ANTIFA dan Huru-Hara Unjuk Rasa Black Lives Matter

Oleh: Dian Anggraini P. U.

Terbunuhnya George Floyd (25/04) di tangan anggota Departemen Kepolisian Kota Minneapolis, Amerika Serikat memicu tumbuhnya protes besar-besaran tentang represi terhadap kulit hitam di Amerika. Masa itu, George Floyd dibekuk karena dituduh memalsukan uang kertas senilai 20 Dolar AS (Nelson, 2020). Dengan jargon “I can’t breathe”, layaknya kata-kata terakhir yang diucapkan Floyd sebelum menemui ajalnya, masa protes menyuarakan tuntutannya di bawah kampanye Black Lives Matter (BLM).

BLM sejatinya sudah mulai digemakan sejak tahun 2013 sebagai tagar yang dipicu oleh pembebasan George Zimmerman dalam kasus penembakan dan kematian remaja Afrika-Amerika Trayvon Martin (“About” n.d.). BLM kemudian menjadi salah satu corong aspirasi bagi warga AS, Kanada, dan Inggris yang vokal menuntut penghapusan supremasi kulit putih. BLM percaya dengan melawan aksi kekerasan, memberikan ruang bagi komunitas kulit hitam dan fokus pada kebahagiaan komunitas kulit hitam, kesetaraan dapat terwujud (“About” n.d.).

Sejak protes di AS muncul, hingga saat ini telah ada di seluruh negara bagian yang menjadi tempat protes BLM. Seolah lupa akan wabah COVID-19, massa berkumpul di masing-masing titik di lima puluh negara bagian untuk menyuarakan tuntutannya. Protes yang seharusnya berlangsung damai berubah menjadi ricuh dan diwarnai oleh penjarahan, utamanya terhadap barang-barang mewah (“Amid Protests, Trump Says He Will Designate Antifa as Terrorist Organization” 2020). Kericuhan ini disinyalir salah satunya dikompori oleh grup ekstremis yang berasal dari luar kota. Presiden Trump menyalahkan ANTIFA sebagai dalang dari kerusuhan ini. Trump sendiri lewat akun Twitter-nya menyatakan bahwa pemerintahannya akan menetapkan ANTIFA sebagai organisasi teroris. ANTIFA atau Anti Fasisme adalah gerakan yang terdesentralisasi dan tidak memiliki struktur organisasi yang jelas. ANTIFA percaya kekerasan dibenarkan sebab bila kelompok rasis atau fasis dibiarkan, akan menghasilkan kekerasan lain pada kelompok marginal (Bogel-Burroughs and Garcia 2020).

Sejauh ini, belum ada tindakan lebih lanjut mengenai pernyataan Trump tersebut. Secara legal, terorisme domestik termaktub dalam undang-undang federal, tetapi tidak termasuk ke dalam tindak kriminal federal. Namun, segala tindakan yang masuk ke dalam definisi UU 233 (5) akan ditindak dengan istilah lainnya (Doyle, 2019). Lagi pula, sebagai gerakan yang tidak jelas formasinya, ANTIFA akan sulit dikenai hukuman dan diberantas.

REFERENSI

“About.” n.d. Black Lives Matter. Accessed June 5, 2020. https://blacklivesmatter.com/about/.

“Amid Protests, Trump Says He Will Designate Antifa as Terrorist Organization.” 2020. CGTN. June 1, 2020. https://news.cgtn.com/news/2020-06-01/Amid-protests-Trump-says-he-will-designate-Antifa-as-terrorist-group-QXv9Vskzcc/index.html.

Bogel-Burroughs, Nicholas, and Sandra E. Garcia. 2020. “What Is Antifa, the Movement Trump Wants to Declare a Terror Group?” The New York Times, May 31, 2020, sec. U.S. https://www.nytimes.com/2020/06/02/us/what-antifa-trump.html.

Nelson, David. 2020. “George Floyd: How a Suspected Counterfeit $20 Bill Led to Protests across the US.” AS.Com. May 31, 2020. https://en.as.com/en/2020/05/31/other_sports/1590954856_526126.html.

Doyle, Charles. 2019. “Domestic Terrorism: Some Considerations.” Congressional Research Services Legal Sidebar. August 12, 2019.

--

--

Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM
Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

Written by Foreign Policy Community of Indonesia chapter UGM

“Shape & promote positive Indonesian internationalism throughout the nation & the world.” | Instagram: @fpciugm | LINE: @toh2615q | LinkedIn: FPCI Chapter UGM

No responses yet