Blood Minerals: Ekstraksi Sumber Daya Mineral dan Permasalahan Pembangunan di Sierra Leone
Oleh: Mukti Tama
Pada era dekade 1990-an, kehidupan ekonomi, politik, dan sosial Sierra Leone ditandai dengan berbagai macam praktik-praktik ilegal. Penyelendupan, penggelapan pajak, perdagangan dengn negara-negara yang secara hukum dilarang, dan peperangan serta negara gagal. Seluruh aktivitas tersebut memiliki keterkaitan erat dengan 25% perdagangan berlian yang ada di dunia. Permasalahan tersebut menjadi terang ketika dua Ormas Global Witness in Britain dan Partnership Afria Canada menjabarkan hasil penelitannya mengenai hubungan kausalitas antara peperangan saudara yang terjadi di Sierra Leone dengan aktivitas perdagangan berlian. Fenomena ini oleh banyak pakar disebut dengan Blood Diamond atau Konflik Berlian. Berlian selaku mineral yang sangat mudah diekstrasi menyebabkan konflik tetap berlangsung lama karena berlian tersebut digunakan oleh pihak-pihak yang bertikai untuk membeli persenjataan dan logistik peperangan.
Meskipun perang saudara atau, dalam kata lain, fenomena blood diamonds sudah berakhir, keberadaan mineral masih memberikan permasalahan bagi perekonomian Sierra Leone sehingga di Sierra Leone kini sedang mengalami permasalahan Blood Minerals. Blood Minerals ini direfleksikan dengan keberadaan fakta bahwa Sierra Leone memiliki banyak sekali sumber daya alam, terutama mineral, ternyata terbukti tidak mampu berkontribusi bagi pembangunan ekonomi di Sierra Leone. Sumber daya mineral yang melimpah tersebut hanya memberikan lebih banyak masalah pembangunan alih-alih meningkatkannya. Saya berargumentasi bahwa penyebab dari permasalahan tersebut adalah harga komoditas tersebut yang rendah dan fluktuatif serta keberadaan politik identitas di Sierra Leone. Dalam menemukan klaim kausalitas tersebut, saya mendasari Op-ed ini dengan menggunakan landasan teoritis yang dibuat oleh Immanuel Wallerstein mengenai Sistem Dunia. Harga komoditas mineral yang rendah dan fluktuatif tersebut tidak mampu menstimulasi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di Sierra Leone. Salah satu penyakit yang menurut Wallerstein pasti akan dialami oleh Sierra Leone selaku Negara Pinggiran.
Peperangan ini telah memberikan permasalahan pembangunan ekonomi di Sierra Leone. Dampak pertama adalah menurunnya Produk Domestik Bruto (PDB) dan indikator-indikator makroekonomi lainnya. PDB Sierra Leone sejak perang saudara berakhir turun sampai 20%. Turunnya PDB ini menyebabkan pemerintah Sierra Leone gagal memberikan pelayanan sosial sehingga negara semakin gagal mengkonsolidasikan kekuas. aannya. Pemukiman dan infrastruktur milik negara mengalami kehancuran. Transportasi dan perdagangan terganggu karena hal tersebut. Di dalam aspek agrikultur, petani banyak ketinggalan binatang ternaknya, banyak masyarakat yang mengalami busung lapar, dan pola agriklutr berubah. Pertanian yang semula berorientasi pada budidaya padi berganti menjadi budidaya tanaman umbi-umbian yang kurang bernutrisi.
