Bahasa Kedua ASEAN jadi Arena Persaingan Kultural Indonesia-Malaysia?
Oleh: Dewa Adhi Nugraha
Beberapa waktu yang lalu publik telah dikejutkan oleh Malaysia yang sedang mencoba untuk mengajukan bahasa Melayu menjadi bahasa kedua yang digunakan di ASEAN. Usulan pengajuan tersebut disampaikan secara langsung oleh Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob. Ismail Sabri menilai, bahasa Melayu tidak hanya digunakan di Malaysia, akan tetapi Brunei, Indonesia, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan, dan sebagian Kamboja menggunakan bahasa ini (Tan, 2022). Pernyataan tersebut sontak memantik perdebatan khususnya di kalangan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia secara umum beranggapan bahwa bahasa yang mereka tuturkan setiap hari yaitu bahasa Indonesia merupakan bahasa yang berbeda dari bahasa Melayu. Walaupun mereka tahu bahwa bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu Riau, namun bahasa Indonesia telah banyak menyerap bahasa daerah yang lain seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda serta bahasa asing yang datang ke nusantara seperti bahasa Belanda dan bahasa Tionghoa.
Pengusulan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi di ASEAN ini bukan kali pertama bagi Malaysia. Mantan perdana menteri Najib Razak pernah membuat proposal serupa pada tahun 2017, tetapi belum menghasilkan kesepakatan. Belajar dari upaya sebelumnya, usulan Malaysia sekarang menggunakan istilah “bahasa kedua” yang menunjukkan Malaysia berharap untuk mempromosikan bahasa Melayu sebagai bahasa kerja tambahan ASEAN tetapi tidak untuk menggantikan bahasa Inggris secara sepenuhnya (Lin, 2022).
Persaingan memartabatkan bahasa merupakan salah satu permasalahan yang mewarnai dinamika hubungan negara-negara ASEAN hingga saat ini. Persaingan bahasa yang terjadi pada dasarnya merupakan bentuk diskusi atau tukar pendapat di mana negara-negara ASEAN menginginkan adanya sebuah bahasa resmi yang digunakan sebagai bahasa kerja atau work language di wilayah ASEAN di samping penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional (Kirkpatrick, 2008). Dalam kata lain, terdapat keinginan penetapan sebuah bahasa khusus selain bahasa Inggris sebagai lingua franca dalam kegiatan kerja, diplomasi, maupun kerja sama di kawasan Asia Tenggara. Namun, hal ini belum menghasilkan keputusan resmi yang mengikat hingga saat ini.
Beberapa upaya atau usulan sudah pernah dilakukan oleh beberapa negara anggota misalnya yang terbaru tentunya usulan yang disampaikan oleh perdana menteri Malaysia yang menyarankan adanya penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN. Ada pula usulan bahwa dalam menjalankan kegiatan dan pergaulannya negara-negara ASEAN cukup menggunakan bahasa Inggris saja sebagai bahasa pengantar utama satu-satunya tidak perlu adanya bahasa kedua ASEAN untuk menggantikannya. Pemerintah Indonesia tentu juga pernah mendorong penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua ASEAN. Ide atau usulan tersebut disampaikan kembali oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia sembari menanggapi usulan perdana menteri Malaysia yang menyatakan bahwa dengan mempertimbangkan berbagai aspek kebahasaan, maka bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa yang lebih sesuai untuk digunakan dalam ruang lingkup ASEAN. Hal ini didasarkan pada bahasa Indonesia yang dianggap cenderung memiliki aspek linguistik, hukum dan juga historis yang lebih kuat dan autentik. Berbagai pertimbangan tersebut telah menjadi dasar yang cukup untuk memberdayakan bahasa Indonesia dalam lingkup regional ASEAN (Gumulya, 2022).
