[CFE 2021] Analisis Intervensi Kemanusiaan Arab Saudi Terhadap Yaman Melalui Kacamata Prinsip Responsibility to Protect (RtoP): Harapan vs Realita

Oleh: Aflah Ariq Herindrawan — UGM

Krisis di Yaman merupakan salah satu krisis kemanusiaan terbesar yang terjadi pada era kontemporer ini. Krisis yang disebabkan oleh perang sipil antara pemerintah Yaman dan kelompok insurgen Houthi membuat sebanyak 3,6 juta penduduk Yaman terpaksa mengungsi dari rumah mereka (Robinson, 2021). Selain itu, sebanyak lebih dari 100.000 penduduk Yaman terbunuh akibat perang sipil yang hingga saat ini telah berjalan selama lebih dari enam tahun (Moyer, Bohl, Hanna, Mapes, & Rafa, 2019). Melihat situasi krisis di Yaman yang sampai saat ini tidak menemukan harapan perdamaian di antara kedua pihak yang berseteru dan kurangnya kemampuan pemerintah Yaman dalam melindungi warga negara dari dampak perang, komunitas internasional yang dipimpin oleh Arab Saudi melalui prinsip Responsibility to Protect (RtoP) berusaha untuk melakukan intervensi-intervensi untuk melindungi warga Yaman dari dampak perang sipil (Tuckwell & Smyth, 2015). Intervensi yang dilakukan oleh Arab Saudi ini hingga kini masih menuai perdebatan dikarenakan dianggap tidak menyelesaikan permasalahan di Yaman. Pada esai ini, akan dibahas komparasi antara harapan dari prinsip Responsibility to Protect (RtoP) untuk melindungi warga sipil dari dampak perang dan realitas implementasi dari intervensi Arab Saudi di Yaman. Komparasi antara harapan dari prinsip RtoP dengan realitas intervensi di Yaman akan dianalisis untuk mengetahui apakah justifikasi Arab Saudi untuk mengintervensi krisis Yaman membuahkan hasil yang diharapkan untuk melindungi warga sipil Yaman.

Perang sipil yang terjadi di Yaman mulai terjadi di akhir tahun 2014 di saat kelompok paramiliter Houthi melakukan serangan terhadap tantara nasional Yaman yang berada di bawah kendali Presiden Abdrabbuh Mansour Hadi (BBC, 2020). Serangan kelompok paramiliter Houthi ini dilancarkan sebagai aksi eksploitasi atas kelemahan Presiden Hadi dalam mengurus pemerintahan Yaman pascamundurnya Presiden Ali Abdullah Saleh di tahun 2011 (UNICEF, 2014). Presiden Hadi dianggap gagal dalam memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi Yaman yang dibuktikan dengan tingginya kemiskinan, angka pengangguran dan kerawanan pangan pada era pemerintahan Presiden Hadi (BBC, 2020). Selain itu, kegagalan Presiden Hadi diperburuk dengan lemahnya pemerintahan Yaman dalam mengontrol keamanan negara dikarenakan tentara Yaman yang masih loyal dengan Presiden Saleh. Sebagai kelompok minoritas muslim Shia yang tidak setuju dengan keputusan pemerintah Yaman untuk bekerjasama dengan kekuatan luar seperti Arab Saudi dan Amerika Serikat, Houthi berusaha untuk memanfaatkan kelemahan pemerintahan Presiden Hadi untuk menantang kekuasaan pemerintah di Yaman (BBC, 2020).