Sierra Leone: Blood Minerals dan Negara Pinggiran
Fenomena underdevelopment yang masih melanda Sierra Leone dapat dijelaskan dengan menggunakan Teori Sistem Dunia milik Immanuel Wallerstein. Teori Sistem Dunia merupakan suatu teori yang menekankan pada hubungan ekonomi politik eksploitatif dan zero sum game antar negara dalam artian keuntungan yang diperoleh oleh satu negara merupakan kerugian atas negara lain. Teori ini menekankan pada empat hal. Pertama, teori ini menekankan analisisnya pada struktur internasional. Kedua, analisis historis merupakan bagian esensial dari teori ini. Sistem dunia yang bersifat kapitalistik ini bukanlah sistem yang muncul tiba-tiba. Ketiga, terdapat suatu mekanisme dominasi yang mengakibatkan negara-negara selataan sulit untuk mengalami pembangunan ekonomi yang signifikan. Salah satu mekanisme dominasi tersebut adalah upaya memonopoli komoditas-komoditas yang memiliki added value yang tinggi oleh negara-negara Utara. Melalui monopoli ini diharapkan jumlah penawaran atas komoditas tersebut tetap rendah sementara permintaan terus meningkat. Keempat, teeori ini memiliki landasan ontologis yang sifatnya materialistik. Teori yang dibuat oleh Immanuel Wallerstein ini secara jelas membagi negara-negara di dunia menjadi tiga kelompok yaitu core, periphery, dan semi-periphery. Negara-negara yang tergolong ke dalam kelompok core adalah negara yang mengekspor barang yang sudah diolah dan mengimpor bahan mentah. Sebaliknya, negara periphery adalah negara mengekspor barang mentah dan mengimpor barang yang sudah diolah. Semi-periphery sendiri merupakan kelompok negara yang mengekspor dan megimpor kedua jenis barang tersebut. Hubungan di antara ketiga kelompok itu selalu bersifat eksploitatif dan sumber daya selalu mengalir dari negara-negara periphery ke negara core. Hal ini menyebabkan negara yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Sierra Leone seperti negara pinggiran lain mengalami hal yang sama yaitu underdevelopment yang diakibatkan oleh dependensi ekonomi terhadap komoditas-komoditas primer. Komoditas primer yang menjadi sumber pemasukan utama Sierra Leone adalah sumber daya mineral yang sangat melimpah di negara tersebut. Penggunaan istilah Blood Minerals pun digunakan di sini karena kini komoditas primer utama Sierra Leone tidak hanya bergantung dengan berlian dan bahkan posisi berlian sudah mulai digantikan dengan jenis mineral lain yaitu bijih besi. Dari tahun 2017–2018, Bijih besi mengambil 25% bagian dari seluruh total komoditas ekspor di Sierra Leone. Di urutan kedua terdapat bijih titanium yang memiliki 17% total ekspor Sierra Leone. Posisi berlian yang pada era perang dunia merupakan komoditas primer utama Sierra Leone kini bergeser berada di urutan ketiga dengan persentase 12% dari total seluruh ekspor Sierra Leone. Pergeseran target komoditas ekstraksi yang semula berlian menjadi besi dimulai sejak masuknya investasi dan permohonan impor bijih besi dari China. China yang mengalami pertumbuhan ekonomi pada tahun 2003 perlu mengakomodasi pertumbuhan tersebut dengan melakukan industrialisasi. Industrialisasi yang dilakukan oleh China ini memerlukan besi selaku basis industri utamanya. Berbagai macam perusahaan mulai dari skala makro sampai dengan skala mikro mulai melakukan investasi di dalam sektor pertambangan mineral terutama besi dalam rangka memenuhi permintaan dari China. Harga besi untuk memenuhi permintaan China meningkat dari tahun 2009 seharga 50$/ton meningkat menjadi lebih dari 200$/ton.
Sayangnya, Sierra Leone bukanlah satu-satunya negara eksportir besi di dunia. Di sub-kawasan Afrika Barat sendiri, Sierra Leone selaku eksportir besi harus bersaing dengan Liberia dan Guinea. Dalam kata lain, Sierra Leone tidak memiliki kemampuan untuk memonopoli komoditas primer berupa besi yang, sekali lagi, merupakan karakteristik dari negara pinggiran seperti yang dikemukakan Wallerstein. Hal ini menyebabkan pada kondisi-kondisi tertentu, penawaran menjadi lebih tinggi dibandingkan permintaan sehingga harga pun cenderung mengalami penurunan. Selain itu, harga komoditas primer juga cenderung rendah karena memiliki nilai tambah yang rendah pula, berbeda dengan barang-barang manufaktur yang diproduksi negara utara. Manifestasi atas hal ini baru ditemukan pada tahun 2013. Keuntungan yang diperoleh Sierra Leone melalui bijih besi mengalami penurunan pada tahun tersebut. Turunnya harga besi menyebabkan perusahaan-perusahaan pertambangan di Sierra Leone, baik skala makro maupun mikro, bangkrut dan nantinya mengarah kepada masalah pengangguran. Kemudian, banyak sekali investor-investor penting melakukan divestasi dan terjadilah capital flight di Sierra Leone. Nilai keseluruhan dari ekspor Sierra Leone mengalami penurunan dari yang semula 1,543 juta US$ turun menjadi 1,304 juta US$. Dalam nilai tersebut, uang diperoleh melalui ekspor mineral termasuk bijih besi memiliki persentase 77% dari total nilai ekspor. Di tahun 2015, nilai ekspor Sierra Leone mengalami penurunan sampai angka 586 juta US$.