Dalam perjalanannya sendiri peran bahasa Indonesia telah diperkuat dengan undang-undang (UU) dan peraturan-peraturan hukum. Pascakemerdekaan Indonesia, disebutkan dalam Pasal 36 UU Dasar Republik Indonesia bahwa Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Status dan fungsi bahasa Indonesia ditegaskan dalam UU Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, yang kemudian diperjelas dengan lebih terperinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia. Itu juga diperkuat melalui Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 42 Tahun 2018 tentang Kebijakan Nasional Kebahasaan dan Kesastraan (Kemendikbud, 2022). Dalam bidang pendidikan formal, bahasa Indonesia juga telah sangat diberdayakan menjadi bahasa pengantar utama di sekolah rendah hingga perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Bahasa Indonesia dalam kancah ASEAN sebenarnya sudah menjadi bahasa yang cukup familiar. Menurut data, penutur bahasa Indonesia memiliki jumlah kesepuluh terbanyak di dunia yang sekaligus menjadikan terbanyak nomor satu di ASEAN dengan lebih dari 199 juta penutur (Kasih, 2021). Dengan demikian, maka kefamiliaran bahasa Indonesia bagi masyarakat ASEAN dianggap cukup untuk menjadi alasan pengusulan bahasa ini menjadi bahasa kedua ASEAN. Selain itu, bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang dianggap paling otentik di wilayah ASEAN juga merupakan sebuah embrio bahasa di wilayah ASEAN karena penggunaannya yang tidak hanya sebatas penggunaan dalam kegiatan formal saja, tetapi mulai juga digunakan sebagai bahasa sehari-hari yang dipelajari di luar negara Indonesia. Bahkan, saat ini bahasa Indonesia juga sudah mulai dikomersilkan dan makin disebarluaskan dengan penggunaan bahasa Indonesia dalam kegiatan ekonomi di ASEAN atau dalam lingkup Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) (Hardini & Grange, 2017), dan juga menjadi salah satu instrumen diplomasi pertahanan Indonesia dalam lingkup regional ASEAN (Rambu, 2016).
Selain itu, bentuk upaya lainnya juga digiatkan Indonesia diantaranya dengan membentuk berbagai badan pengembangan dan pembinaan kebahasaan, melakukan diplomasi soft power di negara-negara ASEAN lainnya, melakukan diplomasi kebudayaan, pidato kenegaraan dengan bahasa Indonesia, dan masih banyak lagi (Aprilyansyah, 2018). Hal-hal tersebut merupakan salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam hal mempromosikan penggunaan bahasa sehingga dapat makin dipertimbangkan menjadi bahasa kedua ASEAN.
Meskipun begitu, memang penggunaan suatu bahasa tertentu tidak dapat diputuskan dengan mudah. Hal ini karena di samping kondisi dan faktor pendukung yang disebutkan di atas, terdapat pula faktor-faktor penghambat dan tantangan yang dihadapi dalam menjadikan bahasa Indonesia ataupun Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN. Faktor-faktor dan tantangan tersebut diantaranya adalah tantangan akulturasi yang berhubungan dengan perbedaan kebudayaan dan penggunaan bahasa itu sendiri, masalah diplomasi yang mengindikasikan adanya rivalitas dan persaingan dalam hal kebahasaan dan yang paling krusial adalah permasalahan anggaran untuk memfasilitasi proses pembelajaran bahasa tersebut di negara ASEAN lainnya. Sehingga keinginan dan ide penggunaan bahasa kedua ASEAN ini perlu dilakukan peninjauan lebih lanjut.
ASEAN sebagai organisasi regional harus memahami betul bahwa di kawasan yang beragam seperti Asia Tenggara, mempromosikan dominasi ras, budaya, atau bahasa dari hanya satu atau sebagian anggota tidak hanya akan menggoyahkan keseimbangan seluruh organisasi, tetapi juga dapat mengikis hubungan 55 tahun upaya multilateral untuk menjaga stabilitas dan ketertiban kawasan (Lin, 2022).