Semenjak meletusnya perang sipil di akhir tahun 2014, perang sipil yang terjadi di Yaman telah menyebabkan terjadinya krisis kemanusiaan terbesar di dunia modern. Hingga akhir tahun 2019, sebanyak lebih dari 200.000 penduduk sipil tewas akibat perang sipil yang berkepanjangan (Moyer et al., 2019). Sebanyak 100.000 di antaranya tewas diakibatkan karena dampak tidak langsung dari perang seperti kekurangan persediaan makanan, kekurangan pelayanan kesehatan, dan ketiadaan infrastruktur yang memadai (Moyer et al., 2019). Selain jatuhnya korban jiwa, perang sipil di Yaman juga menyebabkan sebanyak tiga juga penduduk terpaksa mengungsi dari tempat tinggalnya (Robinson, 2021). Pengungsi perang Yaman ini selain kehilangan tempat tinggal juga dihadapkan dengan kondisi tempat pengungsian yang jauh dari kata layak (Sharp, 2021). Selain itu, warga sipil Yaman ini juga dihadapkan pula dengan ancaman nyawa akibat kelompok Houthi yang dapat menyerang warga sipil sewaktu-waktu. Pemerintah Yaman pun dalam hal ini tidak dapat berbuat banyak untuk melindungi warga sipil dikarenakan adanya kekurangan personil keamanan serta personil-personil pemerintah yang sebagian kecil masih loyal terhadap mantan Presiden Saleh (BBC, 2020). Pada tahap ini, pemerintah Yaman telah dianggap gagal melindungi warganya dari ancaman dan dampak dari perang sipil.

Kegagalan pemerintah Yaman dalam melindungi warga negaranya dari efek perang sipil membuat Arab Saudi melancarkan aksi-aksi humaniter dalam melindungi warga Yaman yang terdampak perang. Aksi-aksi humaniter yang dilakukan oleh koalisi pimpinan Arab Saudi di klaim dijalankan atas dasar prinsip Responsibility to Protect (RtoP). RtoP sendiri merupakan sebuah prinsip internasional yang memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan kemanusiaan massal (mass atrocity) di suatu negara melalui aksi kolektif komunitas internasional (Global Centre for the Responsibility to Protect, n.d.). RtoP menjadi landasan bagi komunitas internasional untuk menjustifikasi aksi intervensi dengan tujuan mengurangi penderitaan warga negara akibat adanya krisis di suatu negara yang seringkali terhambat akibat adanya prinsip nonintervensi. Prinsip yang diinstitusikan oleh PBB pada UN World Summit 2005 ini dijalankan atas dasar 3 pilar utama (Global Centre for the Responsibility to Protect, n.d.). Pilar pertama adalah setiap negara memiliki kewajiban untuk melindungi populasinya dari empat kejahatan massal terhadap kemanusiaan, yaitu genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pembersihan etnis. Pilar kedua adalah komunitas internasional secara luas memiliki kewajiban untuk mendukung dan membantu negara dalam memenuhi kewajibannya untuk memberikan perlindungan. Terakhir, pilar ketiga adalah apabila suatu negara secara nyata gagal dalam upaya melindungi populasinya, komunitas internasional harus siap untuk melakukan aksi kolektif, dalam waktu yang tepat dan cara yang tegas sesuai dengan piagam PBB. Prinsip RtoP cukup berbeda dari aksi-aksi humaniter konvensional. Apabila aksi humaniter konvensional lebih berfokus pada adanya intervensi yang bersifat militer, RtoP justru berfokus pada perlindungan warga sipil (Welsh, 2019). Walaupun begitu, justifikasi impelementasi RtoP untuk mengintervensi suatu konflik masih menuai perdebatan dikarenakan kerangka kerja RtoP yang memperbolehkan adanya intervensi militer untuk meredam krisis yang terjadi (Welsh, 2019).

