saudi. Berdasarkan laporan dari Human Rights Watch, AS juga menyediakan bom jenis Mark 83 yang digunakan dalam serangan yang menargetkan warga sipil dan melanggar hukum perang (Zarocostas, 2015). Sementara itu, Inggris juga berkontribusi besar dalam krisis kemanusiaan di Yaman ini, terlihat dari penjualan bom Inggris (Stone, 2016), pelatihan-pelatihan dan instruksi bagi pilot Royal Saudi Air Force (Lancaster, 2019), serta memberikan “dukungan teknik” dan “pelatihan umum” kepada militer Arab Saudi (Jones, 2019). Bukti konkret lainnya melalui pengadaan pesawat tempur Eurofighter Typhoons yang digunakan dalam serangan koalisi Saudi ke wilayah Houthi di Yaman (Coughlin, 2015).
Prancis juga merupakan pemasok senjata yang signifikan ke Arab Saudi (Dewan, 2018). Prancis telah memasok lebih dari 2 miliar dolar termasuk kendaraan lapis baja, sistem pertahanan udara, dan subsistem pesawat (Perlo-Freeman, 2018). Selain itu, ironisnya Kanada, negara yang terkenal dengan kebijakan luar negerinya yang bercorak idealisme pragmatis serta sebagai pencetus dari doktrin R2P ini justru juga berperan dalam semakin memburuknya krisis kemanusian di Yaman. Berdasarkan laporan dari PBB mengenai Yaman, dijelaskan bahwa Arab Saudi secara konsisten telah dipasok dengan senjata dari pemerintah Kanada sejak menandatangani kesepakatan senilai $ 14 miliar pada tahun 2014. Pada tahun 2016, pemerintah Trudeau menyetujui izin ekspor untuk mengirim kendaraan lapis baja ringan (LAV) yang berbasis di Ontario (D’Sa, 2020).
Jadi, dapat diketahui bahwa dengan banyaknya bantuan militer dari berbagai negara hal ini tidak sesuai dengan poin proportional means mengenai skala, durasi dan intensitas intervensi militer yang harus minimum. Negara-negara tersebut justru menggelontorkan banyak bantuan militer kepada koalisi Arab Saudi yang sebenarnya berlebihan jika ingin menyelesaikan krisis kemanusian di Yaman.
Reasonable prospects, dalam poin pada precautionary principles ini maksudnya ialah, ketika melakukan intervensi, konsekuensi yang ditimbulkan harus tidak lebih buruk daripada konsekuensi jika tidak bertindak. Namun, sayangnya prospek dalam intervensi di Yaman ini justru memperburuk situasi kemanusiaan di Yaman melalui serangan-serangan militer yang ditujukan ke masyarakat sipil serta pemblokiran akses bantuan kemanusiaan oleh koalisi Saudi. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah korban jiwa di mana telah menumbangkan total lebih dari 40.000 korban jiwa secara keseluruhan (Al Jazeera, 2018).
Save The Children memperkirakan setidaknya 50.000 anak-anak meninggal pada 2017, dengan rata-rata 130 anak-anak meninggal setiap harinya (Chicago Tribune, 2017). Sekitar 22 juta lebih warga Yaman membutuhkan bantuan kemanusiaan akibat kelaparan bersama dengan wabah kolera yang terburuk dalam sejarah dunia modern. Sekitar 8 juta lebih warga Yaman kelaparan dan 16 juta orang kehilangan akses kesehatan. Serangan udara terjadi rata-rata satu kali setiap 99 menit selama tiga tahun terakhir, ketika warga sipil Yaman tidak bisa mendapat makan dan perawatan kesehatan, menurut IRC. (UN, 2018)
Kesimpulan
Jadi, dapat diketahui bahwa negara-negara yang terlibat dalam krisis kemanusiaan ini ialah negara-negara yang menciptakan maupun menyetujui doktrin R2P itu sendiri. Hal ini menunjukkan kenaifan negara-negara tersebut dalam menerapkan R2P, dibuktikan dengan tindakannya yang mementingkan kepentingan nasionalnya masing-masing dengan tidak mengindahkan kondisi kemanusiaan di Yaman. Terlebih lagi, pada pendekatan idealisme pragmatis yang digunakan sebagai landasan kebijakan luar negeri negara-negara yang menginisiasi R2P, ternyata tidak tercermin pada pelaksanaan R2P ini. Contohnya, pada komitmen untuk pemeliharaan dan penciptaan perdamaian, HAM, dan bantuan luar negeri di Yaman yang tidak dipenuhi, justru yang terjadi adalah hal sebaliknya. Perdamaian tidak tercipta, HAM rakyat Yaman semakin memburuk, dan bantuan luar negeri kerap diblokir.
Saran yang dapat diberikan ialah sebaiknya Dewan Keamanan PBB dan negara-negara anggota lainnya harus memprioritaskan kembali isu keamanan manusia yang menjadi salah satu prinsip paling penting dalam melakukan R2P. Hal ini dapat dicapai dengan menegakkan kembali prinsip-prinsip dari R2P melalui peningkatan kapasitas, peringatan dini, dan tindakan pencegahan dan perlindungan lainnya. Selain itu, negara-negara juga harus konsisten terhadap kebijakan luar negeri idealisme pragmatis demi penyelesaian krisis kemanusiaan di Yaman. Untuk itu, syarat penerapan doktrin ini dalam praktik harus bersifat otoritatif dengan mengurangi motivasi politik dan ekonomi para pelaksana doktrin ini seperti yang terjadi di Yaman. Hal ini adalah kondisi yang tidak dapat dinegosiasikan untuk menciptakan hukum internasional yang mengikat dan memaksa.