Penetapan yang telah dilakukan pada bahasa Inggris yang menjadi bahasa de facto ASEAN bukanlah pilihan yang kebetulan, melainkan pilihan yang logis, mengingat perlunya kesetaraan bagi semua anggota ASEAN tanpa mengubah bahasa nasional tertentu dari satu atau sekelompok negara anggota. Menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resminya juga menggarisbawahi identitas ASEAN sebagai organisasi regional yang berwawasan ke luar dan memfasilitasi kerjasamanya dengan mitra eksternal dan organisasi internasional lainnya (Kirkpatrick, 2008).
Pekerjaan rumah ASEAN saat ini masih banyak yang perlu diselesaikan secara seksama seperti kudeta militer di Myanmar, sengketa Laut Cina Selatan, hingga implikasi yang lebih luas dari invasi Rusia ke Ukraina. Permasalahan tersebut seyogyanya jauh lebih mendesak untuk dicari solusinya daripada membahas permasalahan lain yang berpotensi menimbulkan kontroversi di internal seperti politik bahasa. Persatuan ASEAN telah sangat diuji dalam beberapa tahun terakhir, dan kecil kemungkinannya untuk terlibat dalam isu-isu yang tidak mendesak yang justru dikhawatirkan akan menyebabkan perpecahan di internal ASEAN.
Dewa Nugraha adalah anggota divisi Penelitian dan Pengembangan FPCI UGM. Artikel ini melambangkan opini pribadi penulis dan belum tentu mewakili opini FPCI UGM
REFERENSI
Aprilyansyah, A. (2018). Upaya Indonesia dalam Menjadikan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Internasional di Asia Tenggata. Jurnal Pertahanan, 6(1), 245–260. https://ojs.unikom.ac.id/index.php/gps/article/view/2025
Lin, J. (2022, April 7). Commentary: Why does Malaysia want to make Malay an official ASEAN language?. CNA. https://www.channelnewsasia.com/commentary/malaysia-bahasa-melayu-second-language-asean-ukraine-myanmar-2611106
Gumulya, D.R. (2022, April 22). Nadiem: Bahasa Indonesia Lebih Layak menjadi Bahasa Resmi ASEAN. Femina. https://www.femina.co.id/trending-topic/nadiem-bahasa-indonesia-lebih-layak-menjadi-bahasa-resmi-asean
Hardini, T.I., & Grange, P. (2017). 27 Countries, 23 Languages, and Communication Challenges in the European Union: A Comparison with ASEAN Economic Community. International Journal for Historical Studies, 8(2). 163–178. https://journals.mindamas.com/index.php/tawarikh/article/view/825/783
Kasih, A.P. (2021, August 5). 10 Bahasa Paling Banyak Digunakan di Dunia, Indonesia Nomor Berapa?. Kompas. https://www.kompas.com/edu/read/2021/08/05/162355371/10-bahasa-paling-banyak-digunakan-di-dunia-indonesia-nomor-berapa?page=1
Kemendikbud. (2022, Aptil 4). Mendikbudristek: Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Resmi ASEAN Dikedepankan. Kemendikbud. https://setjen.kemdikbud.go.id/berita-mendikbudristek-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-resmi-asean-dikedepankan.html
Kirkpatrick, A. (2008). English as the official working language of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN): Features and strategies. English Today, 24(2), 27–34. https://www.researchgate.net/publication/231794625_English_as_the_official_working_language_of_the_Association_of_Southeast_Asian_Nations_ASEAN_Features_and_strategies
Tan, V. (2022, March 23). Putrajaya proposing to make Malay the second language of ASEAN, says PM Ismail Sabri. CNA. https://www.channelnewsasia.com/asia/malaysia-proposes-malay-aseans-second-language-2581176
Rambu, C.G. (2016). Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Diplomasi Pertahanan Indonesia terhadap Negara ASEAN. Jurnal Pertahanan, 6(1), 245–260. https://core.ac.uk/download/pdf/230516762.pdf