Intervensi yang dilakukan oleh koalisi Arab Saudi untuk merespon perang sipil yang berjalan di Yaman diklaim oleh pimpinan tentara Arab Saudi, Brigadir Jenderal Ahmed Asiri, sebagai langkah untuk melindungi warga negara Yaman dan pemerintahan Presiden Hadi yang berdaulat (Tuckwell & Smyth, 2015). Sebelum Arab Saudi melakukan intervensi, krisis Yaman sudah mendapatkan perhatian khusus di Dewan Keamanan PBB. DK PBB telah melakukan serangkaian aksi seperti adanya pembekuan harta dan ijin bepergian bagi pimpinan Houthi, embargo senjata, dan dukungan terhadap Presiden Hadi (Tuckwell & Smyth, 2015). Namun, pemerintah Yaman merasa bahwa aksi yang diambil DK PBB belum cukup untuk meredam perang sipil. Karenanya, Presiden Hadi, yang memiliki hubungan baik dengan Arab Saudi, meminta bantuan Arab Saudi untuk melakukan intervensi terhadap perang sipil Yaman dengan alasan untuk melindungi warga Yaman dari penderitaan. Puncaknya, pada bulan Maret 2015, secara formal koalisi yang dipimpin Arab Saudi melancarkan aksi intervensi militer di Yaman (Hu, 2018).

Intervensi yang dilakukan oleh Arab Saudi pada kenyataannya gagal memenuhi tujuan dari prinsip RtoP untuk melindungi warga negara Yaman. Intervensi militer Arab Saudi justru menyebabkan sebanyak 4.000 warga sipil terbunuh dan 7.000 lainnya luka-luka akibat pemboman udara di Yaman (Human Rights Watch, 2016). Selain itu, aksi militer Arab Saudi justru merusak gedung-gedung sipil seperti sekolah, pasar, dan bahkan rumah sakit yang membuat kondisi di Yaman semakin memprihatinkan (Human Rights Watch, 2016). Arab Saudi juga dituduh menghambat masuknya bahan makanan dan obat-obatan ke Yaman yang mana kedua hal tersebut menjadi bagian integral untuk menjamin kehidupan warga Yaman ditengah peperangan (McKernan & Wintour, 2018). Terakhir, intervensi militer yang dilakukan Arab Saudi justru menjadi angin segar bagi kelompok Al-Qaeda. Hal ini terjadi dikarenakan aksi udara yang dilancarkan oleh Arab Saudi justru membuat kelompok Al-Qaeda terlindungi dan bebas masuk ke Yaman tanpa adanya perlawanan dari tentara Yaman (Tuckwell & Smyth, 2015). Melihat implikasi dari intervensi yang dilakukan oleh pihak koalisi yang dipimpin Arab Saudi, intervensi ini sudah jauh melenceng dari tujuan awalnya untuk melindungi warga negara Yaman dari dampak perang. Intervensi justru memperparah situasi konflik yang terjadi di Yaman yang dibuktikan dengan masih sengitnya pertempuran antara kelompok paramiliter dan pemerintah Yaman walaupun Arab Saudi sudah datang mengintervensi perang sipil di Yaman (Robinson, 2021).

Dalam melancarkan intervensi militer nya ke Yaman, koalisi pimpinan Arab Saudi menggunakan prinsip RtoP hanya untuk menjustifikasi aksi intervensi kemanusiaannya di Yaman. Pada realitasnya, intervensi yang dilakukan oleh Arab Saudi justru lebih dimotivasi oleh adanya kepentingan geopolitik Arab Saudi di Yaman. Melaui kacamata realis, Arab Saudi melancarkan intervensi terhadap Yaman dikarenakan Arab Saudi ingin menstabilisasi keadaan di Yaman dari peperangan. Instabilitas yang terjadi di Yaman secara langsung akan memengaruhi stabilitas kawasan teluk yang menjadi akses penting bagi Arab Saudi untuk mengekspor hasil produksi minyak (Hu, 2018). Selain itu, intervensi yang dilakukan oleh Arab Saudi juga dilancarkan dengan tujuan untuk mencegah adanya efek limpahan (spillover effect) terhadap wilayah Arab Saudi. Intervensi juga membuat Arab Saudi lebih mudah untuk memastikan bahwa tidak ada pengungsi perang Yaman yang menyeberang ke Arab Saudi untuk meminta perlindungan (Hu, 2018). Arab Saudi dalam hal ini memanfaatkan celah dari prinsip RtoP untuk kemudian dieksploitasi sehingga Arab Saudi mampu mendapatkan keuntungan pribadi atas intervensi yang dilakukan di Yaman.

