Boikot Kapas Xinjiang: Manifestasi Risiko Politik terhadap Bisnis pada Abad ke-21
Penulis: Trystanto
Akhir-akhir ini, media sosial Tiongkok dihebohkan dengan seruan untuk memboikot produk Barat. Para pengguna media sosial membakar sepatu, baju, tas, dan benda buatan Barat lainnya serta penggunaan mereka di acara TV disensor.
Ini merupakan buntut dari pernyataan brand-brand Barat terkemuka seperti H&M, Nike, Under Armor, Adidas, dan Burberry bahwa mereka tidak akan lagi mengambil kapas yang berasal dari Xinjiang karena tuduhan bahwa perkebunan kapas di Xinjiang menggunakan buruh kerja paksa Uighur berdasarkan laporan sebuah organisasi nonpemerintah yang bernama Better Cotton Initiative (Brant 2021). Laporan tersebut menduga bahwa etnis Uighur digunakan sebagai pekerja paksa di kebun kapas (Better Cotton Initiative 2020, p.12). Atas laporan itu, masyarakat Tiongkok marah dan memboikot merek-merek yang berafiliasi dengan Better Cotton Initiative dan mendahulukan brand lokal. Xinjiang merupakan pemasok 80% dari jumlah kapas Tiongkok (Koestanto 2021, p.4).
Ini merupakan satu dari serangkaian risiko politik dalam bisnis yang diuraikan dalam buku Political Risk: Facing the Threat of Global Insecurity in the Twenty-First Century karya Condoleezza Rice dan Amy Zegart di mana aksi politik oleh kelompok kecil, atau bahkan individu, didukung oleh teknologi komunikasi dan informasi, dapat berdampak pada bisnis dalam bidang apapun (p.2).
Setelah laporan tersebut dikeluarkan, brand-brand Barat memiliki pilihan: menghentikan suplai kapas dari Xinjiang dan diboikot di Tiongkok, atau tidak berbuat apa-apa dan mungkin diboikot di Barat. Meskipun brand yang telah disebutkan memilih pilihan pertama, ada yang memilih pilihan kedua. Seperti yang dilansir dari harian Kompas (7/4), Hugo Boss, Muji, dan Uniqlo mengeluarkan pernyataan bahwa mereka membanggakan penggunaan kapas Xinjiang. Di samping itu, Patagonia, PVH, Marks & Spencer, dan GAP menyatakan bahwa mereka tidak pernah menggunakan kapas Xinjiang.
Sudah bisa diduga, Tiongkok mengecam keras boikot kapas Xinjiang dan menuduh bahwa boikot tersebut dilakukan berdasarkan kebohongan yang dibuat oleh kelompok anti-Tiongkok di Amerika Serikat dan terdapat niat untuk campur tangan di urusan domestik Tiongkok (Global Times 2021a). Juru bicara pemerintah Tiongkok, Xu Guixiang juga mengatakan “Bisakah H&M terus menghasilkan uang di pasar China? Tidak lagi,” (Koestanto 2021, p.4). Pemerintah Daerah Xinjiang dan Kementerian Luar Negeri Tiongkok juga mengatakan bahwa perusahaan asing diperbolehkan pergi ke Xinjiang secara bebas untuk berkunjung ke kebun kapas dan perusahaan tekstil di sana. Namun, Tiongkok menolak investigasi yang ‘menduga kesalahan’ dan menentang siapapun yang menggunakan isu ini sebagai alat untuk menekan Tiongkok (Global Times 2021a; Global Times 2021b).
References
Better Cotton Initiative (2020). BCI Task Force on Forced Labour and Decent Work: Final Report and Recommendations. Geneva: Better Cotton Initiative.
Brant, R. (2021). Xinjiang cotton: Western clothes brands vanish as backlash grows. BBC News. [online] 26 Mar. Available at: https://www.bbc.com/news/world-asia-china-56533560.
Global Times (2021a). “Xinjiang’s white cotton will not be stained”: Industry associations condemn Western boycott — Global Times. [online] www.globaltimes.cn. Available at: https://www.globaltimes.cn/page/202103/1219733.shtml [Accessed 7 Apr. 2021].
Global Times (2021b). China Cotton Association welcomes overseas industry organizations, brands to Xinjiang. [online] www.globaltimes.cn. Available at: https://www.globaltimes.cn/page/202104/1220101.shtml [Accessed 7 Apr. 2021].
Koestanto, B.D. (2021). Pasar China yang Liat. Kompas, p.4.
Rice, C. and Zegart, A.B. (2018). Political Risk: Facing the Threat of Global Insecurity in the Twenty-First Century. London: Weidenfeld & Nicolson.