Selain memiliki ketergantungan pada lini ekspor yang tinggi terhadap besi, Sierra Leone juga bergantung dengan kiriman luar negeri dalam hal manufaktur. Barang-barang manufaktur, seperti yang sudah disebutkan oleh Wallerstein, telah dimonopoli oleh negara-negara Utara sehingga jumlah penawaran lebih rendah dibanding permintaan dan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Pada tahun 2016, Sierra Leone mengalami defisit perdagangan sebesar 4% dari total PDB. Defisit perdagangan ini pun diperkirakan meningkat sebesar 6,2% di tahun 2017. Persentase impor Sierra Leone pada tahun 2013 dari yang semula 31,9% dari total PDB meningkat menjadi 33,2% pada tahun 2014. Pada tahun 2015, persentase impor Sierra Leone mengalami penurunan seiring dengan mulai turunnya daya beli masyarakat Sierra Leone karena industri mineral yang semakin lesu. Penurunan nilai impor ini terus menjadi atribut utama dari tren ekonomi Sierra Leone sampai dengan tahun 2017. Neraca perdagangan Sierra Leone di tahun 2017 bersifat defisit sebesar -457 juta US$. Impor Sierra Leone di sektor manufaktur seperti impor mesin sebesar 19% dari total nilai impor dengan nilai 249 juta US$ dan impor transportasi sebesar 8% dari total nilai impor dengan nilai 107 juta US$ memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan jumlah uang yang didapat dari ekspor mineral. Perolehan uang yang didapat Sierra Leone melalui ekspor besi hanya sebesar 210 US$.
Sampai saat ini, Sierra Leone masih berjuang untuk memerbaiki perekonomian pasca-konflik yang tengah melanda negara tersebut. Pada tahun 2018, Sierra Leone pertumbuhan ekonomi Sierra Leone hanya mencapai angka 3,75% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, angka pertumbuhan ekonomi tersebut menyebabkan pemerintah Sierra Leone gagal memberikan pelayanan sosial. Masyarakat Sierra Leone juga mengalami kemiskinan multidimensi. Kemisikinan ini ditandai dengan masyarakat Sierra Leone yang memiliki angka kematian bayi dan anak yang tinggi; angka harapan hidup yang rendah; malnutri; infrastruktur yang tidak memadai, yang lagi-lagi karena angka pertumbuhan ekonomi yang rendah; fasilitas pendidikan dan kesehatan yang rendah yang tidak mampu menanggulangi penyakit tropis seperti Malaria, TBC, AIDS, dan, yang paling baru Ebola. 3,5 juta masyarakat Sierra Leone digolongkan oleh PBB ke dalam masyarakat yang food-insecure pada tahun 2016. Sementara 600 ribu yang ada di dalamnya berada dalam resiko wabah kelaparan. Inflasi Sierra Leone menyentuh angka 18% di akhir tahun 2018 dari keseluruhan PDB yang ada di Sierra Leone. Inflasi ini dapat direfleksikan pada meningkatnya harga pangan secara drastis dan depresiasi nilai tukar mata uang Sierra Leone. Sejak awal tahun 2017 sampai dengan akhir tahun 2018, nilai tukar uang Sierra Leone terhadap dollar Amerika Serikat terus mengalami depresiasi. Pada awal Januari 2017, nilai tukar Leone terhadap Dollar Amerika senilai Le 7200/US$. Pada akhir tahun 2018, angka tersebut meningkat menjadi Le 7700/US$. Performa ekonomi yang buruk ini merupakan hasil dari dinamika yang terjadi dengan industri ekstraksi mineral di Sierra Leone dan neraca perdagangan Sierra Leone yang defisit.
Referensi
Bertelsmann Stiftung’s Transformation Index, BTI Country Report 2018: Sierra Leone, Bertelsmann Stiftung’s Institution, Berlin, 2018.
I. Smille, Blood on The Stone: Greed and Corruption in the Global Diamond Trade, Antwerp University Press, Antwerp, 2010, p.17
International Monetary Fund, Sierra Leone: Request for an Arrangement under the Extended Credit Facility, International Monetary Fund, Washington, 2018, p.11–13
J. Ginifer, Armed Violence and Poverty in Sierra Leone, University of Bradford Press, Bradford, 2005, p.3
J. Zayid M. Sichei & M. Korseh-Hindowah, Sierra Leone, UNDP, New York, 2016, pp. 8–10
M.V. Kauppi & P.R. Viotti, International Relations Theory, 5th edn, Pearson Educations, Boston, pp. 190–192
OEC, ‘Sierra Leone’, OEC (daring) , <https://atlas.media.mit.edu/en/profile/country/sle/>, diakses pada 14 April 2019
S. Hobden & R.W. Jones, ‘Marxist Theories of International Relations’, dalam J. Baylis & Steve Smith (ed.), The Globalizations of World Politics, 2nd edn, Oxford University Press, New York, p. 206
T. Steinwegs & I. Romgens, African Minerals in Sierra Leone: How a Controversial Iron Ore Mining Industry went bankrupt and What that means for Local Comunity, SOMO, Amsterdam, 2015, p.13