Berdasarkan penjelasan mengenai intervensi yang dilakukan oleh koalisi Arab Saudi di Yaman, dapat disimpulkan bahwa Arab Saudi mengeksploitasi celah dari prinsip Responsibility to Protect (RtoP) untuk mendapatkan keuntungan pribadi. RtoP yang menjadi prinsip Arab Saudi untuk melancarkan Arab Saudi harapannya dapat melindungi warga Yaman dari dampak perang sipil. Namun, pada realitasnya, intervensi Arab Saudi justru memperparah kondisi konflik dan penderitaan yang dirasakan oleh warga Yaman.

Profil Penulis

Aflah Ariq Herindrawan merupakan seorang mahasiswa tahun akhir Hubungan Internasional UGM yang memfokuskan studinya pada studi-studi konflik. Pria kelahiran Sleman, 10 Juni 1999 ini kini sedang berfokus melakukan riset yang berhubungan dengan binadamai, aksi-aksi humaniter, dan gender.

REFERENSI

BBC. (2020). Yemen crisis: Why is there a war? — BBC News. Diambil 25 Juli 2021, dari https://www.bbc.com/news/world-middle-east-29319423

Global Centre for the Responsibility to Protect. (n.d.). What is R2P? — Global Centre for the Responsibility to Protect. Diambil 25 Juli 2021, dari https://www.globalr2p.org/what-is-r2p/

Hu, M. (2018). Shortcomings of the ‘Responsibility to Protect’: An Analysis of the Saudi-led Coalition Intervention in Yemen » Responsibility to Protect Student Journal. Responsibility to Protect Student Journal, 2(1). Diambil 25 Juli 2021 dari http://r2pstudentjournal.leeds.ac.uk/issues/volume-2-issue-no-1/shortcomings-of-the-responsibility-to-protect-an-analysis-of-the-saudi-led-coalition-intervention-in-yemen/

Human Rights Watch. (2016). World Report 2016: Yemen | Human Rights Watch. Diambil 25 Juli 2021, dari https://www.hrw.org/world-report/2016/country-chapters/yemen#

McKernan, B., & Wintour, P. (2018). Yemen: Saudi-led coalition orders halt to Hodeidah offensive | Yemen | The Guardian. Diambil 25 Juli 2021, dari https://www.theguardian.com/world/2018/nov/15/yemen-saudi-led-coalition-orders-halt-to-hodeidah-offensive

Moyer, J. D., Bohl, D., Hanna, T., Mapes, B. R., & Rafa, M. (2019). ASSESSING THE IMPACT OF WAR on Development in Yemen.

Robinson, K. (2021). Yemen’s Tragedy: War, Stalemate, and Suffering | Council on Foreign Relations. Diambil 25 Juli 2021, dari https://www.cfr.org/backgrounder/yemen-crisis

Sharp, M. J. (2021). Yemen: Civil War and Regional Intervention. Diambil 25 Juli 2021 dari Washington DC: https://crsreports.congress.gov

Tuckwell, D., & Smyth, L. (2015). Does Saudi Arabia have a responsibility to protect in Yemen? Diambil 25 Juli 2021, dari https://www.smh.com.au/opinion/does-saudi-arabia-have-a-responsibility-to-protect-in-yemen-20150507-ggw617.html

UNICEF. (2014). CONFLICT ANALYSIS SUMMARY Peacebuilding, Education and Advocacy in Conflict-Affected Contexts Programme.

Welsh, J. M. (2019). Norm Robustness and the Responsibility to Protect. Journal of Global Security Studies, 4(1), 53–72. Diambil 25 Juli 2021 dari https://doi.org/10.1093/JOGSS/OGY045

--

--

Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM
Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

Written by Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

“Shape & promote positive Indonesian internationalism throughout the nation & the world.” | Instagram: @fpciugm | LINE: @toh2615q | LinkedIn: FPCI Chapter UGM

No responses yet