Profil Penulis
Nama saya Ivan Samuel, terlahir di Jakarta, 11 September 2000. Asal kampus saya ialah Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Saya adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, jurusan Ilmu Hubungan Internasional angkatan tahun 2018. Sekarang ini saya berada di semester 6 studi saya, dan salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan kognitif saya ialah dengan cara menulis, baik itu untuk keperluan tugas kuliah, maupun untuk sekedar blogging, cara lainnya ialah dengan mengikuti kompetisi esai ini.
Referensi
Al Jazeera. (2018, Maret 25). Key facts about the war in Yemen. Dipetik Juli 24, 2021, dari Al Jazeera: https://www.aljazeera.com/news/2018/3/25/key-facts-about-the-war-in-yemen
Brook, T. V. (2015, April 20). U.S. carrier moving off coast of Yemen to block Iranian arms shipments. Dipetik Juli 23, 2021, dari USA Today: https://www.usatoday.com/story/news/world/2015/04/20/carrier-intercepts-iranian-arms/26082755/
Chesterman, S. (2011). “Leading from Behind”: The Responsibility to Protect, the Obama Doctrine, and Humanitarian Intervention after Libya. Ethics & International Affairs, 25(3), 279–285. doi:10.1017/S0892679411000190
Chicago Tribune. (2017, November 16). 50,000 children in Yemen have died of starvation and disease so far this year, monitoring group says. Dipetik Juli 25, 2021, dari Chicago Tribune: https://www.chicagotribune.com/nation-world/ct-save-the-children-yemen-20171116-story.html
Coughlin, C. (2015, Mei 5). Saudis’ UK-made war jets outnumber RAF’s. Dipetik Juli 24, 2021, dari The Telegraph: https://www.telegraph.co.uk/news/uknews/defence/11584269/Saudis-UK-made-war-jets-outnumber-RAFs.html
Dewan, A. (2018, November 23). These are the countries still selling arms to Saudi Arabia. Dipetik Juli 24, 2021, dari CNN: https://www.cnn.com/2018/11/22/middleeast/arms-exports-saudi-arabia-intl/index.html
D’Sa, P. (2020, September 11). Canada’s international reputation stained by UN Yemen war report. Dipetik Juli 24, 2021, dari Canada’s National Observer: https://www.nationalobserver.com/2020/09/11/news/canadas-international-reputation-stained-un-yemen-war-report
Fitria. (2012, April). Implementasi Doktrin Responsibility to Protect (Humanitarian Intervention) dalam Hukum Internasional (Kasus Kosovo Libya dan Suriah). Lex Jurnalica, 9(1), 44–50.
Global Centre for the Responsibility to Protect. (2021, Mei 31). Yemen. Dipetik Juli 22, 2021, dari Global R2P: https://www.globalr2p.org/countries/yemen/
Johansson, L. (2021). The United States involvement in Yemen: A case study with rational and humanitarian reasoning of the involvement, influence and its objective. Digitala Vetenskapliga Arkivet, 1–49.
Jones, H. (2019, Maret 13). RAF maintaining Saudi aircraft being used against Yemen, minister reveals. Dipetik Juli 23, 2021, dari UK Defence Journal: https://ukdefencejournal.org.uk/raf-maintaining-saudi-aircraft-being-used-against-yemen-minister-reveals/
Lancaster, M. (2019, Maret 5). Saudi Arabia: Military Aid — Question for Ministry of Defence. (L. Russel-Moyle, Pewawancara) London: UK Parliament. Diambil kembali dari https://questions-statements.parliament.uk/written-questions/detail/2019-03-05/228761
Melakopides, C. (1998). Pragmatic Idealism : Canadian Foreign Policy, 1945–1995. Montréal: McGill — Queen‘s University Press.
Melakopides, C. (2012). Pragmatic idealism revisited: Russia’s post-1991 Cyprus policy and implications for Washington. Mediterranean Quarterly, 107–134.
Perlo-Freeman, S. (2018, Februari 28). Who is arming the Yemen war? (And is anyone planning to stop?). Dipetik Juli 24, 2021, dari World Peace Foundation: https://sites.tufts.edu/reinventingpeace/2018/02/28/who-is-arming-the-yemen-war-and-is-anyone-planning-to-stop/
Šimonović, I. (2017, Januari 27). The Responsibility to Protect. Dipetik Juli 22, 2021, dari UN Chronicle: https://www.un.org/en/chronicle/article/responsibility-protect
Stone, J. (2016, Februari 3). Ministers wined and dined by arms trade hours after MPs demand ban on selling weapons to Saudi Arabia. Dipetik Juli 23, 2021, dari The Independent: https://www.independent.co.uk/news/uk/politics/ministers-wined-and-dined-by-arms-trade-hours-after-mps-demand-ban-on-selling-weapons-to-saudi-a6850751.html
United Nations. (2018, April 3). With 22 Million People across Yemen Suffering, $2.96 Billion Humanitarian Response Must Be Fully, Rapidly Funded, Secretary-General Tells Pledging Conference. Dipetik Juli 25, 2021, dari United Nations: https://www.un.org/press/en/2018/sgsm18968.doc.htm
United Nations Office on Genocide Prevention and R2P. (2017, Februari 13). Responsibility to Protect. Dipetik Juli 22, 2021, dari un.org: https://www.un.org/en/genocideprevention/about-responsibility-to-protect.shtml
Zarocostas, J. (2015, Juni 30). Saudi airstrikes in Yemen violate laws of war, rights group says. Dipetik Juli 23, 2021, dari McClatchy DC Bureau: https://www.mcclatchydc.com/news/nation-world/world/article25835662.html